Ibrahim anak ketiga dari pasang Rendi dan Erisa memilih kabur dari rumah ketika keluarga besar memaksanya mengambil kuliah jurusan DOKTER yang bukan di bidangnya, karena sang kakek sudah sakit-sakitan Ibrahim di paksa untuk menjadi direktur serta dokter kompeten di rumah sakit milik sang kakek.
Karena hanya membawa uang tak begitu banyak, Ibrahim berusaha mencari cara agar uang yang ada di tangannya tak langsung habis melainkan bisa bertambah banyak. Hingga akhirnya Ibrahim memutuskan memilih satu kavling tanah yang subur untuk di tanami sayur dan buah-buahan, karena kebetulan di daerah tempat Ibrahim melarikan diri mayoritas berkebun.
Sampai akhirnya Ibrahim bertemu tambatan hatinya di sana dan menikah tanpa di dampingi keluarga besarnya, karena Ibrahim ingin sukses dengan kaki sendiri tanpa nama keluarga besarnya. Namun ternyata hidup Ibrahim terus dapat bual-bualan dari keluarga istrinya, syukurnya istrinya selalu pasang badan jika Ibrahim di hina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Apa kata kamu? Kalau gak tau masalah gak usah ikut campur"
Ibu tirinya Arumi yang sudah terlanjur emosi menghampiri Bu Neli, Ibu tirinya Arumi tidak terima dengan perkataan Bu Neli.
"Sudah, Bu. Tidak usah meladeni mereka, aku sudah lelah dan Laras juga mau istirahat" ujar Arka mencegah ibunya yang hendak menghampiri Bu Neli
"Tapi wanita tua itu mengatakan kalau ibu pelakor, ibu tidak terima Arka"
"Iya Arka tahu, biar besok saja kita beri mereka pelajaran. Sekarang kita istirahat saja, ibu tahu kan kita semua lelah"
Arka pun menarik lengan Ibunya untuk masuk ke dalam rumah, sementara rombongan ibu-ibu yang melihat perdebatan Bu Neli dan Ibu tirinya Arumi langsung menyoraki ibu tirinya Arumi karena mereka semua tahu fakta yang sebenarnya.
"Huhu..... Gak malu, pelakor teriak pelakor"
.
.
.
Ting
Sebuah pesan masuk ke HP Arumi, Arumi yang sedang sibuk menyiapkan makan malam buat suaminya memilih mengabaikan pesan masuk di HP-nya dan kembali fokus pada lauk pauk yang ada di hadapannya.
Ting
Bunyi pesan masuk lagi tapi kali ini lebih banyak, karena penasaran Arumi pun mengambil HP-nya yang tergeletak di atas meja makan kemudian membuka pesan-pesan yang masuk.
Mata Arumi mengerjap membaca pesan masuk yang di terimanya, ada beberapa pesan tapi fokus Arumi sebuah foto yang di kirim oleh Laras dan di bawa foto itu ada sebuah tulisan.
[Saya sudah bebas, karena saya terbukti tidak bersalah. Pasti kamu malu kan? Makanya jangan sok mau memenjarakan saya]
"Cih, tidak bersalah katanya. Gimana reaksinya kalau aku kirim pesan dari ibu dan Mas Arka" gumam Arumi sembari tersenyum licik
Arumi pun meng-screenshoot yang di kirim ibunya dan Arka lalu di kirim Arumi ke Laras, Arumi tertawa puas. Ibrahim yang melihat istrinya tertawa lepas sembari melihat HP, hanya geleng-geleng kepala.
"Bahagia banget kayaknya istri Mas"
"Ehh, Mas. Ngagetin aja, ini loh Arumi lagi berkirim pesan sama Mbak Laras. Dia ternyata udah bebas, pasti ibu mengeluarkan uang tidak sedikit. Soalnya tadi siang ibu dan Mas Arka chat Arumi, mau pinjam uang buat bebasin Mbak Laras"
Arumi memperlihatkan pesan yang di kirim oleh ibunya dan Arka, Ibrahim hanya membaca sekilas karena Ibrahim sudah sangat hafal sekali dengan semua watak keluarga istrinya tersebut.
"Kalau mereka ganggu, kamu blok aja nomor mereka. Mas gak mau kamu jadi stres menghadapi masalah mereka" ujar Ibrahim
"Gak usahlah, Mas. Arumi justru senang buat mereka marah dan kesal, seperti hiburan tersendiri buat Arumi" sahut Arumi tersenyum
Ibrahim hanya tersenyum, Ibrahim bingung dengan jalan pikiran istrinya yang super ajaib itu. Bagaimana mungkin membuat orang emosi adalah sebuah kesenangan?.
"Sekarang kita makan dulu yuk, Mas sudah laper banget dan gak sabar buat menyicipi masakan istri Mas tercinta"
Sepasang suami istri itu pun segera makan, sesekali mereka bercanda. Arumi berdoa semoga rumah tangga mereka selalu harmonis, jika pun ada rintangan dan kerikil-kerikil. Arumi berharap hanya hal kecil, yang tidak bisa menghancurkan rumah tangga mereka.
"Jadi bagaimana masalah Arham?" tanya Ibrahim
Mereka sudah selesai makan, sekarang bersantai menikmati momen berdua sembari menonton TV.
"Arumi hanya menyarankan Arham untuk membawa Mona ke dokter buat tes keperawanan, entah mengapa feeling Arumi kalau Mona sudah tidak perawan. Jika dugaan Arumi bener, kita bisa membawa masalah ini ke jalur hukum. Tapi jika dugaan Arumi salah, rumah itu akan menjadi milik Mona"
"Hem, ya sudah. Mas dukung apapun yang kamu lakukan, sama tidak melanggar hukum yang penting kamu senang" ujar Ibrahim sembari mengelus rambut Arumi yang tergerai
.
.
.
"Jadi Mas mau beliin aku rumah?" tanya Mona dengan mata berbinar, karena tak menyangka kalau Arham sebucin itu dengannya
"Tentu saja, tapi sebelum itu aku mau kita melakukan tes kesuburan dulu" ujar Arham yang mulai menjalankan rencana Arumi
"Kenapa kita harus melakukan itu?"
"Mas hanya ingin segera memiliki anak denganmu, sayang. Jika kamu langsung bisa mengandung anak kita, rumah itu akan Mas hadiahkan buat kamu"
Arham berkata dengan lemah lembut, mata Mona langsung berbinar. Tentu saja Mona mau, siapa yang tidak mau di hadiahkan sebuah rumah mewah tanpa harus bekerja keras dan banting tulang.
"Baiklah aku mau, Mas. Tapi aku mau beli rumah yang besar dan mewah, biar bisa pamer sama teman-teman aku. Duh, jadi gak sabar"
Senyum Mona tidak lepas dari bibirnya, Arham senang melihat istrinya tersenyum seperti itu tapi Arham juga khawatir yang di katakan Arumi benar.
"Semoga cuma prasangka saja, aku tidak bisa membayangkan jika itu benar" gumam Arham dalam hati
Keesokan harinya, Arham mengajak Mona melakukan pemeriksaan. Mona tidak curiga sama sekali pada suaminya karena Arham sudah menjanjikan jika mereka selesai periksa, Arham akan langsung mengajak Mona melihat rumah yang ingin mereka beli.
Setelah kemarin dari rumah Arumi, Arham tidak pulang ke rumah ibunya melainkan langsung menuju rumah orang tua Mona. Karena Mona tidak mau pulang ke rumah ibunya, jadi Arham hanya bisa mengalah.
Jika dugaan Arumi salah, Mona akan mendapatkan rumah itu dengan cuma-cuma. Arham dan Mona sudah tiba salah satu rumah sakit yang ada di dekat tempat tinggal mereka, sepanjang perjalanan Arham terlihat gugup.
Berbeda dengan Mona yang sangat percaya diri bahwa dirinya sangat subur, karena tanpa di ketahui Arham selama ini Mona bukanlah wanita yang baik.
"Kamu sudah siap kan, sayang?" tanya Arham menatap Mona dengan hangat, Mona mengangguk antusias karena tak sabar melihat rumah impiannya.
"Tentu saja, aku tidak sabar untuk mengandung anakmu"
Mona tersenyum merekah, Arham menghembuskan napas panjang untuk menghilangkan rasa gugup. Apalagi sejak tadi perasaannya tidak enak, Arham juga tidak tahu mengapa perasaannya seperti itu atau mungkin karena terlalu memikirkan perkataan Arumi kemarin.
"Semoga hasilnya tidak membuat aku kecewa" gumam Arham dalam hati
Menunggu hampir 20 menit akhirnya nama Mona di panggil, Arham semakin gugup bahkan telapak tangannya terasa sangat dingin.
"Selamat pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Dokter Indri
"Saya mau tes kesuburan, Dok" sahut Mona
"Baik, Ibu bisa berbaring" pinta Dokter Indri
Dengan di bantu oleh asistennya untuk melakukan pemeriksaan pada pasien, namun sebelum itu Arham membisikkan pada Dokter Indri.
"Apa kalian sepasang suami-istri?"
"Benar, Dok. Kami baru menikah satu minggu, suami saya tidak sabar ingin saya segera hamil. Padahal saya sangat yakin, kalau saya sangat subur" sahut Mona
Dokter Indri hanya tersenyum dan mulai bisa menebak dari permintaan Arham tadi, Dokter mulai melakukan pemeriksaan dan sedikit kaget melihat kenyataan yang di ketahuinya.
happy ending juga....
cerita yg bagus