Wedding Agreement

Nara kini menatap pria yang masih menunduk mendekatkan wajah padanya. “ Andai waktu itu aku tidak salah mengenalimu, mungkin kamu tidak akan tersiksa seperti in. Aku tahu seribu maaf pun tak akan pernah bisa menggantikan semuanya. Tolong katakan , El . Aku harus apa?”

“  Kamu harus seperti apa aku tidak peduli!” ketus Nara lantas membuang muka dan kalau bisa dirinya menghilang saja dihadapan pria ini.

Aryan pun mengangguk dan mengalah dengan kembali duduk di samping istri yang membencinya saat ini. “ Sejujurnya apa dan bagaimana pernikahan itu aku juga tidak pernah tahu. Aku menikahimu demi anak itu. Aku yang berbuat dan aku harus bertanggung jawab.” 

“ Aku tahu !” ucap Nara yang masih saja ketus. Ia membuang pandangannya ke arah perbukitan hijau yang bagi siapa saja pasti mengira tempat ini adalah hamparan lapangan golf yang indah.

“ Aku sudah salah kira waktu itu. Hanya karena melihat penampilanmu aku sudah menilai kamu adalah wanita bayaran yang ku sewa.  Kamu begitu……ah, sudahlah.”  Aryan mengusap kasar wajahnya mengingat kebodohannya waktu itu dengan wajah penuh permohonan disertai air mata yang terus mengalir sama sekali tak diindahkannya, bahkan saat Nara mengatakan dirinya bukan wanita bayaran yang Aryan maksud pria itu seolah tak mendengar perkataannya, apa yang keluar dari mulut Nara Aryan tak mempercayainya terlebih melihat tubuh indah Nara pria itu langsung diliputi gairah yang ingin segera ia tuntaskan.

“ Hehh !” Nara menaikkan salah satu sudut bibirnya seolah menertawai nasibnya kini yang harus menanggung kehamilan yang tidak diinginkannya . Kehamilan yang membuatnya tersiksa setiap hari.

“ Apa kamu tidak pernah berpikir wanita bayaran yang kamu tiduri bisa saja hamil? bagaimana kalau mereka berada di posisiku saat ini. Apa kamu masih mau menikahinya ?” 

“ El, tolong jangan cecar aku dengan pertanyaan yang tidak akan pernah bisa aku jawab. Yang jelas saat melakukannya dengan wanita lain aku selalu memakai pengaman , tapi entah kenapa saat denganmu waktu itu aku bisa melupakan barang yang sangat penting itu.” Giliran Aryan yang kini membuang wajahnya gugup. Ia pun tak bisa membayangkan bagaimana kalau salah satu wanita yang ia tiduri hamil. 

“ Kamu sering melakukan hal ini ? tidak takut kah tertular penyakit yang bahkan juga bisa menularkannya pada istrimu kelak.” Nara tak habis pikir ia akan menikahi pria sebrengssek Aryan yang sudah sering bermain di ranjang , entah dengan wanita bayaran atau sekedar wanita yang dekat dengannya tanpa ikatan.

“ Aku ini pria normal, El tapi aku tidak ingin menjalin hubungan bahkan menikah. Jadi aku memilih melakukan hal itu dari pada harus terikat dengan seseorang. Kamu lihat makam ini? Dia papa kandungku yang tidak pernah memberi contoh bagaimana bentuk pernikahan yang baik. Kalau kamu melihat aku selalu mimpi buruk, itu karena mereka. Orang tuaku sendiri.” 

Nara kini tertegun. Bagaimana seorang anak bisa menyalahkan orang tuanya sendiri atas apa yang terjadi saat ini. Bahkan di usia Aryan yang tak lagi muda, ia masih menempatkan orang tuanya pada posisi yang paling bersalah. 

“ Kalau di masa depan anakmu nanti menyalahkan dirimu atas apa yang menimpa dia, apa kamu terima ?” 

Jlebbb !

Aryan menoleh cepat ke arah Nara yang menatapnya sinis. “ Aku tidak ada bayangan apapun soal masa depan, karena orang tuaku sudah cukup memberikan bayangan yang menyakitkan di masa lalu, El.” 

“ Berhenti menyalahkan orang tuamu, Aryan !” sentak Nara kini tak tahan lagi kalau harus berlama bicara dengan Aryan yang hanya akan membuatnya lebih emosional.” Kamu pikir hanya kamu satu-satunya anak yang dikecewakan orang tua lalu kamu bertumbuh besar dengan beban masa lalu yang akan kamu bawa sampai kapan, hahh?” 

Aryan kini kembali menahan tubuh Nara yang akan pergi. Dipegangnya erat kedua lengan Nara dengan pandangan penuh misteri.” Apa kamu juga mengalaminya, El?” 

Kedua pelupuk mata Nara sudah basah kini dan ia pun berusaha menghapusnya namun tak bisa. Kedua tangannya sedang dikunci oleh Aryan yang menatapnya dalam saat ini. “ Aku dibesarkan hanya oleh seorang ibu yang bekerja keras ,Ar. Aku bahkan tidak tahu dimana dan seperti apa ayahku saat ini. Apa aku mendendam terhadap orang tuaku ? Apa aku menyalahkan mereka ?” Nara menggeleng sinis dengan suaranya yang lirih tertahan oleh dadanya yang sesak.

“ Hidupmu kamu sendiri yang tentukan , Aryan ! bukan karena kesalahan orang tua lantas kamu jadikan alasan untuk menjelma jadi orang jahat dan brengssek!” bentak Nara penuh dengan penekanan di akhir kalimatnya sampai ia kini menghardik kedua tangan Aryan dan melepaskan dirinya.

Setengah berlari kini Nara memilih meninggalkan Aryan yang masih berdiri mematung dengan ucapan Nara yang begitu memukul sanubarinya. Melihat Nara yang berlari, bik Ina yang memantau keduanya lantas keluar mobil dan menghampiri Nara dengan panik.

“ Hati- hati, Nyonya Muda !”

“ Tolong bawa saya pergi jauh dari dia , bik.” mohon Nara saat memeluk raga bik Ina dengan erat.

“ Nyonya , tolong ingat kandungannya. Semarah apapun dengan tuan muda, tolong hati-hati. Janin itu bisa merasakan kesedihan ibunya.” 

Nara segera menarik lengan bik Ina untuk memasuki mobil dan memaksa wanita itu untuk duduk bersamanya di seat belakang. Aryan yang berjalan lunglai kini melirik ke arah bik Ina yang dipeluk oleh Nara yang menenggelamkan wajahnya ke tubuh wanita dengan postur gemuk itu. Bik Ina mengangguk dan segera dipahami oleh Aryan yang mengalah dengan naik ke samping kemudi.

Sejenak suasana di dalam mobil sangat hening dengan Nara yang memegangi perutnya saat dirasa guncangan kendaraan membuat perutnya tidak nyaman. Sampai kemudian ponsel Aryan berdering.

“ Halo, ada apa? Hemm, apa?” Di kantor? Mau apa lagi ?” Aryan menghembuskan napasnya berat lalu mencoba berpikir sejenak. “ Tahan di tempat parkir dalam saja !”  Tangan kanan Aryan lantas mencengkram erat sampai menyembulkan gurat ototnya.

“ Kita ke kantor sebentar !” perintahnya pada sopir.

Sampai di perusahaan yang ia dirikan di bawah pengawasan sang opa, kendaraan langsung meluncur ke arah parkir eksekutif area basement yang langsung terhubung ke pintu lift eksekutif pula.Seorang wanita paruh baya dengan rambut diikat ke belakang nampak berdiri dengan diawasi beberapa petugas keamanan gedung. 

“ Nyonya?” gumam bik Ina hingga membuat Nara kemudian mengangkat wajahnya dan melihat pemandangan yang tak ia mengerti. 

“ Gak usah turun !” pinta Aryan pada Nara dan bik Ina. 

“ Siapa bik?” tanya Nara yang penasaran sejak tadi. 

“ Nyonya Ayana, ibu mertua Nyonya Nara.” 

Deg ! 

“ Itu mamanya Aryan?” 

Bik Ina mengangguk lalu menggenggam jemari Nara dan melihat ke arah luar saat Aryan kemudian turun dan menghampiri wanita itu. 

“ Ar, kamu selamat? Kamu gak pa-pa sayang? Kamu baik- baik aja ? mama mencemaskanmu, Ar.” Ayana mengulurkan kedua tangannya ke wajah putra semata wayangnya namun Aryan dengan cepat menangkisnya.

“ Astaga !” pekik Nara kaget dengan sikap Aryan terhadap ibu kandungnya sendiri. Baru saja dibahas bagaimana Aryan yang membenci orang tuanya dan kini ditunjukkan langsung olehnya. 

“ Kenapa Aryan seperti itu , Bik?” 

Bik Ina yang melihat dengan waswas lantas mengelus lengan Nara pelan.” Nanti bibi ceritakan di rumah.”

“ Sudah lihat Aryan masih hidup, kan ? Lalu mau apa ?” ucap Aryan dengan wajah datar dan suara dingin yang menusuk kalbu seorang ibu yang sudah beberapa lama merindukan putranya.

.

...****************...