Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
...🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️...
...happy reading...
...⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️...
"Oh baiklah, aku pasti akan datang," kata Raka dengan nada yang terkontrol, meskipun hatinya terasa sedikit kecewa.
Ia menyembunyikan kekecewaan itu jauh dari pandangan Amirul tidak ada gunanya membuat temannya itu merasa bersalah. Di balik senyum yang dipaksakan, pikirannya berlarut-larut: Karena sampai kapan Amirul akan punya rumah sendiri? Sementara dirinya juga hanya menumpang di rumah orang lain, 1 tahun lagi... 2 tahun lagi... atau malah 10 tahun lagi sebelum punya rumah sendiri.
Suara lonceng jam pelajaran menyambar telinga mereka. Segera, semua siswa berbondong-bondong dari lapangan ke arah kelas masing-masing, kaki mereka menghentak lantai koridor dengan bunyi yang teratur.
Amirul dan Raka pun bergandengan bahu menuju ke kelas mereka.
Sesaat kemudian, mobil mewah melaju mendadak masuk ke halaman sekolah, mengeluarkan bunyi sirine yang menggangu ketenangan.
Dari dalamnya turun Dinata, pria berusia sekitar 50 tahun dengan jas hitam yang rapi dan wajah yang ketat, diikuti oleh Rita, Siska, dan Rio yang kelihatan ragu-ragu mengikuti langkahnya. Tanpa menyapa siapa pun, kelompok itu langsung menuju gedung kantor sekolah dengan langkah cepat dan tegas.
Mereka memasuki ruang kepala sekolah tanpa menundukkan kepala. Dinata menginjakkan kaki dengan berat, membuat lantai keramik berbunyi sedikit. "Buk! saya datang ke sini seharusnya ibu tau kan?" tanyanya dengan nada yang sedikit merendahkan, matanya memancarkan kesombongan yang tidak tertutupi.
Kepala sekolah, Bu Warsih, mengangkat kepala dari meja kerja, wajahnya terlihat cemas tapi tetap tenang.
Ya, semua guru sudah tahu alasan kedatangan Dinata hari ini: dia ingin membuat surat pemutus hubungan keluarga dengan Amirul, karena Dinata tidak bisa menemukan Amirul kemarin seorang pun tahu dia tinggal di mana sekarang.
"Pak Dinata, apa bisa tunggu sampai siswa istirahat saja?" tanya Bu Warsih dengan nada sopan tapi tegas. "Karena saat ini para siswa harus mengikuti pelajaran, dan kami tidak mau pelajaran para siswa terganggu."
Dinata menghela nafas dengan keras, wajahnya memerah karena marah. "Saya sangat sibuk di perusahaan saya, saya tidak punya waktu untuk menunggu lagi!" suaranya naik setinggi itu. "Kemaren saya sudah datang, tapi Amirulnya tidak ada. Saya harap hari ini saya bisa menuntaskan masalah ini sekali dan untuk selamanya!"
Bu Warsih menghela nafas dengan berat, wajahnya dipenuhi kekhawatiran yang tidak tertutupi. Akhirnya, dia mengangguk perlahan. "Baiklah, Pak Dinata. Saya setuju," katanya dengan nada yang lemah tapi tegas.
Jika masalah ini dibiarkan terunda, Dinata pasti akan terus datang ke sekolah, dan pelajaran Amirul, yang sudah cukup berat menghadapi kehidupannya akan terus terganggu.
Tapi di balik keputusan itu, hati Bu Warsih berdebar kencang: Jika Dinata benar-benar memutuskan hubungan kekeluargaan dengan Amirul, bisakah Amirul tetap sekolah dengan baik? Bisakah dia belajar dengan fokus setelah menghadapi cobaan ini? Dia merasa iba padaa anak itu, anak yang selalu rajin, pendiam, tapi selalu memberikan senyum meskipun hidupnya penuh kesulitan. Semoga Amirul tetap kuat dan melanjutkan sekolahnya, bisiknya dalam hati.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪