NovelToon NovelToon
PESONA TETANGGA BARU

PESONA TETANGGA BARU

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Bagaimana rasanya... hidup tanpa g4irah, Bu Maya?"

Pertanyaan itu melayang di udara, menusuk relung hati Maya yang sudah lama hampa. Lima tahun pernikahannya dengan Tama, seorang pemilik bengkel yang baik namun kaku di ranjang, menyisakan kekosongan yang tak terisi. Maya, dengan lekuk tubuh sempurna yang tak pernah dihargai suaminya, merindukan sentuhan yang lebih dalam dari sekadar rutinitas.

Kemudian, Arya hadir. Duda tampan dan kaya raya itu pindah tepat di sebelah rumah Maya. Saat kebutuhan finansial mendorong Maya bekerja sebagai pembantu di kediaman Arya yang megah, godaan pun dimulai. Tatapan tajam, sentuhan tak sengaja, dan bisikan-bisikan yang memprovokasi h4srat terlarang. Arya melihatnya, menghargainya, dengan cara yang tak pernah Tama lakukan.

Di tengah kilau kemewahan dan aroma melati yang memabukkan, Maya harus bergulat dengan janji kesetiaan dan gejolak g4irah yang membara. Akankah ia menyerah pada Godaan Sang Tetangga yang berbaha

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10

Pagi berikutnya, Maya tiba di rumah Arya dengan perasaan yang lebih tenang, namun tetap diliputi rasa penasaran. Insiden kemarin memang menakutkan, tapi anehnya, justru membuat Arya terlihat lebih manusiawi, lebih menarik. Ia jadi tahu Arya punya sisi protektif.

Bi Sumi sudah menunggu di dapur, sibuk menyiapkan sarapan. "Pagi, Mbak Maya! Bagaimana? Sudah lebih baik?" tanyanya, tersenyum ramah.

"Pagi, Bi. Iya, sudah. Terima kasih sudah mengkhawatirkan," jawab Maya.

"Syukurlah. Tuan Arya juga tadi pagi bertanya terus, apakah Mbak Maya baik-baik saja," kata Bi Sumi, matanya sedikit mengerling.

Hati Maya berdesir. Arya menanyakan keadaannya?

Sebuah perasaan aneh merayap di dadanya. Apakah itu hanya basa-basi majikan pada karyawannya, atau ada makna lain?

"Tuan Arya belum berangkat, Bi?" tanya Maya,

berusaha terdengar santai sambil mengambil lap.

"Belum, Mbak. Sebentar lagi. Beliau sedang di ruang kerja. Katanya ada beberapa email yang harus dibalas pagi ini," jelas Bi Sumi. "Nah, hari ini Mbak Maya bisa mulai bersihkan ruang tamu dan ruang keluarga ya. Saya akan bantu di dapur."

"Baik, Bi," Maya mengangguk.

Ia mulai membersihkan ruang tamu. Menyapu lantai marmer, membersihkan debu dari setiap perabot mewah, merapikan bantal-bantal sofa. Setiap gerakan terasa lebih ringan hari ini. Ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan Arya, fokus pada pekerjaannya.

Sekitar satu jam kemudian, saat Maya sedang mengelap meja kopi di ruang tamu, ia mendengar suara langkah kaki dari arah koridor. Sebuah aroma kopi yang kuat dan maskulin menyusul. Jantung Maya berdegup lebih kencang. Ia tahu siapa yang datang.

"Mbak Maya," suara Arya memecah keheningan.

Maya berbalik. Arya berdiri di ambang pintu ruang tamu, bersandar pada kusen. Ia mengenakan celana kain abu-abu dan kemeja putih bersih yang sebagian kancing atasnya terbuka, memperlihatkan sedikit dadanya. Lengan kemejanya digulung rapi hingga siku, menonjolkan otot bisepnya. Di tangannya, ada cangkir kopi.

"Iya, Tuan?" Maya berusaha menjaga nada suaranya tetap formal.

"Bagaimana perasaanmu hari ini? Sudah benar-benar pulih dari insiden kemarin?" tanyanya, matanya menatap lekat Maya. Ada kekhawatiran nyata di sana.

"Sudah, Tuan. Terima kasih atas perhatiannya," jawab Maya, merasa sedikit tersipu.

Arya mengangguk. "Bagus kalau begitu. Saya tidak mau karyawan saya trauma." Ia melangkah masuk, mendekat ke arah Maya. "Tidak perlu terlalu tegang. Saya bukan atasan yang galak." Arya tersenyum tipis, membuat Maya merasa sedikit canggung.

"Saya... saya cuma berusaha profesional, Tuan," kata Maya, menggenggam lap di tangannya.

"Saya suka profesionalisme," kata Arya, kini berdiri cukup dekat di depannya. Aroma kopinya yang hangat, bercampur dengan parfum maskulinnya, menyergap indra penciuman Maya. "Tapi saya juga ingin karyawan saya nyaman. Kamu sudah sarapan?"

"Sudah, Tuan," jawab Maya.

"Minum?" Arya mengangkat cangkir kopinya sedikit. "Saya baru saja membuat kopi. Mau kopi? Atau teh?"

"Tidak usah, Tuan. Terima kasih," tolak Maya. Ia merasa tidak enak jika harus menerima tawaran itu.

Arya tersenyum lagi. "Jangan sungkan, Mbak Maya.

Kamu sudah bekerja keras. Anggap saja itu reward kecil." Ia melangkah mendekat ke arah meja kopi yang baru saja Maya lap, meletakkan cangkirnya di sana.

Gerakan itu membuat mereka sangat dekat. Terlalu dekat. Maya bisa merasakan kehangatan tubuh Arya, dan ia harus menahan napas agar tidak terlalu mencium aroma parfumnya yang memabukkan. Sebuah rasa aneh menjalar di perutnya.

"Saya ingin memastikan kamu betah di sini," kata Arya, suaranya pelan, seolah hanya untuk didengar Maya.

Matanya menatap lurus ke dalam mata Maya.

Maya merasakan jantungnya berdetak kencang.

Tatapan Arya begitu intens, begitu dalam, membuat Maya merasa tidak bisa menyembunyikan apa pun darinya. Ada sebuah pertanyaan tak terucapkan di mata Arya, sebuah undangan.

"Saya... saya nyaman, Tuan," jawab Maya, suaranya nyaris berbisik.

Tiba-tiba, ponsel Arya berdering. Ia sedikit menjauh, meraih ponsel dari saku celananya. "Ya, halo?" Suaranya berubah, menjadi lebih tegas dan lugas, khas seorang pengusaha.

Maya memanfaatkan momen itu untuk menarik napas lega. Ia kembali mengelap meja, mencoba menenangkan diri. Ia mendengar Arya berbicara di telepon tentang rapat, proyek baru, dan beberapa angka-angka besar.

Sebuah dunia yang jauh berbeda dari kehidupan pas-pasan Maya.

"Oke, saya akan segera ke sana," kata Arya, menutup teleponnya. Ia menoleh ke arah Maya. "Saya harus pergi. Ada rapat mendadak."

"Baik, Tuan," kata Maya.

"Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu. Jika butuh apa-apa, hubungi Bi Sumi," pesan Arya. "Dan kalau kamu merasa tidak nyaman dengan situasi kemarin, jangan ragu untuk memberitahu saya."

"Tidak apa-apa, Tuan. Saya mengerti," kata Maya.

Arya mengangguk. Ia melangkah keluar dari ruang tamu, meninggalkan Maya sendirian lagi.

Maya kembali membersihkan, tetapi pikirannya kini penuh dengan interaksi singkatnya dengan Arya.

Perhatian kecil yang ia tunjukkan, tawaran kopi, tatapan intens itu. Semua itu seperti tetesan air yang perlahan mengisi gelas kosong di hatinya. Kehampaan yang selama ini ia rasakan, kini sedikit demi sedikit terisi oleh kehadiran Arya.

Siang itu, Bi Sumi pulang dari pasar dengan membawa banyak belanjaan. "Wah, Mbak Maya sudah bersih-bersih ruang tamu ya? Cepat sekali. Terima kasih ya," katanya, kagum.

"Sama-sama, Bi. Sudah kewajiban saya," jawab Maya.

"Mbak Maya mau masak apa hari ini?" tanya Bi Sumi.

"Tuan Arya suka makan apa, Bi?" Maya bertanya.

"Beliau tidak rewel. Tapi dia suka sekali masakan rumahan. Jangan terlalu pedas, ya," jawab Bi Sumi. "Saya akan bantu siapkan bahannya."

Maya mulai memasak dengan Bi Sumi. Aroma bumbu-bumbu segar memenuhi dapur. Sebuah kegiatan yang menenangkan, dan ia senang bisa membantu.

Sore menjelang. Maya sudah menyelesaikan hampir

semua pekerjaannya. Rumah itu kini bersih, rapi, dan harum. Ia merasa puas dengan hasil kerjanya.

Saat ia sedang mengelap meja makan di dapur, ia mendengar suara mobil di depan rumah. Arya sudah pulang. Jantung Maya kembali berdebar. Ia segera pergi ke toilet untuk sedikit merapikan diri. Ia memastikan rambutnya tidak acak-acakan dan dasternya tidak terlalu kusut.

Saat kembali ke dapur, Arya sudah duduk di island table, menyesap air putih. Wajahnya terlihat sedikit lelah, tapi masih memancarkan aura karismatiknya.

"Bagaimana hari ini, Mbak Maya? Lancar?" tanyanya, menoleh.

"Lancar, Tuan. Semua sudah saya bereskan," jawab Maya.

"Bagus. Saya lihat rumah jadi lebih bersih. Aroma masakan juga harum sekali," kata Arya, tersenyum tipis.

"Anda yang masak?"

"Iya, Tuan. Dengan bantuan Bi Sumi," jawab Maya.

"Terima kasih banyak. Anda memang cekatan," puji Arya, matanya menatap Maya dengan senyum yang kali ini lebih hangat.

Pujian itu membuat Maya merasa bangga, sekaligus sedikit malu. Sudah lama sekali ia tidak mendapatkan pujian seperti itu, apalagi dari seorang pria.

"Anda pasti lelah. Saya sudah memesan makanan

untuk makan malam Anda," kata Arya, menunjuk ke arah tas kertas berisi boks makanan di sudut meja. "Pulanglah. Anda butuh istirahat."

"Oh, tidak perlu repot-repot, Tuan," kata Maya.

"Tidak masalah. Anggap saja itu ucapan terima kasih," kata Arya, beranjak dari duduknya. Ia melangkah mendekat ke arah Maya, mengambil tas makanan itu. "Ini untuk Anda."

Maya menerimanya. Jari-jari mereka bersentuhan sesaat. Sentuhan yang singkat, namun terasa seperti sengatan listrik. Maya segera menarik tangannya, merasakan pipinya memanas.

Arya tersenyum tipis, seolah menyadari reaksi Maya.

Matanya menatapnya dalam, sebuah tatapan yang membuat Maya merasa waktu melambat.

"Hati-hati di jalan, Mbak Maya," bisik Arya, suaranya sedikit rendah.

"Terima kasih, Tuan," Maya tergagap. Ia segera berbalik dan berjalan cepat keluar dari dapur.

Ia berjalan cepat melewati ruang tamu, melewati koridor. Jantungnya berdebar tak karuan. Sentuhan itu.

Tatapan itu. Sebuah gelombang panas menjalar di tubuhnya. Ia tahu ini tidak benar. Ia tahu ia harus menjaga jarak. Tapi entah mengapa, setiap sentuhan, setiap tatapan, justru membuatnya semakin tertarik.

Saat ia tiba di gerbang, ia membuka kunci. Sebuah

mobil mewah berwarna hitam melintas di jalanan depan rumah Arya, mengurangi kecepatan sesaat, lalu melaju pergi. Maya tidak terlalu memedulikannya. Pikirannya dipenuhi oleh Arya dan sentuhan tangan mereka tadi.

Ia menutup gerbang di belakangnya, lalu berbalik. Di belakangnya, di balik gerbang rumah Arya, ia melihat Arya berdiri di teras. Pria itu menatapnya, sebuah senyum tipis masih terukir di bibirnya. Senyum yang penuh arti, seolah mengatakan, "Sampai jumpa besok."

Maya segera berbalik, jantungnya berdebar kencang.

Apakah sentuhan tadi disengaja? Apakah tatapan itu memang memiliki makna lebih? Sebuah ketidakpastian yang manis mengelilinginya. Ia tahu ia sedang bermain api. Dan ia tidak tahu apakah ia ingin berhenti.

1
Mar lina
kalau sudah ketagihan
gak bakal bisa udahan Maya..
kamu yg mengkhianati Tama...
walaupun kamu berhak bahagia...
lanjut Thor ceritanya
lestari saja💕
klo sdh kondisi gtu setan gampang bgt masuk menghasut
lestari saja💕
ya pasti membosan kan bgt.bahaya itu
lestari saja💕
mampir,penulisannya bagus,semoga ga berbelit2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!