"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Draft
"Mama.... Papa.."
Ana terbangun mendadak dengan napas yang terputus-putus. seluruh tubuhnya di penuhi dengan keringat.
“Tidak… tidak… jangan tinggalkan Ana… Ma… Pa…”
Air mata mengalir deras tanpa ia sadari.
Ia memegang kepalanya, memeluk dirinya sendiri, meredakan panik dan ketakutan yang menyergap dirinya. Bayangan masa lalu seolah tidak pernah hilang dari ingatannya.
Pandangan matanya kabur, namun ia tahu betul ini bukan kamarnya.
Bukan kontrakannya.
Bukan rumah sakit.
ranjang ini begitu empuk, ruangan mewah ini sangatlah asing.
Dia langsung bergidik ketakutan.
“Di… di mana ini…? Aku… aku di mana?!”
Ana menarik selimut, berusaha untuk bangun, namun tubuhnya lemah.
Napasnya makin cepat.
“Aku… aku diculik…? T-tidak… tidaaak…”
Air matanya semakin deras.
"apa ginjal ku akan di ambil? "
Tangannya merasa kedinginan, lutut gemetar.
Saat itu—
Tok. Tok. suara ketukan pintu memecah ketakutannya.
Milo muncul dari pintu kecil itu.
Wajahnya langsung panik ketika melihat Ana menangis.
“Kak Ana! Ayah! Kak Ana bangun tapi dia ketakutan!”
Suara langkah besar terdengar bdengan celat
Daniel langsung masuk dengan ekspresi tegang.
Ana masih gemetar ketika Daniel masuk ke kamar tamu.
Wajahnya basah oleh air mata, tubuhnya terlipat seperti seseorang yang sedang menahan sakit yang tidak terlihat.
Milo berlari ke sisi tempat tidur.
“Kak Ana… jangan menangis… ini rumahku… bukan tempat orang orang jahat…”
Ana tersentak saat mendengar suara Milo.
Ia menoleh cepat, matanya membesar ketakutan.
“A-aku… di mana…? Milo… kenapa kamu bisa di sini…? Apa—apa yang terjadi…?”
Ia memegangi kepalanya, seperti menahan suara-suara yang tidak jelas.
Nafasnya naik-turun, dengan cepat.
Daniel mendekat satu langkah.
namun itu adalah suatu Kesalahan.
Begitu tubuh Daniel bergerak, Ana langsung mundur ke sudut tempat tidur, menarik selimut hingga menutupi tubuhnya.
“Jangan! Jangan memdekat! Tolong jangan sakiti aku! tolong”
Suaranya pecah, penuh rasa kesakitan.
Daniel terhenti.
Rahangnya mengeras.
“Aku tidak akan menyakitimu. tenanglah Ana”
“B-Bo—bohong!”
Ana mencondongkan tubuhnha, tangannya meraba-raba ke udara seolah mencari sesuatu untuk melindungi diri.
“Lelaki itu… laki-laki jahat.. tidakk.. jangan sentuh aku.. aku—aku ingat…”
Ia menggigil, wajahnya pucat setengah mati.
Daniel memejamkan mata sejenak.
Rasa bersalah mengalir seperti racun.
Suaranya sedikit melunak.
“Ana… aku mohon tenanglah. . Aku minta maaf..”
Tapi kata maaf justru membuat Ana semakin terguncang.
Air matanya mengalir deras, tubuhnya bergetar makin hebat.
"Tidak akan ada yang bisa menyakitimu disini."
“Aku… aku tak bisa ingat semuanya… tapi kepalaku sakit—begitu sakit…Aghhhh” Ana menjerit dengan keras.
Ia memegang kepalanya dengan kedua tangan, berharap rasa sakit itu bisa hilang secepatnya.
"aghhh." Lagi-lagi suara Ana terdengar nyaring.
“Ada suara… benturan… kaca… darah… tapi aku tidak ingat apa sebenarnya… apa yang terjadi..laki-laki itu.. ”
Daniel terdiam sejenak. apa yang di ucapkan Ana seolah begitu familiar di otaknya. Namun ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"tolong.. jangan.. "
Daniel menatapnya tajam.
Trauma. Luka lama. kesakitan ternyata Lebih dalam dari dugaan.
Milo menggenggam tangan Ana lembut.
“Kak Ana, kamu aman. Ayahku nggak jahat. Kamu selamat… kamu sama aku sekarang.”
Ana menatap Milo lama… tapi ketakutan itu tetap ada.
Seolah ia tidak mampu merasa aman bahkan ketika harusnya ia bisa.
hanya beberapa detik ia merasa tenang oleh sentuhan lembut tangan Milo.
namun Matanya melebar tiba-tiba.
“Apa… itu suara hujan…?”
Ia menoleh panik ke arah jendela.
Memang benar di luar, hujan mulai turun dengan ringan. airnya membasahi jendela kamar tamu.
Tetapi bagi Ana…
hujan itu terdengar seperti ribuan suara gemuruh yang memaksa masuk ke dalam kepalanya.
“TIDAAAK!!”
Ia menutup telinganya dan menjerit ketakutan.
“Berhenti! Berhenti! Jangan! Ma… Pa… jangan pergi… jangan pergi lagi!”
Jeritan itu menusuk dada Daniel.
Rasanya seperti melihat seseorang yang tenggelam meski sedang berada di daratan.
“Ana…” Daniel berlutut di sampingnya.
“Seseorang telah melukaimu di masa lalu. Tapi di sini, kamu aman. aku mohon tenanglah..”
Ana memandangnya, tatapan kosong, penuh kebingungan, dan hancur.
“Kenapa… aku takut sekali… padahal aku tidak ingat apa yang terjadi…”
Daniel menegakkan tubuhnya, memberi isyarat pada Milo untuk mendekat.
Milo memeluk Ana perlahan, takut membuatnya semakin panik.
“Kak Ana… jangan takut… aku ada… aku nggak akan ninggalin Kak Ana…”
Ana menggigil saat merasakan pelukan kecil itu, namun ia tidak menolak.
Justru ia menangis lebih keras, tangannya terangkat ragu-ragu sebelum akhirnya membalas pelukan Milo.
Daniel melihat itu.
Ada sesuatu yang mencengkeram dadanya dengan erat.
Sakit. dan terasa sangat sesak.
"ada apa dengan diriku. " gumam Daniel dalam hatinya.
Sakit karena melihat bocahnya dan gadis itu sama-sama terluka.
Setelah beberapa menit, Ana berangsur-angsur tenang. napasnya mulai terdengar stabil. Milo masih setia mengusap punggung ringkih milik Ana.
"Ana sebenarnya kenapa? apa yang terjadi" tanya Daniel dengan khawatir.
ia mendekat pada Ana namun tetap menjaga jaraknya tidak ingin membuat gadis itu semakin ketakutan.
Ana diam, matanya menatap Milo dan Daniel bergantian. Ia baru ingat sekarang dia memang tinggal di rumah anak kecil yang ia tolong tadi pagi. kenapa ia bisa sampai melupakannya. Ahh mungkin ini karena mimpi buruknya datang lagi. Ingatan itu masih terus menajadi trauma di hidupnya. ingatan yang buram dan tidak begitu jelas di kepalanya seolah terus memaksa masuk ke dalam otaknya seperti ribuan jarum.
"Ana. apa kamu tidak apa-apa? "
Ana menghapus air matanya ia menatap Milo dan berusaha untuk tersenyum lembut. tangannya terulur menyambut kedatangan Milo.
"Aku tidak apa sayang. Hanya sedikit mimpi buruk. " Ana beringsut maju dan menyambut uluran tangan Ana.
"Syukurlah Ana. aku sangat khawatir. "
Daniel menghembuskan nafas leganya, setidaknya beban di pundaknya sedikit berkurang.
Daniel mengambil gelas yang berisi air putih dari rak sisi ranjang dan menyerahkannya pada Ana.
"Minumlah! " Ana menatap gelas itu dengan ragu, tenggorokannya begitu kering tapi juga ada sedikit ketakutan yang hinggap.
"tidak ada apa-apa di sana Ana. " ucap Milo dengan lembut.
tangan Ana perlahan terulur mengambil gelas itu. meneguk isinya dengan perlahan.
"Aku di sini Ana. " ucap Milo sambil mengusap tangan Ana dengan lembut. anak kecil berusia 6 tahun itu terlihat tulus menyayangi Ana.