Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalian jodoh banget sih
Gino masih berdiri di sisi sofa, memperhatikan Devan yang tampak … kalah . Itu kata yang paling tepat. Kalah oleh gadis mungil yang bahkan mengurus dirinya sendiri saja tak sanggup. Pemandangan ini terlalu langka, terlalu memuaskan buat Gino.
"Van," Gino berdeham sambil menyilangkan tangan.
"Akh serius … seumur hidup, baru kali ini liat kamu nggak bisa ngapa-ngapain. Biasanya kamu yang bikin orang lain mati gaya."
Devan melotot tajam, tapi itu percuma. Gauri yang tertidur di pangkuannya jadi semacam perisai hidup yang membuatnya tak berani banyak gerak.
Gino mendekat, menurunkan suaranya, prihatin.
"Kasihan banget Gauri yang manis. gumamnya.
"Dia masih muda, trauma, pikirannya seperti anak-anak…"
Devan tidak mengangguk, tapi setuju dalam hati. Gino bicara lagi kemudian. Tapi kali ini sengaja menggoda Devan.
"Kalau di pikir lucu sekali." lanjut Gino dengan wajah tengil.
"Melihatmu di cium-celetuk sama gadis remaja, nempel, ngendus-ngendus … Van, sumpah, itu tadi pipinya sempet nyium dagumu kan? Gimana? Manis nggak? Harum susu vanilla?"
Devan hampir meledak.
"G I N O…"
Gino mengangkat alis, pura-pura polos.
"Jangan marah, jangan marah. Kamu kan wangi vanilla milk musk limited edition, eh gimana rasanya punya penggemar pertama dari kalangan… ya, gadis manis yang umurnya udah 18 tahun? Jangan-jangan kamu seneng?"
Devan meraih bantal sofa dan melemparkannya. Sayangnya, ia lupa bahwa Gauri tidur dengan kepala menyandar ke dadanya, bantal itu terpental kecil dan hampir mengenai Gauri. Devan mendadak panik dan langsung menahannya dengan satu tangan.
"Gila! Kau mau bikin dia bangun?!"
Gino langsung cekikikan, makin menjadi, suara tawanya sampai nyaris jatuh dari sofa.
"Kalian jodoh banget sih," katanya sambil memegang perut, tertawa seperti orang yang baru dapat wangsit.
"Aku sudah bilang dari awal, kamu tuh paling cocok sama tipe lembut, dan nggak nyadar bikin kacau kayak dia."
Devan mengatupkan rahang.
"Aku sumpahin kau ketemu cewek tantrum juga suatu hari nanti."
"Boleh," jawab Gino santai.
"Asal nggak nempel di pangkuanku sambil bilang ini susu Gauri."
"GINO!"
Gino tertawa makin keras, menunduk, bahkan sempat berlutut di lantai sambil memukul karpet saking tidak kuat.
Devan hanya bisa memalingkan wajah, menahan diri agar tidak menggorok sahabatnya itu. Apalagi dengan Gauri yang makin meringkuk, napasnya teratur seperti anak kecil yang akhirnya merasa aman untuk pertama kalinya.
Sial. Sungguh sial sekali.
Di momen itu, pintu balkon terbuka pelan. Agam kembali masuk, wajahnya jauh lebih tenang. Meski mata pria itu agak merah, ekspresi yang ia pasang sudah kembali kokoh. Tapi begitu melihat Devan yang masih terperangkap dengan Gauri tidur pulas di pangkuannya, ia mengembuskan napas panjang yang sulit diartikan, antara simpati dan geli.
"Van," panggil Agam pelan.
Devan mendongak.
"Apa lagi? Dia sudah menahan diri dari tadi.
"Antarin Gauri ke kamarnya." Suara Agam lembut, tapi tegas.
"Kau pasti capek. Lagian… dia bukan anak kecil. Berat juga kalau terlalu lama digendong begitu."
"BERAT?!" Gino memotong sambil tertawa.
"Dia udah kayak guling isi pasir itu!"
Devan mendelik.
"Diam, Gino!"
Agam tinggal mengibaskan tangan, menyuruh Gino berhenti mengoceh.
"Biar cepat. Kalau bangunin dia malah bisa tantrum," jelas Agam.
"Kau angkat saja. Aku tunjukkan kamarnya."
Devan akhirnya mencoba menggeser sedikit posisi duduknya. Gauri menggumam, memeluknya lebih erat. Devan mendesah pasrah.
Ia mengangkat tubuh Gauri dengan hati-hati. Gadis itu ringan, tapi tetap saja memeluknya seperti anak kucing yang tidak mau diturunkan. Devan berdiri perlahan, memastikan kepala Gauri bersandar di bahunya. Ia bahkan memegang punggung gadis itu agar tidak terpantul.
"Lewat sini," ujar Agam sambil berjalan.
Gino mengikuti dari belakang, masih dengan senyum menyebalkan di wajahnya.
"Van, serius, hati-hati. Cewek pertama yang tidur di pelukanmu, yang pertama kali kamu gendong, masa mukanya lecet gara-gara kau tidak hati-hati?"
"Diem, sialan." ucap Devan penuh tekanan.
"Aku cuma peduli masa depan kalian berdua."
"Kalau aku lempar kau dari balkon, siapa yang rugi?"
"Kau, karena kehilangan saksi sejarah momen pertama kamu gendong cewek!"
Devan benar-benar ingin menampar sahabatnya itu dengan sandal kamar.
Mereka akhirnya sampai di depan sebuah pintu putih. Agam membukanya perlahan. Kamarnya lembut, penuh warna pastel, boneka, dan aroma yang menenangkan.
Devan melangkah masuk, menurunkan Gauri ke atas kasur dengan sangat perlahan. Saking pelannya, ia seperti sedang meletakkan barang pecah-belah berharga jutaan dolar.
Gauri menggeliat kecil, mencari posisi yang nyaman. Tangan kecilnya nyaris menarik baju Devan, tapi setelah mendapat bantal peluk besar, genggamannya melonggar. Mata tertutup, napas lembut.
Devan akhirnya bisa bernapas lega.
Ia berdiri tegak, memijat lehernya yang pegal, lalu berjalan keluar kamar.
Begitu pintu ditutup, Agam sudah berdiri menunggu di lorong, dengan tangan berkacak pinggang, matanya menatap Devan dan Gino seperti dua anak kecil ketahuan mencuri cokelat.
"Jadi kalian yang ninggalin Gauri di jalan kemaren?" dia ingat kejadian kemarin saat ia menemukan Gauri menangis sendirian di jalan. Dia ingat Gauri bilang dia di tinggal kakak ganteng, kakak ganteng itu marah-marah. Ia sempat dengar ucapan Gino tadi. Dan dia makin yakin yang tinggalin Gauri di jalan itu mereka.
Udara langsung hening.
Gino menunjuk Devan.
Devan menunjuk Gino.
"Dia," seru mereka berdua bersamaan.
"Baik," ucap Agam dengan suara yang begitu tenang sehingga keduanya merinding. Devan kalau bersama kedua sahabatnya, sifatnya nggak dingin-dingin amat.
"Siapa yang mau aku gebukin dulu?"
"Gam, kami ninggalin karena nggak kenal dia siapa. Kau tahu Devan dinginnya seperti apa kan? Apalagi sama yang namanya cewek. Kemaren, adek kamu itu tiba-tiba masuk ke mobil Devan, naik ke pangkuannya dan makan bibirnya malah. Makanya Devan marah besar." Gino menjelaskan.
"Makan bibir?" Agam menyipit tajam. Devan lagi-lagi di buat geram karena Gino bawa-bawa dia di cium Gauri.
"Aku tidak kenal dia, aku aku benci wanita, kau tahu itu. Setelah dia melakukan itu aku marah sekali. Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya." Devan menjelaskan dengan gaya kakunya.
"Kalian meninggalkannya."
BUKKK!
Tangan Agam cepat sekali meninju perut Devan dan Gino bergantian. Keduanya kaget menahan kesakitan.
"Itu hukuman." kata Agam kesal.
Gino terbatuk lalu tertawa. Devan biasa saja. Pukulan itu tidak seberapa. Kalau jadi Agam dia juga akan melakukan hal yang sama, bahkan lebih parah dari itu.
"Awas saja kalau kalian menyakiti Gauri lagi." ancam Agam kemudian.
Devan Ampe gak tenang disamping Gauri, terlalu banyak hal yg bikin degdegan ya Van 🤭
Tapi gimana Gauri ga tergantung sama bapak,, perhatiannya itu lho...,, Gauri ga tau sj kalo pak Devan sudah dag Dig dug ser....🤭
Sabar yah Van 🤭🤭🤭