Tutorial membuat jera pelakor? Gampang! Nikahi saja suaminya.
Tapi, niat awal Sarah yang hanya ingin membalas dendam pada Jeni yang sudah berani bermain api dengan suaminya, malah berakhir dengan jatuh cinta sungguhan pada Axel, suami dari Jeni yang di nikahinya. Bagaimana nasib Jeni setelah mengetahui kalau Sarah merebut suaminya sebagaimana dia merebut suami Sarah? Lalu akankah pernikahan Sarah dengan suami dari Jeni itu berakhir bahagia?
Ikuti kisahnya di dalam novel ini, bersiaplah untuk menghujat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady ArgaLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30.
Di kediaman Sarah, tampak Nyonya Ellen dan Tuan Bryan baru saja tiba di rumah putri semata wayangnya itu.
"Apa ini?" gumam Nyonya Ellen sambil berjalan cepat masuk ke rumah Sarah yang pintunya tampak terbuka lebar itu.
"Hey, babe! Momy's coming!" serunya di depan pintu rumah.
"Sarah di dapur, Mom!" sahut Sarah yang ternyata tenaga sibuk memasak dengan Bu Leha di dapur rumahnya.
"Momy mau ke dapur, Dad. Dady mau di buatkan sesuatu?" Nyonya Ellen melirik suaminya yang tampak tengah memperhatikan ikan di aquarium rumah Sarah.
"Oh, sure. Chamomile tea please." Tuan Bryan melempar senyum manisnya pada Nyonya Ellen.
"Baiklah, tunggu di sini." Nyonya Ellen bergegas ke dapur setelah meninggalkan tasnya di atas meja ruang tamu.
Di dapur tampak Sarah dan Bu Leha tengah meracik bumbu untuk membuat soto ayam, aromanya yang khas langsung menyeruak begitu Nyonya Ellen menginjakkan kakinya di lantai dapur.
"Hei, Zulaikha. Kamu di sini juga?" sapa Nyonya Ellen sambil menghampiri keponakan jauhnya itu.
"Iya, Bi. Abisnya tadi di ajakin sama si Sarah buat bikin soto, kebetulan saya nggak masak jadi ya oke aja hehe. Lumayan, Bi. Ngurangin anggaran belanja," kelakar Bu Leha sambil terus menyuir potongan ayam yang sudah di goreng.
Nyonya Ellen terkekeh pelan menganggapi banyolan Bu Leha.
"Oh ya, Sarah. Koper siapa itu yang kamu di depan dekat pagar? sepertinya kehujanan ya, basah semua Momy lihat," tanya Nyonya Ellen.
Sarah menoleh sekilas kemudian kembali sibuk dengan panci sudah sotonya.
"Koper Mas Bima, Mom. Semua barang dia sudah Sarah keluarkan dari rumah ini, jadi kalau nanti dia pulang kan dia tinggal bawa aja. Nggak sudi Sarah kalau dia sampai menginjakkan kakinya lagi di rumah ini," geram Sarah sembari mencicipi rasa kuah sotonya.
Nyonya Ellen tampak manggut-manggut. "Yah, kamu benar. Tapi masa harus sampai kehujanan begitu nggak di teduhin sih, kan kasian kalau sampai barangnya basah semua, Sweetie."
"Ah, udahlah, Bi. Ngapain Bibi ngurusin laki-laki kayak begitu, ya salahnya sendiri lah bukannya dari kemarin kemari buat ambil barangnya malah kelayapan lagi nggak tau kemana. Sarah itu sudah bener dan baik hati masih mau bantu beresin barangnya dan masukin ke koper, coba kalo ke kardus kayak waktu pertama kali dia ikut Sarah ke rumah ini." Bu Leha menyela dan terus menyerocos saking geramnya.
Sudah lama dia sangat kesal pada Bima, namun untuk ikut campur masalah rumah tangga mereka tentu saja Bu Leha tak berani. Selain karna bukan urusannya dia juga enggan di bilang kepo.
"Haha, ada ada aja sih kamu, Ika. Ya sudah lanjutin nyuir ayamnya, awas jangan kamu makanin lho, nanti tau tau abis." Nyonya Ellen terkekeh sambil beranjak untuk membuat teh chamomile pesanan suaminya.
"Biar Sarah aja, Mom." Sarah meraih teko yang akan di gunakan Nyonya Ellen untuk menyeduh teh.
Tapi Nyonya Ellen malah merebut kembali teko itu. "Halah, kamu lagi sibuk. Udah lanjutin aja, Momy ini masih kuat kok kalo cuma bikin teh doang. Kecuali gali parit baru Momy nggak kuat."
Tawa mereka pecah karena banyolan receh dari Nyonya Ellen yang sejak tadi tampaknya sangat senang dan bahagia. Begitupun Sarah, rasanya semua beban di dadanya sudah terangkat dan menyisakan ruang kosong yang begitu plong dan lega.
"Kapan kamu mau urus perceraian kamu, Babe? kalau bisa secepatnya ya, Momy sudah pusing kalau sampai ketemu lagi sama di cecunguk itu." Nyonya Ellen bertanya sambil mengaduk teh yang baru saja di seduhnya.
Sarah duduk di meja makan karna kuua sotonya sudah matang.
"Sarah juga maunya secepatnya, Mom. Tenang saja, kali ini Sarah akan dengarkan kata-kata Momy dan Dady. Maaf karena dulu Sarah begitu bandel dan membangkang pada larangan kalian dan malah berakhir seperti ini."
"Kalo udah beres, nanti langsung menikah lagi aja Sarah. Biar si Bima kampret itu makin nyesel udah lepasin kamu," sambar Bu Leha kesal.
Saking kesalnya tiap membicarakan Bima, ayam yang ada di tangannya di cabik-cabik sekuat tenaga seakan itu adalah wajah Bima.
Sarah menatap Bu Leha dan tersenyum miring. "Tenang saja, Bu. Semua sudah masuk di skenario saya. Bukan hanya menyesal, saya akan buat lelaki tak tau terima kasih itu menangis darah karna sudah mempermainkan hidup saya."
Bu Leha terdiam, dia tak menyangka kalau Sarah ternyata mewarisi darah psikopat ibunya yang kini melirik sambil menyeringai.
"Haish, wes sak karepmu lah. Tapi bisa nggak jangan begitu senyumnya, serem tau!" protes Bu Leha karna merasakan tengkuknya mulai merinding.
"Tenanglah, Ika. Kamu tidak termasuk daftar manusia yang akan jadi mangsa kami kok." Nyonya Ellen berbalik sambil memamerkan senyum manisnya yang lebih tampak seperti senyumannya hantu bagi Leha.
Sarah menatap dan ibu sambil terkekeh geli, karena berhasil mengerjai Bu Leha yang kini tampa pucat dan ketakutan.
"Ah udahlah, saya pulang aja kalo gitu. Ngeri saya nanti malah jadi gantinya ayam itu lagi." Bu Leha bangkit dari duduknya dan meninggalkan suiran ayam yang sudah selesai semua itu.
Sarah menangkap tangan Bu Leha dan menariknya sedikit. "Bu Leha mau kemana? ibu ayamnya kurang loh, kayaknya enak kalau kita ganti jadi daging ...."
Bu Leha menghempas tangan Sarah dan cepat-cepat berlari keluar.
"Tidakkkk! jangan mutilasi aku! dagingku pahit sumpah! nyamuk aja nggak doyan sama darahku saking pahitnya! Aaaaaaaaa!" Bu Leha menjerit-jerit sambil terus berlari keluar rumah.
Brakk
Bu Leha menabrak pot bunga milik Sarah dan jatuh terjungkal.
"Ya ampun, Bu. Bu Leha sih nggak hati-hati." Sarah yang berlari mengejar Bu Leha langsung membantunya berdiri dan mengibas debu yang mengotori gamisnya.
"Lepasin Ibu, Sarah. Jangan apa apain, Ibu. Ibu nggak punya salah apa apa sama kamu, Sarah." Bu Leha memberontak berusaha melepaskan pegangan tangan Sarah.
Tapi Sarah justru beralih memegangi bahunya dengan sedikit menekan.
"Bu Leha lihat Sarah!"
Bu Leha yang sejak tadi berontak langsung kicep dan menuruti perkataan Sarah.
"Emangnya Sarah ada tampang-tampang kanibal apa? Sarah cuma bercanda, Bu Leha. Ya Allah!"
Bu Leha membulatkan matanya lebar-lebar. "Ah, yang bener kamu Sarah!"
"Ya Bu Leha kan selama ini kenal Sarah. Masa begitu aja nggak paham sih? baru di kerjain sedikit aja udah langsung kabur ampe nyungsep begitu. Untuk kaga berdarah itu kepala, Bu." Sarah terkekeh geli.
Nyonya Ellen menyusul ke depan setelah menjelaskan pada Tuan Bryan penyebab Bu Leha berlarian sambil berteriak histeris tadi.
"Udah ayo masuk, kita makan bareng yuk. Kebetulan tadi Momy sama Dady juga beli pancake, kayaknya cocok buat cuci mulut habis makan soto," celetuk Nyonya Ellen.
Bu Leha tampak berbinar senang setelah sebelumnya sempat histeris karna mengira Sarah betulan psikopat.
Mereka berjalan hendak masuk, namun Bu Leha cepat memepet Sarah dan berbisik di telinganya.
"Sarah, nanti saya minta sotonya buat di bawa pulang ya. Buat lauk si Bapak sama Ardi."
Sarah menoleh dan mengangguk sambil tersenyum. Tapi sejurus kemudian senyumnya pudar, saat melihat seseorang yang tengah berdiri memperhatikan mereka dari luar pagar rumahnya.
"Permisi," ucapnya pelan dengan mata berkaca-kaca.