Seoramg gadis yang berprofesi Dokter harus menikah dengan seorang pria yang ia tolong.
Dokter Manya Aidila adalah nama gadis itu. Usianya dua puluh enam tahun. Bertugas di sebuah daerah terpencil minim sarana dan prasarana. ia bertugas di sana selama tiga tahun dan sudah menjalankan tugas selama dua tahun setengah.
Suatu hari gadis itu mendengar suara benda terjatuh dari tebing. Ia langsung ke lokasi dan menemukan mobil yang nyaris terbakar.
Ada orang minta tolong dari dalam mobil. Dengan segala kekuatanmya ia pun menolong orang yang ternyata seorang pria bule.
Si pria amnesia. Gadis itu yang merawatnya dan ketua adat desa memintanya untuk menikah dengan pria bernama Jovan itu.
Awalnya biasa saja Hingga kejadian menimpa Manya. Jovan dijebak dan pria itu merenggut kesucian gadis itu.
Hingga tinggal dua bulan lagi Manya selesai masa dinas. Jovan yang sudah ingat akan dirinya pergi begitu saja meninggalkan istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A STORY
Aldebaran memilih menginap di rumah mungil cucu menantunya. Hal ini membuat supir kalang kabut karena Abraham dan Maira ikut menginap. Manya hanya bisa menghela napas panjang beruntung para suster satu kamar dengan para bayi.
Pagi hari setelah kepergian Manya dan Jovan ke rumah sakit. Aldebaran, Abraham dan Maira saling berdiskusi.
"Jadi setelah William kau penjara, kau belum mencari asisten baru?" Abraham menggeleng.
"Bukan tidak pernah, tapi pernah beberapa kali tapi kinerja mereka buruk semua!" jawabnya.
"Kau tak mau memberi kesempatan kedua bagi Wiliam?" lagi-lagi Abraham menggeleng.
"Memberi kesempatan pada pengkhianatan, benar-benar akan membunuh putraku," jawab Abraham. "Lagi pula hukuman pria itu lima belas tahun penjara."
"Jadi kau mengandalkan Praja saat ini?"
"Ya, adik angkatku itu sangat luar biasa," sahut pria itu bangga.
"Beda dengan adik satu ayahku," lanjutnya menyindir.
"Sayang," peringat Maira.
"Aku tidak masalah Maira. Daddy, mengakui itu. Kadang daddy juga bingung, kenapa Roy bisa seperti itu. Sekarang istrinya telah menikah dengan pria lain, putra yang ia bangga-banggakan entah kemana," lanjutnya dengan tatapan menerawang.
"Sudah jangan bicarakan hal buruk. Lalu tentang konferensi pers untuk mengumumkan keturunan kita, aku jadi takut sendiri," ujar Maira tiba-tiba cemas.
"Mama ... bustel mama pana!"' teriak Abi mencari ibunya..
Abraham, Maira dan Aldebaran masuk ke dalam rumah. Semua anak mulai ribut mencari ibu mereka. Inilah yang dikhawatirkan Manya.
"Baby, mama kerja sayang," ujar Maira memberitahu.
"Pelja??" tanya Agil dengan mata berkaca-kaca dan bibir dicebikkan.
"Iya baby," sahut Maira lalu mendudukkan dirinya di karpet. Sedang Aldebaran dan Abraham duduk di sofa.
"Piasana mama ajat pita peulja moma ... hiks ... hiks!" cebik Laina.
"Sekarang tidak boleh sayang. Rumah sakit tidak boleh dikunjungi anak-anak sehat seperti kalian," jelas Maira.
"Teunapa moma? Teumalin-teumalin poleh!" sahut Syah juga ekspresi sedihnya.
"Mama kan kerja, jadi biar tidak mengganggu kita doain mama agar cepat pulang ke rumah dengan selamat ya,' ajar Maira pada semua cucunya.
Semua mengangguk. Mereka juga diminta berdoa untuk papa mereka.
"Papa yayah peulja judha?"
"Iya sayang, papa yayah kerja," jawab Maira.
"Sekarang sarapan dan mandi sama suster ya," ujar wanita itu dan diangguki semua bayi.
Maira menghela napas panjang. Terlihat kedekatan tujuh cucu kembarnya pada sang ibu dibanding ayahnya.
"Dua tahun kalian lewati bersama, terbayang betapa susahnya menantuku membawa tujuh janin dalam perutnya ke mana-mana," gumamnya.
Sementara Leticia mendatangi mansion mewah yang ia akui akan segera ia kuasai nanti.
"Biarkan aku masuk!" teriaknya pada penjaga.
Sayang, penjaga gerbang tak mau mendengar teriakan gadis gila itu. Pria itu malah memasang headset di telinganya dan menyetel musik begitu keras agar tak mendengar teriakan Leticia.
"Aku pastikan kalian semua dipecat dan sengsara di pinggir jalan!"
Gadis itu memukul stir mobil hingga tangannya memerah. Ia meringis kesakitan. Mengambil ponsel dan melakukan panggilan telepon pada pria pujaannya.
Lagi-lagi Leticia harus menelan kekecewaan karena nomornya sudah diblokir oleh Jovan.
"Berengsek kau Jovan!" teriaknya.
"Aarrghh!"
Leticia begitu kesal. Ia memejamkan mata, napasnya memburu dan mukanya memerah. Ia berusaha menenangkan diri. Mencoba berpikir jernih.
"Kata orang-orang bayaranku bilang jika Jovan kini bekerja di rumah sakit yang kemarin ibunya ditangani," gumamnya.
"Aku ke sana!" ujarnya langsung memutar kemudi dengan cepat dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Hanya butuh dua puluh menit, ia sudah sampai di halaman rumah sakit. Leticia merapikan penampilannya. Mengulas lipstik merah di bibirnya, memakan permen karet agar tak tercium alkohol di mulutnya, menyemprot parfum di seluruh tubuhnya dan terakhir ia mengenakan kacamata hitamnya.
Dress ketat yang senada dengan warna kulitnya. Membuat ia disangka telanjang. Tubuh seksinya melenggak-lenggok bak peragawati. Dulu, ia bisa menaklukkan Jovan dengan semua sikap manjanya. Bahkan pria itu begitu marah ketika kedapatan dirinya berselingkuh dengan sepupu tirinya.
"Aku yakin, kau masih mencintaiku sayang. Tak mungkin kau melupakan aku begitu saja," gumamnya.
"Maaf nona, anda mau ke mana?" tanya salah satu pegawai rumah sakit.
"Aku mau ke ruangan atasan kalian Jovan Abraham Dinata!"
"Oh, apa sudah ada janji sebelumnya nona?"
"Aku calon istrinya, masa aku harus membuat janji dengan calon suamiku," sahutnya ketus.
"Calon suami? Tapi kemarin kami datang ke pernikahan atasan kami, bukan anda pengantinnya!'
Perkataan petugas rumah sakit itu membuat Leticia mengamuk sejadi-jadinya.
"Kau tau apa manusia rendahan!" ia menghina petugas itu.
"Wanita yang kau lihat di sana adalah pelakor!"
"Dokter Manya bukan pelakor, jaga ucapan anda nona!" teriak petugas itu tak kalah berani.
"Apa siapa namanya? Buruk sekali nama itu!" sindirnya penuh penghinaan.
"Tolong silahkan anda pergi nona, anda mengganggu ketentraman pasien di sini!" usir petugas itu.
"Kurang ajar!" teriak Leticia tak terima.
Tangan gadis itu melayang dan hendak menampar sang petugas.
Tap! Petugas itu menangkap tangan Leticia sebelum mendarat di pipinya.
"Pergi sebelum sekuriti menyeret anda!" tekan petugas wanita itu lalu menghempas kuat tangan Leticia.
Tubuh gadis itu sampai terhuyung dan nyaris jatuh.
"Aku pastikan kau jadi gelandangan setelah ini, wanita sialan!" teriak gadis itu murka.
"Nona, jangan buat kegaduhan. Ayo ikut kami sebelum kami seret paksa!" titah dua petugas yang datang.
Leticia menghentak kuat kakinya ke lantai rumah sakit. Untung sepatu yang ia kenakan adalah barang dari bahan berkualitas, jadi tak mudah patah.
Leticia terpaksa pergi dengan hati dongkol. Gadis itu masuk mobil dan pergi dari halaman rumah sakit. Ia memilih pergi menuju salah satu kafe di seberang jalan rumah sakit.
"Aku akan menunggumu sayang," ujarnya lalu memesan minuman dingin untuk mendinginkan otaknya yang panas.
Sementara itu Jovan tampak menghela napas panjang setelah menerima laporan dari Praja tentang kedatangan Leticia.
"Kenapa dulu aku bisa tergila-gila pada gadis itu Praj?" keluh pria itu.
"Entah, aku tak tau. Ketika melihatnya pertama kali saja, aku sudah jijik. Seleramu kadang aneh bro," sindir Praja tepat.
Jovan berdecak. Dulu, ia memandang Leticia begitu manis karena manja dan selalu bergantung padanya. Ada saja kelakuan gadis itu membuatnya merasa dibutuhkan. Tetapi, ketika ia tiba-tiba lupa ingatan Manya menjadi sosok berbeda dari semua gadis yang ia temui. Begitu tangguh, percaya dan baik hati serta berani dan juga kuat.
"Bagaimana menurutmu dengan istriku?" tanyanya.
"Andai ada Nyonya Manya yang kedua, saya mau langsung menikahinya!" jawab Praja cepat.
Jovan menatap tajam pria itu. Sang asisten hanya diam dan tenang ditatap sedemikian rupa oleh atasan sekaligus saudara angkatnya itu.
"Awas kau mendekati istriku!" ancam Jovan.
"Tidak akan, tapi jika Tuan menyakiti nyonya ...." Praja memotong ucapannya.
Jovan memukul lengan pria itu sangat kuat sampai Praja meringis.
"Tak akan kusia-siakan wanita sebaik dan secantik istriku!" ujarnya yakin.
"Siapkan media, kita akan konferensi pers secepatnya!" titah pria itu.
Praja membungkuk hormat. Tadi dua tuan besarnya juga memerintah hal yang sama.
"Aku pastikan akan melindungi kalian dengan nyawaku sendiri, agar kejadian kemarin tak terulang lagi!' janji Praja dalam hati.
bersambung
kurang ngudeng aku