Pernikahan Brian Zaymusi tetap hangat bersama Zaira Bastany walau mereka belum dikaruniai anak selama 7 tahun pernikahan.
Lalu suatu waktu, Brian diterpa dilema. Masa lalu yang sudah ia kubur harus tergali lantaran ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya yang semakin membuatnya berdebar.
Entah bagaimana, Cinta pertamanya, Rinnada, kembali hadir dengan cinta yang begitu besar menawarkan anak untuk mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakitnya Dinnara
Tono berdiri dihadapan majikannya, Winda. Dia telah mendapat tugas dari Winda untuk menelusuri jejak lelaki yang kemarin datang untuk melamar salah satu dari anak kembarnya.
Ya, Brian sempat mengeluarkan cincin yang ia beli dihadapan Winda. Brian meminta izin untuk melamar Rinnada dalam waktu dekat. Tetapi, Winda belum menjawab. Dia perlu tahu asal usul lekaki itu walau ia sudah terkesan dengan kesungguhannya waktu itu.
"Katakan padaku apa yang kau dapat". Titahnya pada Tono yang sejak tadi tertunduk.
"Namanya Brian Zaymusi, Nyonya. Dia seorang mahasiswa tingkat akhir jurusan hukum. Ayahnya seorang pebisnis makanan yang mempunyai cabang di beberapa kota. Ibunya sudah meninggal sekitar 7 tahun yang lalu, tapi Ayahnya tidak menikah lagi. Dari info yang saya dapat, Ayahnya menolak menikah lagi karena sangat mencintai istrinya dan.."
"Cukup". Winda menghela napasnya. Kenapa juga harus di jelaskan kenapa Ayahnya tidak menikah lagi.
Mendengar itu, sedikitnya Winda lega. Menurutnya, lelaki itu baik jika ayahnya seperti yang Tono sampaikan.
"Apa mereka punya catatan buruk?" Tanyanya lagi.
"Tidak, Nyonya. Beliau dikenal sebagai orang yang ramah dan sering menyumbangkan bahan makanan."
Winda mengangguk lambat.
"Baiklah, silakan keluar".
"Permisi, Nyonya".
Winda menyandarkan punggungnya. Dia merasa laki-laki itu sudah cukup baik untuk putrinya. Jika memang lekaki itu serius, Winda akan mengurus semuanya. Karena dia yakin, Lelaki itu pasti bisa menjaga Rinnada dengan baik.
Lalu dia teringat dengan putrinya yang satu lagi. Sejak kemarin tidak keluar kamar lantaran bersedih mendengar Brian akan melamar Rinnada. Dia tidak terima. Namun dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Winda keluar dari ruang kerjanya. Dia sengaja melonggarkan waktu untuk menyelesaikan masalah anak-anaknya. Dia menuju kamar Dinnara. Lalu mengetuk pintunya.
Beberapa kali ia mengetuk namun tidak ada jawaban sama sekali.
"Nara". Winda menggoyangkan gagang pintu. "Dinnara. Kau sedang apa. Hei. Bukalah pintu!" Ucapnya dengan nada suara yang meninggi.
Dari belakang, Bi Sum mendatanginya. "Maaf, Nyonya. Nona Dinnara tidak mau makan dari kemarin. Dia juga tidak membukakan pintu".
Mendengar itu, Winda khawatir. Dia takut akan terjadi susuatu padanya. Dia tidak sanggup jika harus kehilangan anaknya lagi.
"Cepat panggil Tono. Suruh dobrak pintu ini". Serunya pada Bi Sum.
"Baik, Nyonya" Bi Sum langsung bergegas menuju belakang rumah.
"Nara. Cepat buka pintu. Atau Bunda dobrak pintu ini!" Serunya pada Dinnara. Namun tidak ada jawaban dari dalam.
Tak lama, Tono datang. Dia langsung mendobrak pintu sampai pintu itu terbuka.
Winda melihat anaknya tengah berbaring di atas tempat tidur. Dia langsung memeriksanya.
Badan Dinnara panas. Dia juga tidak sadarkan diri.
"Tono. Siapkan mobil. Ayo, Sum. Bantu saya angkat Dinnara". Ucapnya mulai panik. Winda mengangkat Dinnara dibantu Bi Sum. Mereka membawa Dinnara ke rumah sakit.
~
Brian menemui Andre yang duduk menekuk di bawah pohon taman kampus sendirian. Dia seperti memikirkan sesuatu.
"Ndre!"
Brian menepuk pundak Andre lalu duduk disebelahnya.
Andre tersentak. "Eh. Kirain siapa." Dia melihat wajah Brian yang agak kusam. "Ada kejadian apa?" Tanyanya langsung.
Brian mencabut satu rumput panjang. Lalu mulai menggigitnya.
"Rinnada punya kembaran ternyata, Ndre". Katanya mulai bercerita.
"Hah? Kembaran? Serius?" Andre terkejut mendengar cerita dadakan Brian. Sudah lama tidak saling cerita karena Andre melihat Brian dan Rinnada selalu ceria tanpa masalah. Tahu-tahu mereka mempunyai berita yang sangat pelik.
"Iya. Namanya Dinnara." Brian pun menceritakan detail masalah yang ia hadapi dua hari ini. Walau pada awalnya kecewa, namun sekarang Brian malah ingin membawa Rinnada bersamanya setelah mendengar keluh kesah kekasihnya itu.
Andre tercengang mendengar cerita Brian. Dia merasa seperti di film-film. "Waah.. seperti cerita horor, Yan".
"Kok horor?"
"Ceritanya seperti tidak masuk akal, Yan. Tapi ini nyata kisahmu. Aku jadi bingung." Katanya masih dengan ekpresi terkejutnya.
"Jadi bagaimana? Kau bisa membedakannya?"
"Bisa. Tapi aku khawatir dengan Rinnada. Kemarin, dia memakai baju Rinnada untuk menjebakku".
Andre tak habis pikir. Selama ini, dia kasihan pada Brian karena mencintai perempuan yang punya kelainan ganda. Ternyara, perempuan itu kembar dengan berbeda karakter. Malahan, keduanya sama-sama menyukai Brian.
Tak lama, Hp Brian berbunyi.
"Iya, Rin. Ada apa?"
.......
"Apa? Astaga.." Brian mengeraskan rahangnya. "Iya. Aku kesana."
Brian lalu menyimpan Hp nya.
"Ada apa, Yan?"
"Temani aku, Ndre. Kembaran Rinnada masuk rumah sakit. Aku diminta Bundanya untuk kesana." Entah kenapa dia merasa ini hanyalah rekayasa Dinnara karena dia tidak mengizinkan hubungannya dengan Rinnada.
Mereka berdua pun bergegas ke alamat rumah sakit yang disebut Rinnada di telepon tadi.
"Ini yang aku khawatirkan, Yan. Akan ada drama-dramaan yang dibuat oleh Dinnara". Kata Brian sambil melangkah bersama Andre disebelahnya.
"Kau cepatlah nikahi Rinnada. Supaya bisa membawanya jauh dari kembarannya yang horor itu." Ucap Andre lalu menepuk-nepuk bahu sahabatnya.
Sesampainya disana, mereka melihat Rinnada di luar ruangan. Dia duduk di kursi tunggu dengan menangkupkan wajanya di kedua tangan.
Brian mendekati kekasihnya. Dia berjongkok di depannya. "Rin, ada apa?"
Dia membuka tangan yang menutupi wajahnya, melihat Brian di depannya dengan wajah kekhawatiran. Rinnada langsung memeluk Brian. Dia menuang tangisnya di bahu lelaki itu. Memeluknya dengan erat seakan takut ditinggalkan.
Sesuatu hal pasti telah terjadi. Namun Rinnada belum juga membuka suara. Brian hanya mengelus pelan punggung Rinnada, berharap gadis itu tenang dan menceritakan apa yang terjadi.
Tak lama, Winda keluar dari ruang perawatan. Dia meminta Brian untuk masuk melihat Dinnara. Karena gadis itu dari tadi memanggil namanya saat tidur.
Langkah Brian berat. Dia enggan sebab tidak menyukai gadis itu. Dia memilih Rinnada, bukan Dinnara. Padahal, Bunda Rinnada tahu itu. Tapi entah mengapa dia seperti tidak memperdulikan hal itu.
Brian memandang wajah Rinnada. Gadis itu hanya tertunduk sambil sesekali sesegukan. Melihat itu, Brian merasa kasihan. Dia pasti disuruh mengalah lagi, batinnya.
"Maaf, Tante. Saya tidak bisa. Saya tidak menyukai Dinnara. Yang saya pilih adalah Rinnada." Ucapnya perlahan.
Winda diam sejenak. Dia lalu menggenggam tangan Brian.
"Tolonglah Brian. Saya tahu kamu memilih Rinnada. Tapi.. dia sedang sakit. Bujuk dia supaya mau makan. Tolonglah.." pintanya sambil memegang sebelah tangan Brian.
"Anggaplah kau menolong Rinnada. Karena dia adalah saudara kandungnya". Ucapnya lagi saat melihat Brian tak bergerak sedikitpun.
Brian menghela napasnya dengan kasar. Lalu masuk ke dalam ruangan.
Disana dia melihat Dinnara tengah terinfus. Saat melihat Brian, dia langsung kegirangan.
"Kak Brian.. akhirnya kakak mau datang". Ucapnya lalu menangis.
Brian hanya diam. Dia lalu duduk di kursi sebelah tempat tidur Dinnara.
Bersambung...
Dukung Author dengan cara Like setiap Episode ya. Terima Kasih🤗
cow gk tahu diuntung