Dunia Yumna tiba-tiba berubah ketika sebuah video syur seorang wanita yang wajahnya mirip dengan dirinya sedang bercinta dengan pria tampan, di putar di layar lebar pada hari pernikahan.
Azriel menuduh Yumna sudah menjual dirinya kepada pria lain, lalu menjatuhkan talak beberapa saat setelah mengucapkan ijab qobul.
Terusir dari kampung halamannya, Yumna pun pergi merantau ke ibukota dan bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan penyiaran televisi swasta.
Suatu hari di tempat Yumna bekerja, kedatangan pegawai baru—Arundaru—yang wajahnya mirip dengan pria yang ada pada video syur bersama Yumna.
Kehidupan Yumna di tempat kerja terusik ketika Azriel juga bekerja di sana sebagai HRD baru dan ingin kembali menjalin hubungan asmara dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Jadi ...." Suara Yumna masih bergetar sedikit. “Aku … menerima kamu, Mas Arun.”
Hanya dua detik hening sebelum wajah Arundaru berubah cerah seakan lampu sorot menyala tepat di wajahnya.
“Kamu serius?” tanyanya, langkahnya maju setengah, tak percaya, napasnya bahkan terdengar menyangkut di tenggorokan.
Yumna mengangguk, tersenyum malu. "Iya. Tapi, aku mau kita pacaran dulu. Kita harus saling me—"
Arundaru tak memberi kesempatan Yumna menyelesaikan kalimat. Dia langsung menyambar gadis itu ke dalam pelukan, memutar tubuh Yumna ke udara.
“Ya Tuhan! Yumnaaaa! Kamu nggak tahu betapa aku—” ucap Arundaru suaraya pecah dalam tawa yang tak bisa dikendalikan.
“Mas! Mas Arun, turunin! Aku pusing!” Yumna memukul bahunya, tetapi tak sungguh marah.
Sebaliknya, Arundaru malah menahannya lebih erat. Ketika kaki Yumna kembali menyentuh lantai, pria itu menangkup pipi Yumna, menatap dalam-dalam. Degu jantung Yumna seketika tak beraturan. Senyum Arundaru berubah pelan, menjadi lebih lembut—dan lebih nakal.
Tanpa memberi peringatan, bibir Arundaru menyambar bibir Yumna, hangat dan dalam, sangat spontan seperti seorang pria yang besar di budaya di mana ciuman adalah hal biasa.
“Mas—!” Yumna menepis dadanya, napasnya terengah kecil. Wajahnya merah bagai tomat matang. “Jangan cium bibirku, karena hubungan kita masih pacaran. Bukan suami-istri.”
Arundaru tersenyum lebar, tak ada rasa bersalah sedikit pun.
“Oke, oke. Aku akan menjaga bibirku.” Arundaru mengangkat dua tangan seperti menyerah. “Biar nggak nyosor terus. Soalnya bibirmu kelihatan menggoda banget, Yumna. Kamu nggak tahu betapa sering aku nahan diri.”
“Mas Arun ....” Yumna menutup muka dengan kedua tangannya, malu setengah mati.
Arundaru hanya tertawa kecil, lalu meraih helm dan memasangkannya di kepala Yumna dengan sangat hati-hati, seolah gadis itu barang paling rapuh di dunia. Tangannya bahkan merapikan tali helm tanpa alasan selain ingin menyentuhnya lebih lama.
"Mari, Princess," kata Arundaru sambil mengedip nakal.
Mereka berdua tertawa gelak dan tawa itu membuat suasana kafe terasa lebih hangat daripada sebelumnya. Pasangan itu sedang merasa bahagia.
Arundaru mengantar Yumna pulang naik motor seperti biasa. Tapi kali ini berbeda. Yumna memeluk pinggang lelaki itu lebih erat, dadanya berdebar rapi seperti genderang kecil. Dari balik helm, wajahnya tersenyum tanpa bisa ditahan.
Dari cermin kecil di motor, Arundaru bisa melihat sepotong pelukan itu, dan bibirnya spontan menaik setengah senyum. “Kamu peluknya kenceng banget. Takut jatuh atau memang kangen?”
“Dua-duanya,” balas Yumna cepat sebelum otaknya berpikir. Kemudian dia menutup mulut sendiri, malu setengah mati. “Maksudku—”
“Nggak usah revisi. Aku sudah suka jawaban pertama,” balas Arundaru bangga.
Arundaru mengantar Yumna sampai ke pintu kost. Mereka berjalan bergandengan tangan dengan senyum menghiasi wajahnya.
“Selamat malam, mimpi yang indah, ya!” Arundaru menatap Yumna penuh cinta.
“Mas Arun juga mimpi yang indah,” balas Yumna.
Saat Yumna berbaring, kejadian di kafe terus membayangi ingatannya. Apalagi ciuman Arundaru, membuat sekujur tubuhnya berdesir.
Yumna masih merasakan degup jantung yang tidak stabil sejak semalam. Sejak bibir Arundaru mendarat lembut di bibirnya, walau itu sebuah tindakan spontan, tetapi membuat hatinya penuh kegembiraan dan membuat wajahnya memanas sampai telinga. Ia tidak pernah menyangka lelaki itu, yang selama ini terlihat tenang dan rapi, bisa berubah sekonyong-konyong menjadi pria yang begitu ekspresif hanya karena satu kalimat darinya.
Malam itu menutup hari dengan rasa yang manis dan hati yang ringan. Setelah lama, ia merasa pantas untuk dicintai lagi.
***
Keesokan paginya, kantor sudah sibuk ketika Yumna datang. Mulai hari ini dia bertugas di bagian pembacaan naskah narasi berita. Pekerjaan yang membutuhkan suara jernih, intonasi stabil, dan kemampuan membaca cepat. Hari ini, ia harus merekam tiga materi sekaligus.
Beberapa staf pria terlihat memperhatikannya ketika ia mengambil headphone dan berdiri di depan mikrofon. Mereka pura-pura sibuk di belakang layar komputer, tetapi Yumna tahu tatapan semacam itu. Tidak berlebihan, tetapi cukup membuatnya canggung.
“Suara Yumna itu bikin telinga nyaman banget, ya,” bisik salah satu staf teknis pada temannya.
“Iya, apalagi kalau baca berita malam. Kerasa kayak dibacain pacar.”
“Eh, jangan ngomong keras-keras. Dia dengar, lho!”
Yumna pura-pura tidak mendengar dan tetap fokus. Ia terbiasa dengan komentar seperti itu. Penampilannya mungkin sederhana, hanya menggunakan blus polos, celana bahan rapi, jilbab warna netral, tetapi ia punya style sendiri. Tidak memakai merek mahal, namun selalu terlihat bersih dan enak dilihat.
Yumna mudah beradaptasi dengan pekerjaan barunya. Dia juga mendapatkan teman baru dan hubungan dengan pekerja lainnya juga terjalin harmonis. Tidak ada yang julid atau membuli, semua orang fokus pada pekerjaannya masing-masing.
“Yumna, apa kamu ada minat untuk menjadi pembaca berita?” tanya kepala redaksi.
“Tidak, Pak. Aku lebih suka berada di balik layar,” jawab Yumna, menolak.
“Dengan wajah kamu yang cantik dan suara yang merdu, aku yakin kamu akan mudah menjadi pembaca berita favorit pemirsa, loh!” celetuk pembaca berita pria.
Yang tidak mereka tahu adalah ia sudah punya seseorang yang membuatnya berdebar sepanjang hari. Arundaru. Demi menjaga perasaan dan hubungan mereka, Yumna tidak mau dikenal banyak orang. Terlebih lagi, dahulu sempat viral dengan berita yang tidak mengenakan.
Hubungan Yumna dan Arundaru juga tidak diketahui siapa pun di kantor. Setiap hari mereka pergi dan pulang bersama, tetapi berpura-pura tidak terlalu dekat. Arundaru akan menunggu Yumna di belakang gedung, tempat parkir motor yang agak tersembunyi. Mereka menjaga semuanya rapat-rapat.
Azriel bekerja di bagian HRD, ruang kerjanya tidak jauh dari ruang kantor redaksi. Dia sering melihat Yumna datang bersama Arundaru. Kadang hanya selisih satu menit waktu masuk. Kadang Yumna turun dari motor Arundaru sedikit jauh dari gerbang, seolah tidak ingin ketahuan.
Azriel bukan orang bodoh. Mata yang pernah memandang Yumna sebagai istri tidak mungkin tidak mengenali kebersamaan seperti itu. Ia merasa dadanya panas setiap kali melihat mereka.
Cemburu yang tidak masuk akal. Padahal ia sendiri yang menalaknya di hari pernikahan, beberapa menit setelah ijab kabul selesai diucapkan. Keputusan yang kini ia sesali setiap hari.
“Yumna,” gumam Azriel suatu pagi saat melihat Yumna masuk kantor sambil tersenyum sendiri, jelas masih terbawa kebahagiaan dari malam sebelumnya.
Azriel menggenggam bolpennya erat, hingga plastiknya berbunyi retak. Ia tidak tahu harus bagaimana. Tidak tahu apakah ia pantas mendekatinya lagi. Tetapi satu hal pasti, melihat Yumna bahagia bersama lelaki lain membuatnya seperti terjerembab dalam sumur gelap yang tidak memiliki dinding untuk diraih.
Azriel tahu ia pengecut, tapi ada sesuatu yang memaksanya bergerak hari itu. Ia butuh bicara dengan Yumna. Meskipun hanya untuk memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja. Atau mungkin untuk memastikan bahwa lelaki itu tidak mempermainkannya.
***
Sambil menunggu bab berikutnya, yuk baca juga karya temanku ini.
Modus mas Arun moduusss 😂😂😂
semoga keluarga Arun bisa menerima Yumna