Nala Purnama Dirgantara, dipaksa menikah dengan Gaza Alindara, seorang Dosen tampan di kampusnya. Semua Nala lakukan, atas permintaan terakhir mendiang Ayahnya, Prabu Dirgantara.
Demi reputasi keluarga, Nala dan Gaza menjalani pernikahan sandiwara. Diluar, Gaza menjadi suami yang penuh cinta. Namun saat di rumah, ia menjadi sosok asing dan tak tersentuh. Cintanya hanya tertuju pada Anggia Purnama Dirgantara, kakak kandung Nala.
Setahun Nala berjuang dalam rumah tangganya yang terasa kosong, hingga ia memutuskan untuk menyerah, Ia meminta berpisah dari Gaza. Apakah Gaza setuju berpisah dan menikah dengan Anggia atau tetap mempertahankan Nala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon za.zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Jaminan dan lain-lainnya
Zanna mengikuti langkah Dani yang menariknya ke arah parkiran, langkah pria itu cukup lebar membuat Zanna sedikit kesusahan mengimbanginya. Tapi seolah tak peduli, Dani tak memberikan kesempatan pada Zanna untuk protes.
Bagaimana tidak, Dani menunggu cukup lama untuk Zanna cukup mengerti mengenai sebuah hubungan. Tapi yang ia dapati justru perempuan itu sibuk memperhatikan pria lain di luar sana.
Lalu ungkapan cintanya dua belas tahun lalu apa? Dani bahkan menjadikan itu sebagai semangat untuk menyelesaikan pendidikannya hingga bisa berada di posisinya saat ini. Salahnya cuman satu, menerima tawaran gila Gaza yang memintanya membujuk Nala dan mengizinkannya mendekati Zanna, bahak tak ada jaminan Zanna menjadi miliknya.
“Masuk!” Dani mendorong pelan tubuh Zanna, meski pun marah, ia tak mungkin menyakiti gadis yang sangat ia rindukan saat ini.
Zanna menuruti, entah kemana keberaniannya semalam. Ia melirik Dani yang mengitari mobil dan membuka pintu kemudi, kemudian duduk di samping Zanna. Pria itu menyalakan mobil dan menghidupkan pendingin.
“Kak…” panggil Zanna, ia melirik Dani yang beberapa kali menarik nafas panjang.
“Kamu tau? aku terima kamu marah sama aku. Tapi aku gak terima kamu memikirkan pria lain!” Inilah Dani, langsung pada intinya.
“Memang aku siapa yang harus memikirkan perasaan Kak Dani?” tanya Zanna pelan.
Memang benar bukan? tak ada hubungan spesial diantara mereka selain sebatas kenal dan dulu pernah dekat karena Zanna kecil sangat senang menempel pada Dani.
“Kamu milikku!” tegas Dani.
Mendengar itu membuat Zanna mengerutkan keningnya. “Kak, sejak kapan? aku milik diriku sendiri.”
Dani menghela nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya sambil memijat pelipisnya.
“Kamu lupa? Dulu… kamu bilang suka sama aku. Saat ini aku ingin menjawabnya, aku menerima perasaan mu itu. Jadi kamu milikku!” jelaskan Dani.
Sudut bibir Zanna terangkat, senyum sinisnya terlihat. Ia menatap Dani yang juga menatapnya penuh cinta.
“Kak, itu terlalu lama untuk bisa Kakak bawah pada masa ini. Aku bahkan belum menerima perjalanan kenapa dulu tiba-tiba menghilang lalu tiba-tiba muncul? Itupun Kakak muncul karen Nala adalah Kakak iparku. Jika tidak? apa Kakak akan menemuiku?” tanya Zanna panjang lebar, nafasnya sedikit memburu.
Dani diam, kerutan samar muncul di keningnya bahkan ia menggigit sedikit ujung bibirnya menandakan ia tak bisa menjawab semua ucapan Nala.
“Aku…”
“Aku apa?” cecar Zanna.
“Aku takut, aku pengecut. Tapi bukan berarti aku tidak mau bertemu denganmu. Hanya belum waktunya.”
“Oke, berarti sekarang bukan waktunya kita, Kak. Sekarang waktunya aku dan kamu. Kita masing-masing saja, lupakan 12 tahun lalu. Itu terlalu memalukan jika di ingat,” ucap Zanna penuh ketegasan.
“Gak! Kamu milikku,” tegas Dani dengan suara beratnya.
Zanna tak mau menanggapi, ia menutup telinganya dengan kedua tangannya. Ia tak mau mendengar apapun yang akan membebani otak mungilnya itu.
Dani menghela nafasnya melihat bagaimana reaksi Zanna, mungkin benar kata Surya. Pelan-pelan saja. Cintanya terlalu tua untuk gadis seusia Zanna, dia harus mengimbanginya pelan-pelan.
“Aku antar kamu pulang, istirahat dan bersihkan otakmu dari teman-teman KKNmu itu!”
Dani melajukan mobilnya meninggalkan parkiran mall tanpa peduli Zanna setuju untuk diantar atau tidak.
***
Nala membuka pintu kamar. Masih di kamar yang sama, kamar Gaza. Nenek Puspa masih menempati kamar Nala. Ia bahkan akan tetap tinggal di sini sampai Nala KKN. Sebuah keuntungan bagi Gaza dan tidak untuk Nala.
Nala hanya melirik sekilas saat Gaza menutup pintu dan menguncinya. Ia sudah menduga malam ini akan sangat rumit.
“Sayang…” Gaza mendekat dan memeluk Nala dari belakang.
“Mas… Lepas!” Nala tidak siap dengan sikap tiba-tiba Gaza akhir-akhir ini.
Gaza tak mendengarkan, ia justru semakin memeluk Nala bahkan dengan sengaja menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Nala.
Nala menegang, ia tahu sentuhan ini tanpa cinta tanpa ketulusan. Tapi tubuhnya merasa nyaman merasa dilindungi hingga tak mampu melawan dan seolah-olah memberi izin pada suaminya untuk memeluknya, lebih lama, lebih erat.
“Kasih aku kesempatan!” bisik Gaza.
Nala mendengarkannya segera sadar, bahwa mereka ada dalam skenario yang Gaza tulis dengan sengaja. Suaminya menarik garis takdir hingga membuatnya merasa dicintai dan di butuhkan hingga ia luluh dan sadar bahwa semuanya hanya ilusi.
“Mas, aku gak bisa!” Lembut tapi penuh penegasan. Hatinya harus kuat. Sedikit saja lengah maka akan hancur berantakan.
“Sayang…” Gaza membalikan tubuh Nala hingga menghadapnya, ia menggenggam kedua pundak Nala sebelum kembali memeluknya. “Aku mohon…” bisik Gaza sembari menyadarkan kepala Nala di dada bidangnya.
Nala membeku, untuk pertama kalinya ia merasa terlindungi dalam dekapan suaminya sendiri. Bukan pertama kalinya, tapi kali ini berbeda. Apa? Penyesalan kah? Atau kembali pada tuntutan berjuang sekali lagi?
“Jaminannya apa?” tanya Nala akhirnya.
Gaza melepas pelukannya dengan perasaan senang yang tidak bisa ia tutupi, ia menatap wajah Nala yang tak sekaku tadi.
“Gugatan perceraian beserta bukti-buktinya. Jika kamu merasa aku tidak mencintaimu dan tidak bersungguh-sungguh pada pernikahan kita. Aku sendiri yang akan menemanimu ke pengadilan agama.”
Jaminan yang sangat Gaza sesali setelah selesai mengucapkannya.
Nala menyipitkan matanya, sudut bibirnya sedikit tertarik nyaris tersenyum tapi ia menahan diri.
“Setuju!” ucap Nala cepat, ia tahu Gaza akan berubah pikiran.
Gaza yang tadi tersenyum senang, kini kembali bungkam. Ekspresi Nala jelas menunjukkan rencana yang berbeda. Bagaimana jika nanti Nala menganggap Gaza tidak mencintainya, tentu saja itu akan menjadi senjatanya untuk mendapatkan gugatan perceraian atas nama dirinya
“Sayang…”
“Mas sudah mengatakannya. Jadi… tolong ditepati. Jika Mas Gaza ingkar, aku akan pergi tak peduli kita bercerai atau tidak!” Nala memotong ucapan Gaza.
“Aku rasa, banyak hal yang harus kita bicarakan dalam kespakan ini!” Gaza berusaha mengambil sedikit keuntungan, sedikit cela mungkin bisa menyelamatkan pernikahannya atau membuat Nala berubah pikiran.
“Waktu dua bulan dari sekarang!” Nala memutuskan sepihak, ia tak mau memberi kesempatan pada Gaza untuk menyatakan persyaratan.
Gaza kalah cepat, ia seharusnya tidak menjaminkan hal itu. Ia menyesalinya, benar kata Surya, otaknya tidak berfungsi dengan baik saat bersama Nala.
“90 Hari, La. Dua bulan itu gak ada apa-apanya, apalagi kamu akan pergi KKN sebulan. Itu sama saja kamu ngasih aku waktu cuman sebulan!” protes Gaza.
“Dua bulan atau tidak sama sekali. Aku bisa mengajukan sendiri,” ucap Nala sembari mundur beberapa langkah dari Gaza.
Gaza mengeraskan rahangnya. Nala benar-benar menguji hatinya. Ia tau ini kesalahan, tapi tak sempat memikirkan Nala akn mengambil langkah seperti ini.
“Baik dua bulan dengan semua kebiasaan suami istri, termasuk tidur bersama!” ucap Gaza sembari menunjuk ke arah tempat tidur.
Nala diam, ia tetap fokus menatap Gaza. “Boleh, hanya tidur tidak lebih.”
“Peluk, cium dan lain-lainnya. Itu tidak berlebihan,” ucap Gaza.
“Lain-lainnya?” ulang Nala.
Gaza melangkah maju, mengikis jarak di antara mereka. “Tidak seperti yang kamu pikirkan,” ujar Gaza tepat di samping telinga Nala.
Nala merinding, Ia berusaha tidak terintimidasi oleh sikap Gaza tapi sepertinya kali ini gagal.
“Baik! Tapi bersikaplah seperti biasa. Aku tidak suka kamu berlebihan. Seperti bukan Gaza!” ucap Nala kemudian berlalu menuju kamar mandi.
Gaza hanya bisa tersenyum, ia sudah dikasih kesempatan. Harus dimanfaatkan dengan baik. Dirinya tidak janji, tapi ‘lain-lainnya’ harus Nala terima tanpa penolakan.
up nya jangan lame2 dong,
berase nunggu pengumuman hilal hari Raye je da ni🤭
tak kira tadi yang punya kesayangan pada nyusul tapi pke teka-teki 🤔
🤭🤭🤭
kok jadi kyk uji nyali yaaa🤣🤣🤣
rapi nulisnyaa
semangat kaka othorr