Temanku Ayah Sambungku

Temanku Ayah Sambungku

Bab 1. Hanya Sebatas Teman

Hari yang sangat membosankan. Tidak ada bedanya dari hari sebelumnya. Matahari tampak lesu, hanya bersinar samar di balik langit kelabu. Angin berembus perlahan, seolah enggan mengusik keheningan kota.

Seorang wanita bertubuh ramping dengan mata sipit, menyerupai idola Korea, keluar dari gedung kampus setelah menyelesaikan kelas pagi.

Dia berjalan sendirian, langkah-langkahnya ringan tetapi penuh tujuan. Biasanya dia akan berjalan pulang dengan seorang teman prianya yang ia kenal dengan nama Arjuna.

"Jasmine!" panggilan itu mengejutkannya. Sunflowers Jasmine Permata, nama panjangnya, menoleh mencari sumber suara.

Seorang pria dengan senyum lebar mendekat. Dengan gaya akrab, dia menepuk pundak Jasmine lalu menggenggam tangannya, mengajaknya berjalan bersama.

Jasmine menoleh, matanya bertemu dengan tatapan pria itu. Senyum tipis mengembang di bibirnya. "Katanya Lo mau ada penting sama dosen, kok udah ada di sini aja?" tanya Jasmine kepada pria itu. Arjuna.

Beberapa saat sebelumnya Arjuna mengatakan kepada Jasmine jika dia akan pulang terlambat karena harus menemui dosen pembimbing. Mereka berdua mengambil jurusan yang sama di kampus.

Arjuna tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putih yang semakin menyempurnakan wajahnya yang bak dewa Yunani. "Udah ketemu dosen tadi, cepat kok. Sekarang gue mau langsung ke tempat kerja. Habis ini lo mau ke mana? Mau gue anterin pulang?" tawarnya ramah.

Jasmine menatap Arjuna sejenak, lalu menggeleng pelan. "Ngapain pulang jam segini?" jawabnya malas. "Nggak mau ngandang gue. Mending join minum aja," kata Jasmine.

Langkah Arjuna terhenti sejenak, tubuhnya berputar menghadap Jasmine. Matanya menatap tajam, ekspresi wajahnya berubah serius. "Sekali lagi Lo ngomong kayak gitu, gue bener-bener nggak mau temenan lagi sama lo!" ancamnya setengah bercanda, setengah serius.

Jasmine terkekeh kecil, merasa geli dengan reaksinya. "Hehe, iya-iya, becanda kok gue," jawabnya sambil mengacungkan dua jari tanda damai. Senyumnya yang lebar masih menghiasi wajah, membuatnya terlihat seperti sedang mengiklankan pasta gigi.

Arjuna menghela napas panjang, tetapi akhirnya kembali tersenyum. "Ya udah, gue anterin pulang, ya. Habis itu gue lanjut kerja."

Jasmine mengerucutkan bibirnya kesal. Dia ingin bermain-main dengan Arjuna, tapi Arjuna yang merupakan tulang punggung di keluarganya harus pergi bekerja setelah menyelesaikan kuliahnya.

Jasmine menyahut. "Gue nggak mau pulang, Jun. Anterin gue ke tempat lain aja lah, males gue!" Jasmine menolak untuk diantarkan pulang. Arjuna menghela napas panjang, mengangguk pasrah.

Setelah tiba di parkiran kampus, Arjuna melangkah santai menuju motornya yang terparkir di pojok. Dia melepas helm yang terikat di jok belakang, lalu, tanpa banyak bicara, memasangkannya ke kepala Jasmine. Jasmine merapikan helm itu, meski wajahnya tampak sedikit cemberut.

"Besok-besok jangan helm ini ya, bau banget, sumpek di kepala gue!" protes Jasmine, ekspresinya setengah main-main. Arjuna hanya mendengus kecil, menaiki motornya dengan tenang. Tanpa menoleh, dia berkata singkat, "Naik."

Dia tahu jika dia meladeni keluhan Jasmine pasti akan memakan waktu yang sangat lama. Jasmine memang dikenal blak-blakan dan sering mengeluh, tapi di balik semua itu, Arjuna tahu betul bahwa temannya ini memiliki hati yang baik.

Dengan bibir mengerucut, Jasmine akhirnya menurut. Dia naik ke jok belakang dan melingkarkan tangan di pinggang Arjuna, tak ingin terjatuh. Motor pun dinyalakan, deru mesinnya menggema di antara suara riuh kendaraan di sekitarnya.

Perjalanan berlangsung dalam keheningan. Jasmine, yang biasanya cerewet, kali ini memilih diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Namun, setelah beberapa menit, ia akhirnya tak tahan.

"Lo betah ya kerja di perusahaan mama?" tanyanya tiba-tiba, suaranya terdengar lembut tetapi penuh rasa ingin tahu. Tangannya sedikit mengeratkan pegangan pada pinggang Arjuna, menumpukan kepalanya di bahu pria itu.

"Ya betahlah. Emangnya kenapa?" Arjuna menjawab, masih fokus pada jalan di depannya.

Jasmine menghela napas pendek sebelum melanjutkan. "Mama kan galak, tegas banget, terus suka judes ke karyawannya. Lo nggak pernah kena omelan Mama gitu?"

Arjuna tersenyum kecil di balik helmnya. "Galak, sih, galak. Pernah gue disemprot gara-gara nggak sengaja numpahin kopi di mejanya. Tapi nggak apa-apa, gue ikhlas kerja di situ. Semua ini buat keluarga gue."

Jasmine mengangguk pelan, meski Arjuna tak bisa melihatnya. Sebenarnya Arjuna bekerja di perusahaan mamanya sebagai OB, pekerjaan yang tidak mudah dan penuh tekanan, terutama dengan sikap mamanya yang perfeksionis.

Arjuna baru bekerja di perusahaan itu sejak dari beberapa bulan lalu, setelah mendapat informasi dari Jasmine bahwa perusahaan mamanya sedang membutuhkan OB.

"Ya, mending hati-hati aja kalau menurut gue. Mama tuh serem banget kalau marah. Gue aja yang jarang ketemu masih merinding," gumam Jasmine, setengah bercanda.

Sejak orang tuanya bercerai, Jasmine memilih tinggal bersama ayahnya di kampung, rumahnya bersebelahan dengan rumah Arjuna. Mereka tumbuh bersama sebagai tetangga, teman, dan kini, teman dekat yang selalu saling mendukung.

Arjuna melirik sekilas ke spion, melihat bayangan Jasmine yang tampak termenung. "Ngomong-ngomong, kenapa lo nggak tinggal sama nyokap lo? Dia nyuruh gue buat bujuk lo, katanya kesepian di rumah."

Jasmine mendengus pelan. "Halah basi. Katanya kesepian, tapi pulangnya selalu tengah malam. Kalau gue tinggal sama mama gue akan sendirian di rumah. Mama nggak pernah ada di rumah, selalu sibuk sama kerjaannya. 

Lebih baik gue tinggal sama papa, walaupun rumahnya sederhana tapi Papa selalu ada buat gue. Nggak kayak Mama!" tukas Jasmine. Wajah Jasmine terlihat kesal saat menyebut nama ibunya. Meski mencintai ibunya, ada perasaan kecewa yang tak pernah ia bisa hilangkan.

Arjuna tak membalas, hanya mengangguk paham. Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam sampai akhirnya tiba di depan rumah sederhana milik Jasmine. Arjuna berhenti, mematikan mesin, sementara Jasmine turun dan melepas helm dengan cepat.

"Nanti malem Lo nggak sibuk kan? Temenin gue jalan ya, gue bosen di rumah mulu. Pengen cari udara segar di luar," ajak Jasmine sambil menyerahkan helm kembali ke Arjuna. Di rumah, ia memang hanya tinggal berdua dengan papanya, yang juga sibuk bekerja.

Sehari-hari, papanya bekerja sebagai karyawan biasa di kantor kecil yang tak jauh dari rumahnya.

Arjuna menoleh ke arah Jasmine, senyum tipis terukir di bibirnya sebelum ia mengangguk santai. Seperti biasa. Kemana-mana Jasmine pergi pasti akan bersama dengan Arjuna. Seperti pacar saja mereka. Sangat dekat. Tapi tidak ada hubungan apapun selain hanya sebatas teman.

Arjuna memiliki banyak teman, begitupun dengan Jasmine. Tapi tidak ada yang sedekat mereka berdua. Banyak yang salah mengira, menganggap mereka berpacaran. Tak sedikit pula wanita yang salah paham dengan Jasmine, mengira dirinya adalah kekasih Arjuna. Padahal ya...BUKANLAH!

Jelas dong, semenjak menjadi tetangga, bersekolah di tempat yang sama, dan sering bertemu, Jasmine memberanikan diri untuk mendekati Arjuna. Lama-kelamaan, mereka pun menjadi sangat dekat seperti sekarang ini.

"Iya nanti gue temenin. Ya udah gue jalan dulu ya, udah telat nih. Nanti gue diomelin lagi sama nyokap lu karena datangnya telat," kata Arjuna sambil menyalakan mesin motornya.

Jasmine mengangguk dan sedikit mundur ke belakang. "Hati-hati," kata Jasmine.

"Hmm," Arjuna menstarter motornya, meninggalkan tempat itu dan melaju menuju kantor Mama Jasmine untuk memulai shift siangnya. Selama kuliah, dia memilih shift siang agar paginya dia bisa kuliah, atau melakukan kegiatan lainnya.

Setelah kepergian Arjuna, Jasmine berbalik dan mendekati pintu. Ia berjongkok, mengambil kunci yang tersembunyi di bawah keset, lalu berdiri kembali dan memasukkan kunci itu ke lubang kuncinya.

Dengan sekali putaran, kunci itu membuka pintu. Jasmine masuk dan mengunci pintunya dari dalam.

********

Arjuna memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Jantungnya berdebar kencang, hampir terlambat untuk masuk kerja. Jalanan yang biasanya penuh sesak hari itu terasa lengang, seolah memberikan jalan khusus hanya untuknya. Ia berharap bisa tiba tepat waktu.

Ketika gedung kantornya akhirnya terlihat di depan mata, Arjuna segera memarkir motornya dengan tergesa-gesa dan berlari menuju pintu masuk.

Di lobi, beberapa karyawan tampak sedang mengobrol santai, tapi Arjuna tak punya waktu untuk berhenti. Ia hanya melemparkan senyum tipis dan melambaikan tangan sebelum melanjutkan langkah.

Tiba-tiba, suara sepatu hak tinggi berdetak keras terdengar dari ujung lobi. Arjuna refleks berhenti dan menoleh. Suara itu semakin mendekat, membuatnya merinding.

"Arjuna!" suara tajam itu memanggil namanya.

Dia langsung terdiam. Itu suara bosnya, Bu Cahaya—ibunya Jasmine.

"Berani-beraninya kamu datang telat seperti ini?! Masih niat kerja nggak sih kamu?!" bentak Bu Cahaya, wajahnya terlihat setajam elang yang mengincar mangsa.

Arjuna tercekat. Dia memang telat beberapa menit, tapi tak menyangka akan dimarahi seperti ini. Arjuna menunduk dengan wajah menahan ketakutan, dia membenarkan posisi tas selempangnya.

Kata Jasmine, ibunya memang galak kalau marah. Sekarang, Arjuna bisa merasakannya sendiri. Aura dingin dari wanita itu seolah menembus ke tulang-tulangnya.

"Maaf, Bu ... tadi saya harus antar Jasmine pulang dulu," ucap Arjuna dengan suara lirih, masih tidak berani mengangkat wajahnya.

Perlahan, Arjuna memberanikan diri mendongak. Dan yang membuatnya terkejut, wajah Bu Cahaya yang tadinya sekaku batu, kini berubah. Garis tegas di bibirnya melunak. Matanya yang semula tajam kini sedikit menyipit, bibirnya membentuk senyum tipis.

"Oh ... Jasmine, ya?" sahut Bu Cahaya, nada suaranya seketika turut berubah. “Yaudah, kalau gitu langsung ke belakang aja. Bikin kopi buat saya, lalu anterin ke ruang kerja saya.”

Arjuna mengangguk kaku, masih tak percaya perubahan drastis itu. Baru saja dia merasa seperti disiram air dingin, tapi kini, setelah nama Jasmine disebut, amarah itu meleleh seperti es yang dilempar ke air mendidih.

Bu Cahaya pun berbalik, langkahnya kini lebih gemulai. Arjuna hanya bisa menatap punggung bosnya yang perlahan menghilang di balik pintu. Begitu wanita itu sudah benar-benar pergi, Arjuna menghela napas panjang, lalu segera bergegas menuju belakang, siap menjalankan tugas yang diminta.

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!