NovelToon NovelToon
ISTRI GEMUK CEO DINGIN

ISTRI GEMUK CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Hamil di luar nikah / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: aufaerni

Mateo Velasco, CEO muda yang tampan dan dingin, terbiasa hidup dengan kendali penuh atas segalanya termasuk reputasinya. Namun hidupnya jungkir balik saat suatu pagi ia terbangun di kamar kantornya dan mendapati seorang gadis asing tertidur telanjang di sampingnya.
Gadis itu bukan wanita glamor seperti yang biasa mengelilinginya. Ia hanyalah Livia, seorang officer girls sederhana yang bekerja di perusahaannya. Bertubuh gemuk, berpenampilan biasa, dan sama sekali bukan tipe Mateo.
Satu foto tersebar, satu skandal mencuat. Keluarganya murka. Reputasi perusahaan terancam hancur. Dan satu-satunya cara untuk memadamkan bara adalah pernikahan.
Kini, Mateo harus hidup sebagai suami dari gadis yang bahkan tidak ia kenal. Tapi di balik status sosial yang berbeda, rahasia yang belum terungkap, dan rasa malu yang mengikat keduanya sebuah cerita tak terduga mulai tumbuh di antara dua orang yang dipaksa bersama oleh takdir yang kejam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufaerni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PINDAH KAMAR BARU

Mateo memanggil salah satu asisten rumah tangga untuk menghadap ke ruang kerjanya. ART itu adalah kepala pengurus kediaman, yang sudah lama bekerja di bawah keluarga Velasco.

“Aku ingin kau pindahkan semua barang milik Livia dari kamarnya yang sekarang ke kamar kosong di lantai satu. Kamar yang lebih besar, dekat taman belakang,” ucap Mateo tanpa menoleh, matanya tetap menatap ke layar laptop di meja.

ART itu sempat terdiam, tak menyangka perintah itu datang. Tapi ia segera mengangguk, “Baik, Tuan.”

Mateo menutup laptopnya perlahan, lalu menatap sang ART dengan tatapan dingin. “Dan pastikan tak ada satu pun orang bertanya kenapa. Ini perintah langsung dariku.”

"Siap, Tuan."

Tanpa bertanya lebih jauh, ART itu pergi untuk melaksanakan perintah. Sementara itu, Mateo kembali duduk, mengambil rokok dan menyalakannya dengan gerakan tenang namun dalam pikirannya, semua sudah mulai ia rancang langkah demi langkah untuk menjinakkan perempuan yang selama ini ia sebut sebagai duri dalam hidupnya.

Kepala ART itu berdiri di depan kamar Livia yang masih tertutup rapat. Ia mengetuk pelan, menunggu hingga suara dari dalam menjawab.

Livia membuka pintu dalam keadaan rambut masih setengah basah, handuk kecil melingkar di lehernya. Ia baru selesai mandi, berusaha menyegarkan diri setelah hari-hari yang menyesakkan.

"Iya, ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Livia dengan sopan. Meski lelah, ia tetap menjaga sikapnya pada orang-orang di rumah ini.

Wanita tua berseragam itu menatapnya dengan ekspresi datar, seperti menyembunyikan keraguan. "Nona, Tuan Mateo menyuruh saya untuk memindahkan Anda ke kamar yang baru."

Livia mematung. Keningnya berkerut, jelas bingung dengan maksud dari perintah itu.

"Kenapa... saya dipindah?" tanyanya hati-hati.

Kepala ART itu menghela napas singkat. “Maaf, Nona. Tuan hanya menyuruh saya menyampaikan perintah. Beliau juga bilang, tidak perlu mempertanyakan alasannya. Saya hanya menjalankan tugas.”

Livia menunduk, mencoba menenangkan hatinya yang mulai gelisah. Ia tak tahu apa yang sedang dipikirkan Mateo lagi kali ini.

"Bisakah Anda bergeser sebentar, Nona? Agar kami bisa segera memindahkan semua barangnya," ucap kepala ART dengan sopan namun tegas.

Livia yang masih diliputi kebingungan hanya bisa mengangguk pelan dan melangkah ke samping. Ia berdiri mematung, menyaksikan satu per satu barang miliknya dikeluarkan dari kamar sempit yang selama ini menjadi tempat perlindungannya sekaligus penjaranya.

Kamar itu adalah saksi bisu segala air mata, sakit hati, dan kelelahan yang ia lalui sejak menjadi istri dari Mateo Velasco, pria dingin yang tak pernah benar-benar melihatnya sebagai manusia. Setiap sudut kamar itu seolah menyimpan jejak luka yang tak terucap.

Dan kini, ia harus meninggalkannya. Bukan karena ia bebas, tapi karena sang pemilik rumah kembali menggiringnya ke tempat yang belum tentu lebih baik.

Livia melangkah pelan mengikuti kepala ART yang berjalan di depannya. Barang-barangnya yang tak seberapa hanya beberapa pakaian lusuh dan kebutuhan pribadi telah lebih dulu dipindahkan ke kamar yang baru. Kamar itu lebih luas, dengan jendela bertralis yang menghadap langsung ke taman belakang rumah.

"Ini kamar Anda yang baru, Nona. Silakan masuk," ucap wanita tua itu singkat, lalu membuka pintu dan memberi jalan.

Livia melangkah masuk, matanya menelusuri ruangan yang tampak asing namun lebih layak dari kamar sebelumnya. Dindingnya bersih, tempat tidurnya rapi, dan aroma ruangan jauh lebih segar. Tapi hatinya tetap sesak.

Berbagai pertanyaan berkelebat di kepalanya mengapa tiba-tiba ia dipindahkan? Apa maksud Mateo sebenarnya?

Pintu kamar ditutup perlahan oleh kepala ART. Kini Livia sendirian, berdiri di tengah ruangan yang tak memberi jawaban, hanya membiarkannya larut dalam kebingungan dan kecemasan yang tak kunjung reda.

Tak lama setelah Livia mencoba menenangkan pikirannya, pintu kamarnya diketuk pelan. Ternyata Mateo yang berdiri di ambang pintu dengan pakaian santai, menandakan ia sedang tidak bekerja di kantor.

Pria itu melangkah masuk tanpa izin, matanya tajam menatap Livia yang tengah berdiri memandangi taman dari balik jendela.

"Bagaimana kamarnya?" tanyanya datar.

Livia menoleh, masih bingung dengan perubahan mendadak ini. Ia tak langsung menjawab, membuat Mateo berjalan mendekat. Suaranya kemudian merendah, nyaris seperti bisikan.

“Jangan berpikir kau bisa hidup nyaman di rumah ini tanpa harga yang harus dibayar, Livia. Segala yang kau nikmati, bahkan kamar ini... punya konsekuensi.”

Nada bicaranya dingin, tajam, dan membuat Livia menghela napas berat.

"Saya hanya ingin menjalani hidup ini dengan tenang, Tuan Mateo," ucap Livia lirih.

Mateo menatapnya sejenak, lalu berbalik dan pergi meninggalkan kamar tanpa sepatah kata pun.

Dan pada malam ini adalah malam pertama Livia tidur di kamar barunya. Untuk pertama kalinya sejak tinggal di rumah itu, ia berbaring di atas tempat tidur yang empuk, berbeda jauh dari kamar sempitnya dulu. Wajahnya terlihat tenang, napasnya teratur, seolah beban hidupnya untuk sesaat mereda dalam tidur.

Tanpa suara, pintu kamar terbuka. Mateo masuk dengan langkah pelan, menatap sekeliling ruangan sebelum akhirnya duduk di sofa di sudut kamar. Rokok menyala di antara jarinya, asapnya mengepul samar di udara.

Pandangan pria itu terarah pada Livia. Ia mengamati wanita yang tengah terlelap dengan tatapan tajam bercampur kebencian yang sulit dijelaskan.

"Begitu nyenyak tidurnya... wanita miskin ini benar-benar tahu cara menikmati kenyamanan yang bukan miliknya," gumamnya dingin, disertai kekehan pelan sebelum mengalihkan pandangannya ke arah jendela.

Keesokan paginya, Mateo tampak santai bermain golf di halaman luas kediamannya. Di sisi lain lapangan, Livia berdiri dengan wajah lelah, menunduk sambil memungut bola-bola yang terpukul olehnya.

Keringat menetes di pelipisnya, tapi Livia tak bersuara sedikit pun.

Sebuah bola melesat tajam, dan nyaris mengenai kepalanya. Livia menahan napas, tangannya refleks menutup bagian yang hampir terkena. Ia mendongak, menatap Mateo dengan sedikit takut.

Mateo mendengus kasar. "Berdiri di situ seperti tiang listrik. Apa kau tidak punya otak?" makinya.

Livia tidak menjawab. Ia hanya memungut bola terakhir, lalu berjalan perlahan menuju sisi lapangan, menahan sakit di dahinya yang mulai terasa nyeri.

Saat Mateo tengah fokus memukul bola golfnya, sebuah suara langkah tumit tinggi terdengar mendekat. Justin muncul sambil menggandeng seorang wanita berpenampilan mencolok. Gaun pendek berwarna merah terang dan sepatu hak tinggi membuatnya tampak mencolok di antara kehijauan lapangan.

Wanita itu melemparkan senyum genit ke arah Mateo, lalu melirik tajam pada Livia yang tengah duduk di bawah pohon, berusaha berteduh dari teriknya matahari. Pakaian lusuh dan tubuh yang tampak kelelahan membuat Livia tampak tak berarti di mata wanita itu.

"Halo, Livia," sapa Justin ramah, meski nada suaranya terdengar menggoda.

Livia hanya membalas dengan senyum kecil, hampir tak terdengar. Tatapannya segera jatuh ke tanah saat ia menangkap sorot mata tajam dari Mateo. Lelaki itu menatapnya dengan penuh peringatan, seolah memberi isyarat agar Livia tetap diam dan tak banyak tingkah.

Ia pun segera menunduk, menahan segala rasa tidak nyaman yang mulai menggerogoti dadanya.

Justin kini sudah ikut bermain di lapangan, tertawa lepas saat pukulan bolanya meleset jauh dari target. Sementara itu, wanita yang tadi bersamanya duduk santai di dekat meja kecil, menikmati hidangan lengkap yang disiapkan oleh pelayan pribadi Mateo.

Dari kejauhan, Livia memungut bola golf satu per satu, peluh menetes dari dahinya. Pandangannya sesekali melirik ke arah wanita itu melihat betapa lahapnya ia menyantap ayam panggang, salad segar, dan jus dingin. Aroma makanan itu sampai ke hidung Livia, menusuk perutnya yang sejak pagi belum terisi apapun.

Semua karena piring pecah yang tak sengaja ia jatuhkan saat mencuci. Sebagai hukuman, Mateo tak mengizinkannya menyentuh makanan seharian.

Dengan gerakan pelan, Livia menunduk, tangannya mengelus perutnya yang kian membesar. Tatapannya kosong namun penuh harap.

"Sabar ya, Nak..." bisiknya lirih, suaranya nyaris patah. "Ibu bakal bujuk Papa lagi nanti… semoga dia mau kasih kita makan."

Angin pagi menjelang siang berhembus pelan, menyapu wajah lelah Livia yang menahan sakit, lapar, dan luka batin sendirian.

Mateo berdiri tak jauh dari sana, sibuk berbicara di telepon dengan nada datar namun tegas dengan bawahannya. Sementara itu, wanita seksi yang bersama Justin tadi bergegas menuju kamar mandi setelah saus tumpah dan mengotori bagian depan bajunya. Di lapangan yang kini lebih sepi, hanya tinggal Livia dan Justin.

"Hai," sapa Justin, melangkah mendekati Livia yang sedang duduk berteduh, memijat kakinya yang pegal.

"Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Livia menjawab sopan, mengangkat wajahnya yang pucat.

Justin menggeleng pelan. Ia memperhatikan raut Livia yang tampak lelah matanya sayu, pipinya tirus, tak ada sedikit pun rona bahagia di wajah perempuan hamil itu.

"Bagaimana pernikahanmu dengan Mateo?" tanyanya hati-hati.

Livia terdiam. Pandangannya lurus ke depan. Bibirnya mengatup, seolah pertanyaan itu terlalu berat untuk dijawab.

Justin mengalihkan pandangannya sejenak, lalu kembali bertanya, "Mateo sudah memberimu kamar baru?"

"Sudah, Tuan," sahut Livia pelan.

Justin mengangguk kecil, matanya kini melirik perut Livia yang sedikit membuncit di balik baju lusuhnya. "Sudah berapa bulan?"

"Mungkin jalan tiga bulan, Tuan," jawab Livia ragu sambil mengelus perutnya perlahan.

Melihat Mateo yang sudah mengakhiri telepon dan mulai berbalik ke arah mereka, Justin dengan gerakan cepat menyelipkan uang lima ratus ribu rupiah ke tangan Livia.

"Simpan ini baik-baik. Jangan sampai Mateo tahu," bisiknya cepat, lalu beranjak pergi dan berpura-pura asyik bermain ponsel di bangku dekat lapangan.

Livia menatap punggung Justin sejenak, hatinya menghangat oleh sedikit kebaikan yang jarang sekali ia temui di rumah ini.

1
kayla
lanjut kak..
Milla
next
Aulia Syafa
kpn thor , ada cahaya untuk livia
Uthie
Kapan itik buruk rupa berubah jadi angsa nya 😄
kayla
sampai kapan penderitaan ini thor..
atau apakah tak akan ada kebahagiaan untuk livia sampai akhir..
sampai ikut lelah/Frown/
Uthie
lanjut...masih sangat seruuu 👍
Lailiyah
luar biass
Lailiyah
ceritanya bagus bgtt...gereget dan sedihny dapet bgtttt thour....ditunggu up nya yee /Hey//Grin/
Uthie
ditunggu kelanjutannya lagiiii 👍🤗
Uthie
Kisah yg menarik untuk disimak 👍👍👍👍👍
Uthie
Tuhhh kann.. Nathan yg berkhianat 🤨
Uthie
Mateo terlalu kejam!!
Uthie
Mateo dibodohi dengan menumbalkan orang-orang tak bersalah dari kalangan bawah seperti Dion dan Livia... kasian nya! 😢
Uthie
berarti Nathan itu yaa yg mengkhianati dan menjebak Mateo?!??? 🤔
Uthie
kasiannya 😢
Uthie
kabur juga percuma dengan kekuasaan yg dimiliki keluarga Matteo 😢
Uthie
kasian nya 😢
Uthie
menarik 👍
Uthie
Coba mampir Thor 👍
Nur Adam
CEO si bloon ..ckck mslh ky gtu aja ga bisa selesaiin..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!