Anaya Devaloka (21), seorang gadis muda yang terpaksa menjadi ibu susu bayi bernama Elnan Kavindra demi melunasi hutang ayah tirinya dan membiayai pengobatan mamanya.
Richard Kavindra (29), seorang CEO muda nan tampan dan terkenal playboy. Ia menyukai gadis seksi yang bertubuh langsing. Namun, ketika ia melihat Naya, semua tipe gadis idealnya seakan tak berlaku sama sekali. Ia terjebak pada pesona ibu susu baby Elnan anaknya.
Akankah Richard mampu meluluhkan hati Naya? dan bisakah Naya tetap teguh pada hatinya tanpa tergoda oleh Richard?
Follow Ig : @yoyotaa_
Dilarang keras untuk menjadikan cerita saya jadi konten!!!!!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Jangan menolak pelukanku!
Di tempat lain pada waktu yang sama. Alex menelpon Richard karena ada hal yang ingin ia bahas.
Saat panggilan tersebut tersambung, baru saja Alex ingin berbicara, si penerima langsung meneriakinya.
"Kalau mau bicara yang tidak penting. Aku matikan telponnya!"
"Tut ..."
Sambungan telepon terhenti karena si penerima langsung menutup teleponnya sembarangan.
"Belum juga aku bicara, dia langsung mematikan teleponnya."
Rupanya Alex sedang berada di kantor Richard, ia berencana ingin membicarakan mengenai Rico secara langsung, akan tetapi Richard malah sedang tidak berada di kantornya. Ia pun segera menanyakan hal itu pada sekretaris Richard.
"Leon, Richard sebenarnya kemana?" tanya Alex.
"Tuan Richard hari ini tidak masuk kantor, Tuan Alex. Dia meliburkan diri hari ini. Jadi, semua tugasnya ia serahkan pada saya."
Alex merasa heran, tidak biasanya Richard meliburkan diri dari pekerjaannya. Alex tahu betul bahwa Richard adalah laki-laki penggila kerja.
"Apa dia tidak mengatakan alasan lain selain meliburkan diri?" tanya Alex lagi. Entah kenapa Alex yakin alasan utama Richard bukanlah itu.
"Tidak, Tuan."
"Baiklah, kau boleh kembali bekerja." Leon pun mengangguk.
Di sepanjang kantor, Alex melihat fasilitas-fasilitas yang ada. Banyak sekali fasilitas baru yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Perusahaan yang dipimpin oleh Richard berkembang pesat. Alex bangga pada sahabatnya itu.
"Aku percaya, mau sedepresi apapun kau. Kau tetaplah rajanya dunia bisnis, Richard. Kejadian setahun yang lalu dan dua bulan ini, sudah membuktikan semuanya."
Setelah itu, Alex langsung pergi menuju ke kantornya sendiri.
***
"Tidak mau keluar?" tanya Richard yang sudah berada di sampingnya membukakan pintu mobil. Naya pun keluar dengan wajah yang sedikit kesal.
Iya, ia kesal dengan Richard begitu pun pada dirinya sendiri. Kenapa ia begitu mudah terlena dan tergoda oleh buaian Richard? Padahal, Naya sudah membentengi dirinya untuk tidak mudah tergoda laki-laki.
"Lihatlah ke arah sana!" pinta Richard.
Naya melihat sebuah pemandangan danau yang menyejukkan hati. Di pinggiran danau terdapat satu buah perahu kecil dengan dua sampan yang terletak di samping perahunya. Ada pula rumah pohon yang dihiasi oleh lampu warna warni di depannya.
"Indah sekali," ujar Naya takjub ketika melihat pemandangan itu.
"Ayo kita naik perahu. Air danau ini begitu jernih. Jadi kau bisa melihat aktivitas ikan dan penghuni lainnya." Naya pun mengangguk. Ia tak bisa melewatkan hal itu begitu saja.
Jarak antara mobil dan danau tidak begitu jauh. Namun, karena mobil tidak bisa mengakses jalan tersebut. Mereka diharuskan berjalan kurang lebih 10 menit.
Setibanya di depan danau, keduanya menaiki perahu. Naya duduk di depan Richard dengan posisi membelakanginya. Richard yang berada di belakang bertugas untuk mendayung sampan tersebut.
"Kau tahu Nay, tempat ini adalah tempat yang dibuatkan papa untukku ketika aku masih kecil. Dulu aku sering kesini, tapi setelah papa meninggal, aku tidak berani untuk mengunjungi tempat ini lagi. Aku selalu teringat masa-masa saat aku bersamanya dan itu membuat mentalku down," ungkap Richard menceritakan hal yang melatarbelakangi danau itu.
Sayangnya, Naya tidak bisa melihat bagaimana raut wajah Richard ketika ia bercerita. Naya hanya bisa merasakan, bahwa ada kepedihan di dalamnya. Richard yang ia tahu mesum, semaunya sendiri, menyeramkan dan galak ternyata memiliki sisi lemah dalam dirinya. Naya belum menanggapi cerita Richard, karena ia yakin, Richard akan melanjutkan ceritanya.
"Tapi, saat aku bertemu denganmu, mengenal dirimu. Rasanya aku harus membawamu ke tempat ini. Ini juga adalah pertama kalinya aku mengunjungi danau ini setelah puluhan tahun lamanya. Kau juga orang pertama yang aku ajak kemari."
Haruskah Naya bahagia ketika mendengar bahwa ia adalah orang pertama yang diajak Richard ke danau itu? Atau ia harus sedih karena dengan fakta itu, bisa saja Richard meminta sesuatu untuk imbalannya?
"Em, apa kau tidak pernah mengajak ibunya Elnan kesini?" tanya Naya.
"Pernah, sering malahan. Aku dan dia tidak bisa terpisahkan. Aku sangat sangat menyayanginya," jawab Richard.
Mendengar hal itu, tiba-tiba dada Naya terasa sesak. Ia tidak menyukai jika Richard begitu fasih mengungkapkan rasa sayangnya pada ibunya Elnan.
Padahal sebelum kita kesini, kau menyatakan bahwa kau menginginkan aku menjadi wanitamu. Namun, sekarang kau mengatakan bahwa kau menyayangi ibunya Elnan. Lalu kenapa kalian tidak bersama? Katanya kalian tidak bisa dipisahkan. Ingin sekali aku menanyakan ini, tapi siapa aku?
Dengan begini, Naya yakin, jawaban apa yang ingin ia berikan pada Richard. Naya menghilangkan pikiran buruknya, mengesampingkan rasa sakit di hatinya. Ia menikmati suasana yang ada di sekelilingnya. Tangannya ia gunakan untuk menyentuh air danau. Air yang jernih. Ia pun melihat sekumpulan ikan kecil yang berenang ke arahnya.
Cuaca disana memang tidak cerah, agak sedikit mendung. Namun, tetap tidak membuat mereka berdua berhenti untuk menikmati alam yang asri itu.
"Tik ... Tik ... Tik ...."
Rintik-rintik air hujan turun ke bumi. Richard dan Naya berada di tengah danau ketika hujan turun. Richard pun mempercepat mendayung sampan supaya tidak kebasahan. Sayangnya, hujan turun begitu derasnya. Mereka berdua basah kuyup.
Setelah sampai di tepi danau, Richard langsung menarik tangan Naya untuk berlari bersamanya menuju rumah pohon. Ia membiarkan Naya naik terlebih dulu ke dalam rumah pohon itu.
Naya kedinginan, ia memeluk lututnya agar merasa sedikit kehangatan. Namun, semua itu tidak berhasil. Baju Naya sudah terlalu basah. Untungnya, Naya tidak memakai baju yang menerawang jadi tubuhnya tidak akan terlihat oleh Richard.
Richard melihat Naya menggigil kedinginan. Ia segera menarik salah satu tangan Naya ke kedua tangannya. Ia menggosok-gosok tangannya untuk memberikan sedikit kehangatan disana. Namun, tetap saja itu tidak berhasil.
Padahal, jika mereka berteduh di dalam mobil, mungkin mereka tidak akan merasa kedinginan karena Richard selalu membawa baju ganti ketika ia pergi kemana pun. Sayangnya, meskipun ia membawa baju itu, tidak mungkin ia mengambilnya. Itu akan sia-sia karena hujan turun begitu derasnya.
"Stttt ..." Rintihan Naya yang kedinginan. Tangan Naya sudah mulai keriput oleh air.
"Nay, bertahanlah," ucap Richard cemas yang masih menggosok-gosok tangan Naya.
"Dingin ..." ucap Naya lirih dengan bibir yang sudah pucat.
Richard bingung harus berbuat apa. Pasalnya mereka berdua sama-sama kebasahan. Tak ada satu kain pun yang ada di rumah pohon tersebut. Hanya ada beberapa foto masa kecil Richard bersama keluarganya menempel di dinding rumah pohon tersebut. Tentu saja itu tidak bisa untuk membantu Naya menghangatkan tubuhnya.
Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Richard. Ia segera melepas baju yang ia kenakan. Naya melihat perut kotak-kotak milik Richard sekilas karena Richard langsung mendekap tubuhnya.
"Jangan menolak pelukanku. Ini satu-satunya jalan agar kau merasa hangat," ucap Richard sambil memeluk tubuh Naya erat.
Beberapa saat kemudian, Richard melepaskan pelukan tersebut. Ia meminta Naya untuk membuka bajunya juga.
"Nay, buka bajumu. Aku tidak ingin kau menggigil terus-menerus karena mengenakan pakaian yang basah," pinta Richard.
Naya menggeleng pelan. Meskipun ia kedinginan, tetapi pikirannya masih waras. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padanya ketika ia membuka bajunya.
"Please, aku akan memberikan kehangatan untukmu." Naya menggeleng lagi.
"Nay, kau jangan keras kepala! Badanmu semakin menggigil! Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu!" cecar Richard sedikit kewalahan menghadapi Naya yang tidak mau membuka bajunya.
Alhasil, Richard nekat membuka satu persatu kancing baju Naya dan menaruhnya di samping Naya. Ingin menolak pun Naya tidak bisa. Energinya terkuras habis karena kedinginan.
Richard menelan salivanya sendiri. Ada debaran jantung dan g*irah yang muncul dalam dirinya ketika melihat tubuh atas Naya yang hanya memakai bra saja. Namun, kepalanya masih bisa berpikir jernih. Ia tidak mau menyerang orang yang sedang dalam keadaan lemah.
***
Terima kasih sudah membaca ceritaku sampai di bab ini. Semoga kalian menyukainya.
Jangan lupa berikan like dan vote nya teman-teman.
Ramaikan juga cerita ini dengan komentar-komentar kalian.
Kalian bisa juga memberikan dukungan untuk yoyo dengan menonton iklan yang ada di kolom pemberian hadiah.
jangan lupa mampir juga di karyaku ya,🙏🏻
icad icad..