Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Waktu terulang?
“Sudah cukup!” Veronica muncul dan mendekat ke arah mereka. “Lima tahun lalu kau memaksa tunanganku menikahimu dan melarangnya mencariku. Sekarang waktunya habis. Bisakah kembalikan dia padaku?”
Armando tertegun. “Aku benar-benar terlahir kembali?” menatap tangannya yang kini menggenggam Virginia, seketika ia tersadar. Ternyata waktu benar terulang.
Virginia melepas tangannya dari genggaman Armando, kemudian menghampiri Veronica. “Apa kamu mabuk?”
“Aku sama sekali tidak mabuk!” Veronica menepis tangan Virginia.
“Kalau kamu tidak mabuk, harusnya kamu tahu. Armando Mendoza adalah suamiku. Kenapa masih kamu kejar juga?”
“Aku lah yang paling dicintai oleh Armando. Dan aku tidak akan membiarkan kamu mengambil Armando dariku.” Veronica menarik tangan Virginia kemudian menghempaskan nya, membuat Virginia terhuyung.
Dengan cepat Armando mendekat dan menangkap tubuh wanita itu sebelum terhempas ke lantai. Kali ini dia tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Virginia.
“Armando, kenapa kamu memilih menolongnya?” Veronica syok dengan perlakuan Armando pada Virginia.
Armando tidak peduli pada teriakan Veronica. Pria itu malah menatap wajah Virginia. “Virginia… aku mencintaimu.” Virginia terkejut karena dirinya dipeluk secara tiba-tiba oleh Armando. Reaksi yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Dia bahkan lupa membalas pelukan pria itu.
“Virginia, aku benar-benar kembali.” Armando melepaskan pelukan sebentar, menatap wajah Virginia yang syok. Kemudian kembali memeluk lebih erat. Tertawa terbahak-bahak.
“Armando, apa yang kau lakukan? Kenapa kau memeluk dia?” Veronica berseru tidak suka.
“Virginia Fernandez, kamu kan yang meracuni otak Armando?” Veronica hendak menyerang Virginia.
Dengan cepat Armando menghempaskan wanita itu hingga tersungkur, lalu berjalan mendekat ke arah Veronica dengan tatapan sinis.
Cecilia mengerutkan kening mendekat ke arah kakak iparnya. “Kakak ipar, kakakku kenapa?” bertanya setengah berbisik.
Virginia menggelengkan kepala. “Aku juga tidak tahu.” Menjawab dengan bisikan pula.
Armando berjongkok di hadapan Veronica yang masih bersimpuh di lantai. “Kamu bertanya siapa yang paling aku cintai?” Armando tertawa terbahak-bahak.
Kembali berdiri dan berjalan ke arah Virginia. “Virginia, apa kamu bertanya siapa yang paling aku cintai”
Beralih menatap ke arah adiknya. “Cecilia kamu bertanya siapa yang paling kucintai?”
Lalu menatap ke arah mamanya. “Mama, apa kamu juga ingin tahu siapa yang paling aku cintai? Yang paling aku cintai adalah Virginia Fernandez." Berbicara sambil menepuk dada, bangga.
Armando berjalan ke depan menghadap para tamu. “Kalian semua…! Hari ini aku umumkan, wanita yang paling aku cintai adalah Virginia Fernandez. Virginia Fernandez adalah istriku satu-satunya. Nyonya direktur grup Mendoza. Orang yang paling kucintai di dunia ini.”
Veronica terkejut mendengar perkataan Armando. Wanita itu berusaha untuk bangkit, dan hendak menyerang Virginia karena merasa tidak terima. Armando menghadang dan segera mendorongnya hingga kembali tersungkur.
Veronica menggeleng tak percaya. “Armando, kamu memukulku untuk perempuan hina ini?”
Mendengar hinaan Veronica seketika Armando mendekat dan menampar wajah wanita itu
“Tepat sekali. Dulu mata dan hatiku buta hingga tidak melihat wajah aslimu. Sekarang jangan harap bisa memecah belah kami dan mencelakai Virginia.”
“Tidak mungkin. Kamu hanya mencintaiku.” Veronica masih tidak bisa menerima kenyataan.
Wanita itu kembali bangkit dan serta merta menyerang Virginia. “Kamu kan yang telah meracuni otak Armando? Perempuan brengsek!”
Veronica mendorong kuat tubuh Virginia akan tetapi dengan cepat Armando menangkap tubuh Virginia hingga ikut terdorong dan malah punggungnya yang membentur ujung meja besar tempat kue ulang tahun, hingga pria itu meringis.
“Sayang, apa kamu baik-baik saja?” Virginia bertanya dengan cemas.
Armando tersenyum. “Aku baik-baik saja. Yang penting kamu tidak apa-apa.” ucapan pria itu membuat Virginia semakin tertegun, bahkan wanita itu menepuk pipinya sendiri seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Kenapa tiba-tiba sikap Armando berubah?
Armando bertepuk tangan tiga kali memanggil beberapa pengawal. “Bawa perempuan itu keluar dari sini!” perintahnya menunjuk ke arah Veronica.
“Armando, maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja untuk membuatmu kesakitan.” Wanita itu menangis memohon.
“Kamu masih tidak sadar, ya? Ini bukan tentang aku. Tapi kamu baru saja ingin mencelakai istriku.” teriak Armando. Pria itu memberi isyarat pada para pengawal untuk menyeret Veronica.
Veronica mencoba berontak, tetapi orang-orang Armando tidak berhenti. Mereka menyeret Veronica.
“Jangan pernah menyentuhku mulai sekarang. Jangan dekati istriku setengah langkah pun!” teriak Armando.
“Armando, jangan begini, jangan seperti ini padaku.” Veronica terus berteriak minta dilepas, tapi sia-sia.
Cecilia dan nyonya besar mendoza bertepuk tangan melihat apa yang baru saja dilakukan oleh Armando. Senyum bahagia terukir di wajah mereka. Hanya Virginia yang masih tertegun dan tidak percaya. Semua itu nyata atau hanya sandiwara Armando bersama Veronica?
*
*
*
Virginia menyilangkan kedua tangan di depan dada, bersandar pada sandaran kursi tunggu yang didudukinya di depan ruang dokter. Wanita itu pusing melihat Armando yang tak henti berjalan mondar-mandir.
Beberapa saat lalu pria itu membawa nya dengan paksa ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan kehamilan. Padahal dia sudah mengatakan tidak ada masalah sedikitpun pada kandungannya.
Sesampai di rumah sakit, ternyata Armando tak hanya meminta Virginia untuk periksa kandungan, tapi juga kondisi tubuh secara menyeluruh. Entahlah, Virginia masih tak mempercayai perubahan sikap suaminya.
Sesaat kemudian pintu ruang dokter terbuka. Armando segera mengejar sosok berseragam putih yang baru saja keluar dari balik pintu.
“Dokter, bagaimana keadaan istriku dan kandungannya?”
“Nyonya Virginia dalam keadaan baik, tidak ada masalah apapun. Begitupun dengan janinnya. Jadi, tidak ada yang perlu Anda khawatirkan.” Dokter memperlihatkan hasil tes lab kepada Armando. “
Virginia berjalan meninggalkan Armando dengan perasaan tak menentu. Perubahan sikap Armando masih mengusik hatinya.
Armando segera mengejar Virginia. “Sayang, kenapa kesal?” tanya Armando tak mengerti.
Virginia tak menggubris pertanyaan Armando. Wanita itu terus melangkah tanpa kata. Meskipun begitu Armando tidak marah. Mungkin istrinya hanya sedang tidak baik moodnya.
Virginia menghentikan langkahnya ketika mereka berada di taman depan rumah sakit. Duduk di sebuah bangku panjang.
“Sayang, kenapa duduk di sini? Di sini panas. Ayo cari tempat yang lebih nyaman.”
Virginia menatap Armando datar. “Apa yang sedang kamu dan Veronica rencanakan?”
“Aku? Rencana apa? Dan Veronica? Kenapa harus ada nama Veronica?” Armando tidak mengerti maksud pertanyaan istrinya. “Aku tidak ada sangkut pautnya dengan dia.”
Virginia mengambil napas dalam dan menatap Armando datar. “Armando Mendoza, kita sudah bersama selama lima tahun. Apa mungkin aku tidak mengenalmu? Kau selalu bersikap dingin padaku. Bagaimana mungkin tiba-tiba berubah menjadi baik jika bukan karena kau membutuhkan sesuatu dariku?”
“Virginia, aku…”