Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 31
Sreeet
Tap tap tap
Tak tak tak
Suara langkah kaki berada dengan ketukan tongkat menarik perhatian semau karyawan Rumah Sakit Mitra Harapan. Awalnya mereka menganggap pria bertongkat yang baru saja masuk itu hanyalah pasien biasa. Namun saat mereka memerhatikannya lagi, mata mereka pun langung membelalak.
Bisik-bisik yang terdengar jelas di telinga tentu bukanlah sebuah bisikan. Semua hendak mendekat ingin menyapa, namun mereka urung dan ragu.
Rumor dokter ramah jadi tempramental kadung melekat dalam diri Han. Bahkan beberapa perawat yang pernah bekerja untuknya masih bergetar tubuhnya ketika melihat Han dan mengingat apa yang pria itu sudah lakukan.
" Itu beneran Dokter Han?"
" Bener lah geblek, mata lo picek apa. Itu jelas Dokter Han. Betewe, mau apa ya dia kemari."
" Cek up kali, kalau nggak kontrol. Lo inget kan kemarin dia kritis dibawa ke sini malem-malem."
Mereka membicarakan sesuatu yang telah terjadi. namun kini ada hal yang menarik lainnya. Pria itu datang bersama seorang wanita. Wanita yang terlihat kecil saat berjalan berdampingan dengan Han itu terlihat cantik. Bukan hanya terlihat cantik namun wanita itu memang cantik.
Yang membuat mereka sedikit salah fokus dalah wanita itu memegang erat lengan si dokter.
" Itu pacar?"
" Nggak mungkin, perawatnya kali?'
" Tapi, kok bisa ya sedeket itu. Maksud gue, dia kan selalu ngamuk sama perawat-perawat yang ngerawat dia. Dan kayaknya dia bukan berasal dari lingkungan RSMH deh."
Serba serbi dugaan dan juga prasangka diucapkan oleh para pekerja. Baik perawat maupun dokter yang melihat Han melintas. Namun diantara mereka hanya berani melihat dan bicara di belakang tanpa berani untuk menghampiri dan menyapa.
" Tuan Muda, Anda sungguh populer ya?"
" Haah, stop manggil aku Tuan Muda, Gista"
Mendengar Han yang mengeluh tidak membuat keinginan Gista berhenti unyuk memanggil Han dengan sebutan Tuan Muda. Entahlah, dia merasa senang saja melihat ekspresi Han yang risih ketika dia memanggilnya demikian.
" Kita mau kemana Pak Han?"
" Aah bentar, bawa aku ke bagian Klinik Neurologi."
Gista jelas baru pertama ini memasuki rumah sakit besar. Terlebih ini RSMH, dimana namanya begitu terkenal. Saat ayahnya mengalami kecelakaan dulu, rumah sakit yang digunakan bukanlah RSMH.
Maka dari itu gadis itu terlihat kebingungan, dan menikmati gesture tubuh Gista yang bingung itu. Ekspresi wajah Gista meskipun belum terlihat jelas orang Han, tapi Han mampu mengetahuinya bahwa Gista berusaha mencari. Terlihat gerakan kepala Gista yang ke kiri dan ke kanan sambil melihat papan penunjuk arah.
Merasa cukup untuk menikmatinya, Han pun bergerak seolah-olah ke arah sembarangan. Tapi sebenarnya saat ini Han tengah menuju ke bagian arah yang dituju.
" Eh loh, ternyata ke sini to," gumam Gista lirih. Sedangkan Han hanya tersenyum simpul mendengar gumaman dari Gista.
Kini mereka sudah berada di depan poliklinik dokter spesialis neurologi. Tentu saja itu bukanlah tujuan utama Han. Ia hanya menggunakan klinik milik Dokter Wisang sebagai kamuflase. Sebenarnya Han sudah janjian dengan Arsya. Dan untuk mengacaukan Gista, Han menyuruh pergi.
" Kamu boleh berkeliling. Nanti kamu kesini sekitar satu jam lagi. Ah iya bukannya katanya temenmu kerja di sini ya."
" Eh beneran saya boleh keliling Pak Han, siap kalau gitu. Saya akan segera pergi. Ah iya bener, saya akan nyari Victor. Kebetulan dia sekarang lagi di bagian bedah katanya. Bagus saya akan nyari tahu hehehe."
Han mengerutkan alisnya, teman yang dibicarakan Gista bernama Victor, berarti itu adalah seorang pria. Entah mengapa hal tersebut membuat dirinya terganggu.
Tanpa bicara lagi Gista langsung menghilang dari pandangan Han. Han pun segera masuk ke dalam ruangan Dokter Wisang dan tak lama kemudian Arsya datang.
Pemeriksaan singkat dilakukan Arsya, namun hal tersebut tidak membuat Arsya puas sehingga dia membawa han menuju ke ruangannya.
Selain lebih nyaman tentu alat yang digunakan lebih lengkap untuk digunakan memeriksa.
" Masyaallah Han, ini beneran luar bisa. Kondisi mata lo semakin baik. Ini benar-benar hal yang luar biasa. Padahal gue tahu betul, kamu harus melakukan transplantasi kornea untuk bisa lihat lagi. Aaah, gue bener-bener nggak bisa ngomong apa-apa Han."
Siapa kira Arsya sampai meneteskan air matanya sekarang ini. Pria itu sungguh merasa terharu. Padahal ia tahu saat ini Dokter Sai yang merupakan ayah Haneul sedang berusaha keras mencari donor mata.
" Han, lo harus bilang ke kedua orang tua lo."
" Iya, gue juga mikir gitu. Tapi bentar lagi, gue butuh waktu sebentar lagi. Ada sesuatu yang harus gue lakuin Sya."
" Han! haaah, sorry. Oke kalau itu yang lo mau. Tapi gue harap jangan kelamaan, lo yang lebih tahu gimana bokap lo kelimpungan kesana kemari nyari cara buat nyembuhin mata lo."
Han mengangguk epat, dia tahu betul itu. Namun untuk saat ini dia memang harus menunda dulu untuk memberi kabar bahagia ini. Paling tidak setelah dia yakin siapa dalang dibalik kecelakaannya.
Memberi tahu tentang kesembuhan matanya maka berarti dia harus memberi tahu perihal kecelakaannya yang terjadi dengan tidak wajar. Hal tersebut Han yakin akan jadi pukulan buat kedua orang tuanya.
Untuk sementara dia harus berpegang teguh pada rencananya. Saat ini yang benar-benar tahu bahwa dirinya sudah kembali penglihatannya adalah Dokter Wisang dan Dokter Arsya.
Alex pun belum Han beritahu. Ia harus menggunakan Alex dulu untuk beberapa waktu.
" Woi, lo nggak bilang sih mau ke sini?"
" Nggak usah bikin ribut. Ayo keluar."
Rupanya Alex mendatangi Han di ruangan Arsya. Takut Alex bertanya macam-macam, Han pun segera membawa pria itu keluar dari ruangan Arsya.
" Kita keliling aja Lex."
" Wokee siap."
Alex dengan senang hati membawa Han berjalan-jalan. Dia bahkan menggamit lengah Han. Sebenarnya Han risih sekali. Tapi mau bagaimana lagi, semua itu untuk menguatkan perannya.
Alex membawa keliling Han. Sebenarnya dia memiliki maksud, yakni ingin memperlihatkan kepada orang-orang di rumah sakit bahwa Han sudah move on dari keterpurukannya. Di saat seperri itu, Alex bisa mengawasi dan menilai ekspresi dari orang-orang yang bertemu pandang dengan Han.
" Lo capek nggak, masih ada tempat terkahir yang jadi puncak kunjungan kit kali ini."
" Nggak tenang aja, dan gue siap buat tempat terakhir kita."
Alex tersenyum lebar, dia semakin erat menggamit lengan Han. Keduanya berjalan dengan beriringan. Dan senyum mereka semakin mengembang ketika kaki mereka melangkahkan kaki di lantai departemen bedah.
" Selamat pagi semua!"
Degh!
TBC
Lanjuut