Catharine Briana Wilson dan Cathalina Andromeda Wilson adalah saudara kembar identik yang sengaja dipisahkan sejak bayi oleh sang ibu
Catharina yang tinggal bersama orang tuanya harus menghadapi kepahitan hidup setelah sang ibu meninggal dunia dan ayahnya menghadirkan ibu tiri untuknya
Memiliki ibu tiri yang jahat, adik tiri teratai putih dan ayah jenderal bajingan, Cathalina yang mengantikan posisi sang kakak yang dibunuh pada saat pernikahannya berniat membalas dendam
Menginjak-injak mereka dan menjadikan mainan! Mata dibalas dengan mata !
Memiliki suami yang lumpuh dan kejam,Cathalina akan membuatnya bertekuk lutut dan membayar semua penghinaan yang diberikan lelaki tersebut kepada sang kakak.
Putri yang luar biasa dengan berbagai macam keahlian yang akan menggemparkan kekaisaran Lunox.
Bahkan kaisar membutuhkannya untuk bertahan hidup dan mengamankan singhasananya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MISI PENYELAMATAN PART 1
Catharine melihat keluar kearah pintu dan menoleh kesamping dimana kamar Lili dan bibi Amirah berada.
Masih sepi dan sunyi, lantai juga masih bersih tak ada jejak kaki sama sekali menandakan jika para pembunuh memang fokus menuju kediaman utama untuk menyerang Raja Dexter.
Posisi kamarnya yang berada paling ujung dan tak terjamah membuat para penyusup menjadikannya tempat masuk yang paling aman.
Melihat kondisi George yang sudah sedikit membaik meski masih sangat lemah, Catharine bergegas merapikan peralatan medisnya dan memasukkannya kedalam kantong yang tersembunyi dibalik gaun lebar yang dipakainya.
“Istirahatlah dan jangan kemana-mana karena lukamu belum kering benar jadi jangan sampai terkena air”, pesan Catharine sebelum dia menghilang didalam derasnya hujan.
George yang mengangkat satu tangannya berusaha untuk mencegah sang nyonya pergi kekediaman utama karena cukup berbahaya harus pasrah kembali menurunkan tangan melihat betapa cepatnya Catharine berlari menembus hujan.
“Kuharap, putri akan baik-baik saja”, batinnya berdoa.
Hujan makin deras hingga membuat atap kamar Catharine yang tadi berlubang kini sepenuhnya ambrol.
Bruakkk...
Untungnya George berbaring diatas sofa yang ada diposisi sudut kamar, jika dia berbaring diatas ranjang bisa dipastikan kondisinya akan semakin memprihatinkan karena akan terkena jatuhan atap yang ambruk akibat kondisi kamar yang memang tak layak untuk di huni.
“Yang Mulia sungguh tega menempatkan putri dalam kamar yang bahkan lebih buruk dari kamar pelayan”, batin George miris.
Melihat kebaikan sang putri terhadapnya, George bertekad untuk membicarakan mengenai kediaman sang putri kepada Raja Dexter begitu para penyusup telah berhasil dibasmi.
Dia tentunya tak ingin dewi yang telah menyelamatkan nyawanya tinggal di kediaman yang tak layak seperti ini.
Meski sangat kecewa dengan keputusan kaisar, George merasa tindakan Raja Dexter melimpahkan semua kesalahan kepada sang istri sangatlah salah karena disini Catharine juga merupakan korban dari keegoisan sang kaisar.
Di halaman kediaman utama, bau anyir dan genangan darah ada dimana-mana seiring dengan jatuhnya para korban penyerangan pagi ini.
Dapat Catharine lihat lelaki berpakaian hitam terus berusaha merangsek masuk kedalam kediaman namun masih bisa dihalau oleh para pengawal yang menjadi benteng hidup disana.
Karena hujan sangat deras dan guntur terus bersautan membuat kerusuhan yang terjadi tak terlalu terdengar sehingga para penghuni istana tampak nyaman berada ditempatnya masing-masing, tak terganggu sama sekali dengan suara berisik pertempuran yang terjadi.
Catharine yang pernah melihat pembantaian seperti ini bersama gurunya tak merasa panik dan melangkah dengan tenang sambil menghunuskan pedang kejantung musuh begitu melihat lelaki berpakaian hitam yang tergelatak ditanah mulai bergerak.
Dalam pertempuran, jangan sisakan musuh demi keselamatan diri sendiri sehingga Catharine terus menebas musuh yang dirasa masih hidup dan membantu memapah serta mengobati para pengawal yang terluka parah dengan pil penghenti darah yang ada ditangannya.
“Untung aku memiliki stock pil ini cukup banyak sehingga bisa berguna dalam situasi seperti ini”, batinnya lega.
Satu persatu para pengawal yang terluka Catharine obati, setidaknya langkah awal ini bisa membantu mengurangi jumlah korban jiwa sebelum dia melakukan penanganan lebih lanjut.
Dengan gaun berwarna merah tua yang dipakainya, gerakan Catharine yang kesana kemari ditengah hujan memberi pil penghenti darah kepada para pengawal yang terluka membuatnya terlihat seperti mentari yang muncul ditengah hujan, sosoknya terasa begitu hangat dan membawa harapan bagi semua orang.
Pendarahan akibat luka yang para pengawal derita berhenti ketika pil yang mereka telan telah terurai dengan sempurna sehingga nyawa mereka pun bisa terselamatkan.
Didalam kediaman utama, kondisinya terasa lebih mencekam dibandingkan dengan apa yang terjadi dihalaman.
Saat ini, Raja Dexter sudah terpojok. Pakaian putih yang dikenakannya pun sudah berwarna merah akibat beberapa pisau yang berhasil menusuk bahu serta dadanya.
Wajahnya sangat pucat dengan satu tangan yang tak tertusuk memegang pedang panjang dengan tatapan dingin yang menusuk.
Menatap tajam ke sepuluh orang yang berhasil mengepungnya dan membuatnya duduk diatas kursi roda diposisi paling sudut dalam kamarnya.
Hanya ada Derreck yang setia menjadi perisai didepannya dengan kondisi yang tak kalah mengenaskan dari Raja Dexter.
Meski badannya penuh dengan luka sayatan yang terus mengalirkan darah segar, Derreck tetap berdiri tegak didepan Raja Dexter seolah apa yang menimpa dirinya bukanlah suatu hal yang besar.
“Derreck, kapan bala bantuan datang”, ucapnya tajam.
Derreck mengertakkan giginya “Mereka seharusnya sudah tiba sedari tadi. Entah apa yang membuat mereka terhambat tanpa kabar!”.
Mendengar percakapan keduanya, pemimpin pembunuh bayaran yang memakai topeng perak terkekeh pelan.
“Tentara Benedict tak akan pernah sampai jadi kalian jangan terlalu berharap!”
“Sekarang, menyerahlah! biarkan kami membawa kepala Raja Dexter kehadapan Tuan kami”, ucapnya angkuh.
Meski sudah menduga jika tentara Benedict belum juga tiba karena adanya ahmbatan, namun mendengar kenyataan yang ada dari mulut para musuh, membuat Derreck dan Raja Dexter merasa sangat geram.
Para pembunuh bayaran kali ini tampaknya telah merencanakan semuanya dengan sangat matang.
Bahkan mereka juga telah mengantisipasi kedatangan tentara Benedict yang pasti akan datang membantu begitu istana memerlukan bantuan.
Sambil menahan rasa sakit dibagian bawah tubuhnya yang seakan terus mengoyak dagingnya demi bisa mengeluarkan tulangnya, Raja Dexter menatap tajam pemimpin pembunuh tersebut dan berkata dengan nada dingin “Siapa Tuan yang menginginkan kepalaku?”, tanyanya tajam.
Pria bertopeng perak tersenyum meremehkan melihat target yang sudah berada diujung kematian masih berupaya mengorek informasi darinya.
“Raja, prajurit kematian tak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada targetnya. Bukankah informasi kecil seperti itu seharusnya anda tahu”, ujarnya dengan nada penuh cibiran.
Ingin membuat mental Raja Dexter bertambah drop, lelaki bertopeng tersebut kembali bersuara, “Sebaiknya anda menyerah sekarang karena percuma menunggu bala bantuan datang karena hal itu tak akan pernah terjadi, jadi hentikan rasa sakit yang anda alami dan menyerahlah”.
“Siapa yang bilang bantuan tak akan datang! ”,suara tajam wanita yang muncul dibelakang para pembunuh bayaran seketika menarik atensi semua orang yang ada dalam kamar.
Melihat seorang wanita dengan gaun merah basah oleh air hujan dengan air masih menetes dilantai yang sangat kontras dengan kulitnya yang seputih porselen membuat semua orang terbelalak sempurna.
Siapa wanita itu?
Dengan pedang berlumuran darah ditangannya, Catharine menatap pria bertopeng perak tersebut dengan rasa jijik yang jelas hingga membuat pria yang ditatapanya merasa marah.
Catharine terlihat seperti sosok dewi kematian dengan gaun merah, sama seperti darah yang membasahi pedangnya.
Pria bertopeng perak memandang Catharine dengan wajah binggung, “Siapa kamu?”.
Catharine tidak menyembunyikan apapun, “Aku, putri Benedict, Catharine Briana Wilson!”
Putri Benedict?
Semua orang tampak linglung sesaat sebelum mereka ingat jika wanita yang mengaku sebagai putri Benedict ini adalah putri tertua Marquess Betrand yang terkenal jelek dan bodoh hingga tawa penuh ejekan menggelegar, memecah kesunyian yang sempat tercipta.
“Jadi kamu wanita jelek dan bodoh itu! putri tertua keluarga Wilson yang terkenal sebagai sampah!”, ujar satu pria berpakaian hitam sambil tertawa mengejek.
“Benar, saking bodohnya dia bahkan semua hal yang ada padanya telah menjadi lelucon di ibukota ”, ujar yang lain menimpali.
Pemimpin bertopeng perak pun menatap Catharine dengan jijik, “Ck, hanya putri sampah berani berulah! Jika kamu memang seberani itu, buka cadarmu dan perlihatkan wajah jelekmu itu agar kami percaya jika kamu benar-benar putri Benedict, bukan putri palsu yang sedang menyamar”.
Mendengar ucapan pemimpin mereka, sembilan orang yang ada disana tertawa terbahak-bahak seolah mereka melihat tontonan lucu.
Yang satu Raja Perang yang cacat dan hampir mati sementara yang satunya lagi putri sampah, tampak pasangan yang sangat ideal untuk dihancurkan.
Ketika para pembunuh bayaran tersebut masih tertawa terbahak-bahak, Catharine sudah mengayunkan pedangnya.
CRAASSH.....
Glundung....
Satu kepala berhasil Catharine tebas dan menggelinding dilantai dengan darah menyebar kemana-mana, membuat tawa semua orang hilang seketika dan keadaan menjadi sunyi senyap.