6 tahun mendapat perhatian lebih dari orang yang disukai membuat Kaila Mahya Kharisma menganggap jika Devan Aryana memiliki rasa yang sama dengannya. Namun, kenyataannya berbeda. Lelaki itu malah mencintai adiknya, yakni Lea.
Tak ingin mengulang kejadian ibu juga tantenya, Lala memilih untuk mundur dengan rasa sakit juga sedih yang dia simpan sendirian. Ketika kejujurannya ditolak, Lala tak bisa memaksa juga tak ingin egois. Melepaskan adalah jalan paling benar.
Akankah di masa transisi hati Lala akan menemukan orang baru? Atau malah orang lama yang tetap menjadi pemenangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Kebetulan (Dosen Killer)
Lala mendadak diam. Biasanya dia yang paling petakilan. Tak berani menatap ke arah sang dosen yang sedang berbicara tepat di depannya.
"Untuk dua semester ke depan kalian semua harus mengikuti peraturan yang saya buat."
Kalimat itu mampu membuat Lala menegakkan kepala. Sesaat dia terpana akan wajah tegas yang dimilki sang dosen pengganti.
"Setiap kali ada tugas harus dikerjakan dan dikumpulkan. Jika, ada yang tidak mengerjakan juga mengumpulkan saya akan memberikan tugas lebih banyak berikut dengan tugas sebelumnya."
Suara tidak setuju pun mulai terdengar. Namun, tak ada tanggapan apapun dari Brian yang masih berdiri dengan penuh percaya diri.
"Jika, di antara kalian ada yang tidak setuju dengan peraturan yang saya buat. Pintu keluar terbuka lebar untuk kalian."
"Ganteng-ganteng galak," bisik seorang mahasiswi yang duduk tepat di belakang Lala.
Sedangkan Lala tak menyanggah sama sekali. Mulutnya seperti dikunci rapat. Lala sedikit gelagapan ketika manik mata sang dosen menatapnya. Segera dia memalingkan pandang.
Dua jam bagai dua puluh jam untuk Lala. Dia merasa tidak nyaman dengan pemandangan indah di depannya. Padahal, sedari tadi Brian diam, tapi hatinya malah tak karuhan.
"Mata kuliah hari ini selesai dan jangan lupa besok semua tugas harus dikumpulkan."
Sorakan dari mahasiswi yang menjadi balasan atas perkataan Brian. Namun, dia tetap dengan wajah dinginnya.
Kini, di kelas tersisa Lala dan Brian. Lala yang masih sibuk memasukkan buku serta barangnya yang lain begitu juga dengan Brian. Getaran ponsel membuat Lala merogoh tasnya.
"Iya, Ma."
...
"Udah selesai. Ini Lala mau langsung pulang."
...
"Oh ya udah. Have fun."
...
"Enggak usah, Ma. Jangan ganggu Alfa, Mama tahu sendiri tuh anak kesabarannya setipis tisu."
...
"Beneran. Lala enggak apa-apa di rumah sendiri."
...
"Iya. Bye."
Lala meletakkan kembali ponselnya dan mulai beranjak dari sana. Dilihatnya sang dosen masih sibuk dengan tablet. Niat hati akan pamit mendadak diurungkan karena wajah serius sang dosen membuat nyalinya down. Segera dia menuju pintu keluar.
Pandangan Brian mulai beralih ketika Lala sudah keluar dari kelas. Diraihnya ponsel yang ada di atas meja.
"Jangan ke kafe. Langsung pulang aja."
"Kenapa?"
Sambungan telepon Brian akhiri. Dan mulai merapihkan barang-barangnya. Baru saja keluar kelas, pandangannya tertuju pada mahasiswi yang tadi duduk tepat di depannya sedang bersama seorang lelaki. Brian melanjutkan langkahnya dan tiba-tiba kakinya mendadak berhenti ketika melihat tangan Lala dicekal oleh lelaki yang seakan tengah memaksa. Samar dapat dia dengar suara Lala yang menolak ajakan lelaki tersebut.
"Enggak, Van. Gua gak enak sama Abang ojolnya kalau dibatalin. Mana udah tua."
Lengkungan kecil samar terukir di wajah Brian. Kembali melanjutkan langkah dan dengan sengaja menyenggol bahu kanan lelaki yang tengah bersama Lala hingga membuat cekalan tangan itu terlepas.
"Sorry."
Lala menggunakan kesempatan itu untuk pergi meninggalkan Devan. Langkahnya mulai dipercepat agar Devan tak mengejarnya. Benar saja Devan kehilangan jejak Lala.
.
Pengalihan pikiran untuk sekarang dengan mengerjakan tugas yang begitu banyak yang selalu Brian berikan. Biasanya Lala akan mengeluh, tapi kali ini dia merasa sangat bersyukur. Tugas yang Brian berikan seperti ketidaksengajaan yang tepat. Jadi, tidak perlu pusing mencari alasan untuk menghindari Devan.
Sayangnya, Sulit sekali untuk menghindari Devan. Setiap pagi dia selalu menjemput Lala. Padahal, Lala sudah menolak.
"La, kita kan udah biasa kayak gini."
"Bagi lu ini biasa, Van. Enggak bagi gua. Gua berharap lebih."
Setiap kali diajar Brian, Lala selalu selamat dari Devan. Seperti kebetulan yang keseringan.
Pagi ini Lala yang sudah duduk di kursi paling belakang dan paling pojok. Ternyata dia melupakan sesuatu.
"Mampus!"
"Tugas yang kemarin saya berikan tolong dikumpulkan."
Lala memejamkan matanya sejenak. Dia melihat ke arah mahasiswa yang lain di mana mereka semua mengumpulkan tugas yang diberikan Brian. Lala terus berdoa di dalam hati supaya dosen pengganti itu tak menyadari jika dia tak mengumpulkan tugas.
"Kaila Mahya Kharisma."
Nama lengkap Lala dipanggil oleh Brian. Tatapan Brian tertuju pada mahasiswi yang sudah mengangkat tangan.
"Mana tugas kamu?"
Sebuah atensi mahasiswa yang ada di kelas mulai tertuju pada Lala. Sungguh Lala merasa malu sekarang.
"Belum saya kerjain, Pak."
Brian sudah melipat kedua tangannya. Dia berjalan menghampiri Lala dengan tatapan datar nan dingin.
"Selesai kelas ke ruangan saya."
Lala mengangguk pelan. Setelah itu hembusan napas kasar pun keluar. Sesuai dengan yang diperintahkan Brian, Lala datang ke ruangannya.
"Berikan saya alasan kenapa kamu gak ngerjain tugas." Suasana mendadak mencekam.
"Lupa, Pak."
"Lupa atau kecapekan nangis?"
"Eh?"
Kejadian semalam mulai berputar di kepala. Baru saja hendak mengerjakan tugas, Alfa masuk ke kamar.
"Lu bisa bohongin semua orang, tapi lu gak bisa bohongin gua."
Hanya mendengar kalimat itu Lala langsung menangis. Mengungkapkan semua yang dia rasakan dengan air mata yang kembali berjatuhan. Dia sendiri pun tak tahu kapan tertidur saking lamanya menangis di depan Alfa.
"Besok sudah diserahkan ke saya."
Lala mulai tersadar ketika sang dosen sudah memberikan kertas berisi tugas yang harus Lala kerjakan.
"Buset!"
Tugas yang sangat banyak. Sungguh sangat kejam dosen yang satu ini. Namun, atensinya beralih pada tas di mana ponselnya terus bergetar. Setelah dia raih, hanya tatapan datar pada layar. Dia pun mengabaikan.
"Saya berubah pikiran."
Pandangan Lala kini berubah, kembali menatap Brian yang masih duduk di kursinya.
"Kerjakan di perpustakaan dan saya tunggu hari ini juga tugasnya."
"HAH?"
Lala terkejut bukan main. Keberanian mulai muncul.
"Tugasnya banyak loh, Pak. Belum tugas yang kemarin. Enggak mungkin--"
"Saya tidak menerima penawaran. Konsekuensi dari apa yang sudah kamu lakukan harus kamu jalankan."
Ingin menimpali lagi, tapi Lala urungkan karena getaran ponsel yang tiada henti di dalam tasnya.
"Kalau tugasnya selesai malam?"
"Saya akan tetap menunggu."
"Kalau selesainya pagi?"
"Akan tetap saya tunggu."
"Kalau--"
"Kalau kamu tidak bergegas ke perpustakaan, tugas kamu akan saya tambah lagi."
Mendengar ancaman itu membuat Lala segera pergi meninggalkan ruangan Brian. Dosen dingin dan killer itu tak pernah main-main dengan ucapannya.
.
Lala cukup frustasi dengan tugas yang Brian beri. Tapi, juga bersyukur karena tugas ini menyelamatkannya dari Devan. Semakin dia menghindar, Devan malah semakin mendekat. Tanpa Lala sadari dia sudah melewatkan makan siang saking fokusnya.
Ada yang meletakkan goody bag di atas meja tempat Lala mengerjakan tugas. Kepalanya mulai ditegakkan dan seorang sudah berdiri di sampingnya.
"Biar enggak ngantuk."
Brian menyerahkan kopi yang dia pegang kepada Lala. Manik mata mereka berdua bertemu cukup lama.
"Sebelum minum kopi, habiskan makanannya. Saya tidak ingin mendengar kabar mahasiswa saya pingsan karena tugas tambahan."
Setalah berkata, Brian memutar tubuh dan mulai menjauh dari Lala. Langkahnya terhenti mendengar kalimat yang Lala katakan.
"Makasih banyak, Pak."
Tanpa menoleh Brian menganggukkan kepala. Dan mampu membuat Lala melengkungkan senyum.
Mata Lala melebar ketika melihat isi dari goody bag tersebut. Dia juga segera meraih es kopi yang Brian berikan.
"King kafe."
Dia membuka isi makanan tersebut. Betapa tercengangnya melihat makanan apa yang ada di dalam sana. Es kopi yang dipesan pun bertuliskan es kopi yang dia sukai dari kafe tersebut.
"Ini hanya kebetulan atau emang Pak Brian tahu apa yang gua suka?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Ayo atuh kencengin komennya
lanjut lgi ya Thor penasaran SMA crita Lala SMA PK dosen
semangat thor
kena mental kagak tuch si Devan 😃😃😃
seperti yang telah dilakukan Lala , dia mencoba mengikhlaskan dan belajar menerima yang baru dan ternyata yang baru jauh lebih baik dan lebih perfect bukan hanya di mata Lala tapi juga dari pandangan semua .
barang yang retak apalagi sudah pecah jangan harap akan bisa kembali seperti semula . apalagi yang pecah berkeping-keping maka makin sulit pula untuk menyatukan .
jadi Devan lebih baik lepaskan saja Lala dan mencoba membuka hati lagi untuk orang lain yang mungkin juga akan lebih baik buat Devan dan orang disekitarnya tentunya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍