Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisakah?
"Istrimu yang lain akan cemburu. Pergilah," usir Kara.
Untuk saat ini saja biarlah Kara mendapat dosanya. Menolak suami yang ingin bermalam dengannya. Namun, Kara sungguh tidak sanggup untuk bersama Elno bila mengingat ada wanita lain yang berada di rumahnya. Kara pun tidak ingin jika malam ini melihat Elno tidur bersama Sari. Sakit sekali hatinya, apalagi ini sudah terjadi dua tahun lamanya.
Ada bagusnya Elno menempatkan dirinya di kamar atas. Setidaknya Kara tidak akan mendengar suara-suara yang lebih menyayat hati lagi.
Elno ingin sekali merengkuh Kara. Tahukah istrinya betapa ia sangat merindukannya. Bertahun-tahun lamanya Elno cuma bisa menyentuh Kara melalui layar ponsel. Sekarang istrinya tepat berada di depannya. Namun, Elno tetap saja tidak bisa mendekapnya.
"Tidak bisakah aku dimaafkan?" tanya Elno. Suaranya lirih. Bernada memohon dan putus asa ketika Kara mendengarnya.
"Apa itu pantas?"
"Ini sudah terjadi, Kara. Apa yang harus kulakukan agar kamu bisa menerimaku?" tanya Elno.
"Aku ingin ...."
"Jangan, Kara," sela Elno. "Jangan sekali mengucapkannya. Aku mencintaimu. Kesalahanku yang membuat pernikahan kedua terjadi. Kumohon keikhlasan hatimu, Sayang. Kumohon."
Kara menunduk, lagi-lagi buliran bening sialan meluncur dari kelopak matanya tanpa diperintah. Kara tidak ingin lemah, tetapi tetap saja hati yang teriris membuat kesedihan itu terjadi.
"Pergilah, El. Semakin lama kamu di sini, malah membuatku muak. Pergilah, aku tidak ingin menyakitimu," ucap Kara.
"Pukul aku, Kara. Lampiaskan sakit hatimu padaku."
"Itu tidak akan mengubah apa pun," jawab Kara.
Elno bangkit dari sofa, ia berjalan gontai keluar kamar. Kara tersedu ketika pintu kamarnya telah ditutup oleh suaminya. Ia tidak bisa menerima kenyataan ini. Sungguh Kara belum bisa ikhlas akan pernikahan kedua suaminya.
Elno masuk ke dalam kamar tidurnya. Sari sudah terlelap dan Finola di tempat tidurnya sendiri. Elno mengecup lembut puncak kepala putrinya, lalu mengambil bantal kepala di samping Sari.
Elno keluar lagi. Malam ini ia tidak akan tidur bersama kedua istrinya demi kebaikan bersama. Elno merebahkan diri di sofa panjang. Ia mencoba memejamkan mata, tetapi kesedihan Kara selalu membayangi dirinya.
"Waktu? Andai yang namanya waktu bisa diputar," gumam Elno, lalu memejamkan mata.
Tengah malam Elno terbangun. Tidur di sofa sungguh membuatnya tidak nyaman. Ia bangkit, lalu berjalan menuju kamar Kara. Elno berharap pintu kamar istrinya tidak terkunci agar ia bisa masuk.
Perlahan Elno menekan gagang kunci. Bersyukur karena Kara tidak menguncinya. Matanya mengamati dan ia lagi-lagi lega mendapati sang istri yang terlelap.
Elno naik ke atas tempat tidur. Ia mengecup pipi Kara, lalu memeluknya. Hangat dan sangat nyaman. Ia berharap Kara tidak akan bangun untuk beberapa menit saja.
Kara mengeliat, Elno lekas menarik tangan. Buru-buru ia turun dari tempat tidur dan keluar kamar. Dapat memeluk Kara beberapa saat sudah membuatnya senang. Elno segera menuruni anak tangga dan kembali tidur di sofa.
Kara membuka mata. Ia sadar ketika ada yang membuka pintu kamarnya. Ketika Elno mengambil kesempatan mengecup pipi dan memeluknya. Memang Kara sengaja menggerakkan tubuh agar Elno segera pergi.
"Aku belum ikhlas, El," ucap Kara lirih.
...****************...
Kara keluar kamar setelah selesai membersihkan diri. Hari ini ia akan pergi jalan-jalan menjelajahi kota Jakarta. Ini waktunya liburan, menikmati jerih payahnya selama bertahun-tahun. Semalam Elno sudah memberikan tabungan miliknya. Kara harus ke bank dulu untuk membuat kartu tarik tunai.
Ketika Kara menuruni anak tangga, ia mendengar suara tawa dari Sari. Kara percepat langkahnya, dan celingak-celinguk mencari sumber suara.
Kamar Sari dengan pintu terbuka sedikit. Entah apa yang membuatnya begitu penasaran sampai Kara sampai di depan pintu kamar. Sari tengah tertawa ketika Elno menggelitik perutnya.
"Biarkan aku memasang dasimu," ucap Sari.
"Iya, iya, cepat pasangkan," kata Elno.
Ketika Sari hendak memasang dasi, Elno kembali menganggunya. Keduanya tertawa bersama tanpa sadar ada Kara di depan kamar. Kara lekas berlalu dari sana menuju ruang dapur. Ada bibi yang tengah menyuapi Finola makan.
Keluarga sempurna dan di sini Kara yang menjadi pihak ketiga. Sudah ada sarapan juga di meja. Sungguh Sari adalah istri yang berbakti pada suaminya. Kara tidak menyentuh makanan itu. Ia tidak enak karena makan dan tidur di rumah ini.
"Dia sangat lahap makannya," tegur Kara.
"Iya, Nyonya," jawab Bibi.
Kara menggapai lengan Finola yang padat berisi. Ia mengecupnya dan anak itu tertawa. Kara tersenyum dan bibi pengasuh juga ikut menarik sudut bibirnya.
Suara Sari dan Elno kembali terdengar. Kini lebih dekat. Kara menoleh. Sepasang suami istri itu tengah menuju ruang makan. Sari yang melihat Kara lekas melepas tangannya dari lengan sang suami.
Elno tersenyum dan bergegas menghampiri istri pertamanya. "Selamat pagi, Sayang."
Kara tidak menjawab sapaan Elno, tetapi ia menghindar dengan melangkah pergi dari ruang makan. Meski Elno dan Sari sangat wajar bermesraan, hati Kara tetap saja terasa sakit.
"Ayo, sarapan," ajak Sari.
"Aku sarapan di kantor saja. Aku harus berangkat sekarang," kata Elno.
Sari meraih tangan Elno dan mengecup punggungnya. Elno mengusap rambut istrinya, lalu beralih mengecup kening Finola.
"Jangan mengantarku ke depan pintu. Tetaplah di sini," kata Elno.
Sari mengangguk. "Hati-hati di jalan. Aku juga sebentar lagi berangkat."
Elno berjalan ke depan. Ia berhenti sejenak ketika melihat Kara bermain ponsel di ruang tamu. Istri yang tidak bisa ia gapai tengah tertawa melihat layar teleponnya.
"Kara, aku ke kantor dulu," ucap Elno.
Kara cuma berdeham tanpa melepaskan tatapannya pada ponsel. Elno mendekatinya, ia membungkuk, lalu mendaratkan kecupan di puncak kepala Kara, dan itu dilihat oleh Sari.
Kara melepas tatapannya dari layar ponsel, ia meraih selembar tisu yang ada di meja, lalu menyeka bekas sentuhan Elno.
"Pergilah. Jangan pedulikan aku," ucap Kara.
"Baiklah, aku pergi."
"Tunggu!" ucap Kara kemudian.
"Iya, Sayang," sahut Elno senang.
"Aku ingin jalan-jalan. Kebetulan aku juga ingin memanjakan diri di salon."
"Tapi aku tidak bisa menemanimu. Aku harus kerja dan pulang sore."
"Aku bisa sendiri," Kara mengucapkannya sambil tersenyum. Tangannya terulur kepada suaminya.
Elno meletakkan tas kerja di meja. Ia meraih dompet di dalam saku celana belakang. "Lima ratus ribu cukup, kan? Lusa nanti aku baru gajian."
Kara mengangguk. "Cukup, aku akan menambahkan sisanya."
Elno memberikan lima lembar uang merah dan Kara dengan senang hati menerimanya. Uang nafkah yang hari ini baru Kara rasakan. Hasil Elno dari kerjanya sebagai karyawan kantoran.
"Uang gaji kamu harus diberikan kepadaku dulu," kata Kara.
Elno mengangguk. "Iya, aku akan memberikan semua uangnya padamu."
Elno mengusap puncak kepala Kara, lalu keluar rumah. Kara mendengar suara mesin mobil dan lama-lama suara itu menghilang.
"Kara," tegur Sari.
Kara menoleh. "Ya, ada apa?"
"Aku menerima pernikahan ini. Kuharap kamu juga," ucap Sari.
Kara bangkit dari duduknya. Ia menghadap Sari. "Bisakah kamu meninggalkan suamiku?"
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya