Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulangan mendadak
Alena duduk di bangkunya, menunggu kehadiran Nadine. Tak lama kemudian, Nadine muncul, berjalan perlahan dengan kaki yang masih sedikit kencot akibat kejadian kemarin.
Alena berdiri dan menghampiri Nadine. "Ayo, gue bantu."
Nadine tersenyum tipis saat Alena memegang lengannya untuk membantunya berjalan menuju bangku mereka. Alena pelan-pelan menuntun Nadine agar tidak terlalu memaksakan kakinya.
"Kaki lo udah mendingan belum? gue udah bilang jangan masuk dulu."
"Nggak bisa, Al. Aku harus masuk, aku nggak mau ketinggalan pelajaran."
"Hadeh, orang pintar."
Nadine tertawa kecil. "Tapi kemarin lucu banget, tau nggak?"
"Apa yang lucu?''
Gadis itu menahan tawa. " Pas aku pulang kemarin, bibi aku panik banget liat kaki aku kencot. Dia sampai bawa ember isi air anget sambil teriak-teriak suruh aku angkat kaki aku."
Alena ikut tertawa mendengar cerita itu, membayangkan betapa hebohnya suasana di rumah Nadine. Namun, wajah Alena berubah sedikit serius ketika ia mengingat sesuatu.
"Nyokap lo, gimana? dia pasti khawatir banget sama lo."
Nadine terdiam sebentar, senyum di wajahnya perlahan memudar. Alena yang menyadari perubahan ekspresi itu langsung merasa bersalah.
Nadine tersenyum tipis. "Mama aku udah ngga ada, Al."
Alena tertegun, merasa kata-katanya tadi sangat tidak peka. Ia menggigit bibirnya, tidak tahu harus berkata apa.
Gadis itu menunduk. "Sori, gue nggak tau."
Nadine tertawa kecil, menyenggol bahu Alena. "Udah, nggak apa-apa. Aku malah seneng kamu nanya kayak gitu. Itu artinya kamu peduli sama aku."
Alena masih terlihat canggung, tapi Nadine langsung mengubah suasana dengan senyumnya yang ceria.
"Tapi beneran deh, kamu harus ketemu bibi aku nanti. Dia lebih heboh dari kamu, Al."
"Maksud lo, gue heboh?!"
"Hehehe, bercanda..."
Ditengah candaan mereka, Bu Merah memasuki ruangan dengan langkah penuh wibawa. Begitu sampai di depan kelas, Bu Merah memandang semua siswa.
"Sebelum kita mulai, saya akan absen dulu."
Bu Merah mulai memanggil nama satu per satu sambil mencatat di buku absennya. Setelah selesai, ia melipat buku itu dan menatap siswa kembali.
"Hari ini kita akan ulangan. Jadi, siapkan diri kalian. Tidak ada alasan, dan tidak ada yang boleh protes."
Kelas tetap hening. Semua siswa sudah terbiasa dengan gaya Bu Merah yang selalu tiba-tiba mengadakan ulangan. Tapi di barisan tengah, Alena yang baru saja mendengar kata “ulangan” langsung membelalakkan mata.
"Ulangan?"
Bu Merah melanjutkan penjelasan soal ulangan.
"Soalnya dari materi yang sudah kita pelajari sejak awal semester. Jadi, kalau kalian belajar, tidak akan kesulitan. Saya kasih waktu 10 menit untuk belajar sebelum kita mulai."
Saat semua siswa sibuk membuka buku catatan mereka, tiba-tiba sebuah kertas kecil melayang di meja Alena. Ia terkejut dan langsung menoleh ke belakang. Ghost Riders—Kael, dan teman-temannya—sedang menatapnya sambil memberi gestur semangat dengan tangan mereka.
Alena menghela napas, lalu membuka kertas itu. Tulisan Kael terlihat mencolok dengan gaya tulisannya yang sedikit berantakan.
Soalnya nggak akan beda jauh dari yang kemarin mereka ajarin, kalo lo hafal rumusnya lo pasti bisa jawabnya. Dan tenang aja nggak perlu terburu-buru, jawab yang gampang dulu. Kalau buntu. Gue bantu nanti.
Alena melirik ke belakang dengan ekspresi kesal tapi juga lega. Kael hanya mengangguk santai sambil tersenyum.
Ia menaruh kertas itu di bawah bukunya dan mulai membuka catatan dengan serius.
Nadine yang duduk di sebelah Alena terlihat sedikit bingung. Ia menyenggol pelan lengan Alena.
"Al, sebelum aku masuk, kalian belajar apa aja?"
Alena yang sedang mencorat-coret rumus di buku catatannya berhenti dan menoleh. Alena menyerahkan buku catatannya. Nadine menerimanya dengan senyuman.
"Makasih, Al."
Hanya butuh beberapa menit bagi Nadine untuk mempelajari isi catatan itu. Ia mengembalikannya dengan wajah puas.
"Makasih banyak ya, Al."
"Iya."
Waktu belajar selesai. Bu Merah berdiri dari meja guru, melipat tangannya di depan dada. Dan ya, Alena hanya belajar dari sisa waktu Nadine meminjam bukunya.
"Baik, waktu belajar selesai. Sekarang, saya akan jelaskan beberapa aturan ulangan ini. Dengarkan baik-baik!"
Kelas menjadi hening.
"Tidak ada yang boleh berbicara, saling menyontek, atau melakukan hal-hal yang mencurigakan. Kalau saya melihat ada yang melanggar, nilai kalian langsung nol. Paham?"
Siswa serentak menjawab. "Paham, bu..."
Bu Merah mulai membagikan lembar soal. Alena menatap kertas itu dengan percaya diri palsu. Ia menggenggam pena dengan mantap dan mulai menulis sesuatu yang entah benar atau salah. Kael yang duduk di belakang memperhatikan Alena sambil tersenyum tipis.
Disisi lain, Nadine mengerjakan soal dengan sangat fokus, sementara Ghost Riders terlihat lebih santai dan lancar.
Waktu terasa berjalan cepat. Ketika bel berbunyi, Bu Merah berdiri dari kursinya.
"Waktu habis. Kumpulkan lembar jawaban kalian ke depan."
Satu per satu siswa maju mengumpulkan lembar jawaban mereka. Alena menyerahkan miliknya dengan perasaan campur aduk.
"Kalian boleh istirahat sekarang. Lembar jawaban ini akan saya koreksi dan saya bagikan saat jam istirahat. Jangan lupa untuk kembali ke kelas tepat waktu!"
Dengan langkah tegas, Bu Merah meninggalkan kelas membawa tumpukan kertas ulangan. Alena kembali ke mejanya dan menghela napas panjang.
...----------------...
Pelajaran kedua selesai. Bel istirahat berbunyi, tapi tak seperti biasanya, Geno, ketua kelas yang di pilih Alena waktu itu, berdiri di depan kelas sambil mengetuk meja dengan penggaris.
"Teman-teman, tetap dikelas dulu ya. Gue mau bagiin kertas ulangan Bu Merah."
Siswa-siswa yang tadinya sudah bersiap keluar kembali duduk dengan enggan. Alena menumpukan dagunya ke meja sambil mendesah malas.
Geno mulai membagikan kertas ulangan satu per satu. Nadine menerima kertasnya lebih dulu dan langsung menunduk memandanginya. Alena yang duduk di sebelah Nadine melirik sekilas.
"Dapet berapa lo?" tanya Alena dengan nada penasaran.
Nadine tidak menjawab. Dia terus menunduk, hingga akhirnya terdengar suara isakan kecil darinya. Alena langsung panik.
"Nadine, lo kenapa? tenang dulu, oke. Cerita sama gue."
Nadine perlahan menunjukkan kertas ulangannya kepada Alena. Tertulis di sana angka 89, jelas nilai yang besar bagi kebanyakan siswa.
"Kenapa? Lo terharu karena nilai lo gede?"
Nadine masih tetap terisak, matanya merah dan wajahnya penuh dengan kesedihan. Dia menggelengkan kepalanya pelan, meski air matanya masih terus mengalir.
"Ini... ini bukan nilai yang cukup untuk aku. Di sekolah lama, aku selalu dapat nilai 100... Aku gagal, Alena..." Nadine berkata dengan suara gemetar, hampir tak terdengar.
Alena tertegun, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia melirik kertas ulangannya sendiri yang baru saja diterima dari Geno. Di sana tertulis angka besar "35."
"Dia nangis gara-gara 89, terus gue..." pikir Alena dalam hati, merasa ironis dengan perbandingan itu.
Namun, Alena tidak ingin Nadine merasa lebih buruk. Dengan cepat, dia berusaha menyembunyikan kertas ulangan miliknya yang berisi angka memalukan itu, lalu mencoba menenangkan Nadine.
"Dengerin gue. Nilai lo ini udah bagus banget. Lo nggak gagal, oke? Mungkin ini cuma soal adaptasi aja sama cara guru di sini. Lo bakal bisa lebih baik lagi nanti."
Nadine menghapus air matanya perlahan, meski masih terlihat kecewa. Dia mengangguk pelan, tetapi ekspresinya masih belum bisa sepenuhnya ceria.
"Ya, kamu bener. Tapi tetep aja aku kecewa dan ada yang akan jauh lebih kecewa dengan nilai aku."
Alena mengerutkan dahinya. "Siapa?"
Nadine lagi-lagi menggeleng. Alena tersenyum tipis, mencoba menenangkan suasana.
"Udah, nggak usah terlalu keras sama diri lo sendiri. Gue dapet 35."
Nadine menoleh kaget ke arah Alena, seolah tak percaya.
"Hah?! 35?!"
Alena mengangguk santai dan tersenyum kecil.
"Kamu sesantai itu, Al..."
Nadine tak bisa menahan tawa kecil meski masih sesenggukan. Sebuah tawa yang lepas, meski tidak sepenuhnya meredakan rasa kecewanya.
"Ya mau gimana lagi."
Alena dan Nadine baru saja selesai dengan obrolan mereka ketika suara heboh dari sisi lain kelas menarik perhatian mereka. Semua mata tertuju pada Syifa yang berdiri sambil tersenyum lebar, memamerkan kertas ulangannya.
"Aku dapat 100, guys! Lihat!" Teriak Syifa.
Kelas langsung menjadi riuh. Beberapa orang mendekati Syifa untuk memberikan selamat, sementara yang lain berseru iri. Nadine tersenyum kecil melihat kehebohan itu, sementara Alena hanya menatap datar.
"Heboh banget."
Nadine menoleh ke Alena sambil tertawa kecil. "Kamu nggak iri, Al?"
"Ngapain iri?"
Sementara itu, di pojok belakang kelas, Ghost Riders menghela napas bersamaan. Mereka, yang sudah terbiasa dengan angka 100, hanya menatap kertas ulangan mereka dengan datar, seakan tidak ada yang luar biasa dari nilai tersebut. Mungkin bagi mereka, nilai seperti itu sudah menjadi hal biasa, bukan sesuatu yang perlu dirayakan.
"Apa gue perlu pamer juga kayak dia?" Celetuk Bayu, sambil melipat-lipat kertas ulangan itu.
"Gais aku dapet 100 liat deh." Ronan menirukan suara Syifa.
Mereka semua tertawa. Kael hanya tersenyum tipis, tatapannya tanpa sadar tertuju ke Alena yang tampak cuek dengan kegaduhan itu.
Tiba-tiba Geno, kembali berdiri di depan kelas, mengetuk meja untuk menarik perhatian semua orang.
"Eh, teman-teman, sebentar! Ada yang lupa gue sampaikan."
Kelas kembali tenang. Geno melirik daftar di tangannya, lalu menatap langsung ke arah Alena.
"Alena, Bu Merah manggil lo ke kantor sekarang."
Seluruh kelas langsung menoleh ke arah Alena serempak. Bisik-bisik mulai terdengar, membicarakan apa yang mungkin terjadi. Nadine menatap Alena dengan bingung.
"Al, kenapa Bu Merah manggil kamu?"
Alena tersenyum tipis. "Kayaknya gue bakal dapet reward."
Alena berdiri dari kursinya dengan santai. Dia berjalan ke depan kelas tanpa tergesa-gesa, seolah tidak peduli dengan tatapan semua orang.
Di belakang kelas, Ghost Riders yang tadinya sibuk dengan diri mereka sendiri kini mendadak hening. Kael menatap punggung Alena yang semakin jauh.
Mereka semua tetap diam, menunggu hingga Alena benar-benar keluar dari pintu, lalu suara bisik-bisik kembali memenuhi ruangan.
Dan pria itu beranjak dari duduknya.