Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DEBAT
“Itu, Jovan kan?” tanya Jackson tak percaya.
“Kok dia bisa bareng sama Glori?” tambah Sebastian.
Shavinna dan Seanna yang melihat di dalam cafe juga merasa syok dengan apa yang mereka lihat sekarang. Seorang perempuan keluar dari mobil itu, tapi perempuan itu bukan lah Glori. Perempuan itu tampak membuka kan pintu untuk seseorang yang tidak lain adalah Glori. Untung cafe itu tidak terlalu ramai dan berada cukup jauh dari jalan besar. Jadi tidak ada banyak mata yang melihat mereka. Shavinna dan Seanna langsung menyusul keluar setelah melihat kondisi Glori yang meresahkan. Saat mereka sampai di parkiran, Shavinna dan Seanna langsung berusaha membantu Glori.
“Eh, ngga usah. Biar aku aja,” sahut perempuan yang tidak dikenal oleh Shavinna dan Seanna itu.
“Kalian kenapa ikut keluar? Aku ada yang bantu kok,” jelas Glori yang tak enak.
“Kok kamu bisa jadi kaya gini sih, Glor? Kenapa kamu ga ngasih tahu kami kalau kondisi mu kaya gini? Seharus nya kamu ga usah ikut, Glor,” tanya Shavinna yang sangat khawatir pada Glori.
Jovan yang berdiri di mobil nya tampak tak peduli dengan Glori. Ia langsung menghampiri Jackson dan Sebastian tanpa melihat keadaan sekitar.
“Lu ngapain kesini? Itu cewe lu kaga di bantuin?” perkataan Sebastian seperti nya tidak di dengarkan oleh Jovan.
“Maaf telat ya, Jack. Tadi agak macet, Naureen mana?” tanya Jovan.
Shavinna dan Seanna tampak sangat khawatir dengan Glori. Begitu pula dengan Sebastian dan Jackson. Sebastian yang merasa kesal langsung meninggalkan Jovan dan Jackson.
“Masalah kalian apa lagi sih? Kalau soal cewe, gue ga suka lu jadi egois, Jovan.” Jackson akhirnya ikut masuk bersama yang lain nya.
Shavinna, Seanna, Glori, Sebastian, dan Jackson sudah masuk sekarang. Hanya tersisa Jovan yang masih berdiri di parkiran. Ia tampak nya tak akan masuk sebelum di seret.
“Jovan kenapa sih?” sahut Seanna yang kesal.
“Biarin aja, ga usah peduliin dia,” balas Sebastian.
“Udah, soal itu ga usah di perpanjang. Ini kenalin temen ku, nama nya Mona. Dia ikut ngumpul sama kita gapapa kan?” Glori tampak mengalihkan topik pembicaraan.
“Wah, kita jadi tambah rame ya? Apa mau pindah tempat aja?” tawar Shavinna.
“Ga usah. Mumpung cafe nya sepi, kita di sini aja. Kalau di tempat lain takut nya rame,” bantah Mona yang ingin tetap berada di cafe itu. Tapi entah mengapa Mona berusaha menghindari tatapan nya dari Aelin dan Reza.
“Ah, gitu ya? Oke lah,” Shavinna dengan senang hati mengikuti ke inginan Mona.
Entah mengapa tampak nya orang-orang di sana tidak terlalu peduli dengan kehadiran Shavinna atau pun Glori. Antara mereka memang tidak peduli atau berpura-pura tidak sadar.
“Kok tangan mu jadi kaya gini sih, Glor?” tanya Seanna yang merasa penasaran dari tadi.
“Ini cuma kena air panas aja kok. Itu kepala Sebastian juga kenapa?” balas Glori dengan santai nya.
“Itu dia yang mau kita omongin hari ini. Seanna sama Sebastian di teror kemarin,” mendengar ucapan Shavinna membuat Glori berbalik terkejut.
“Teror lagi? Di mana? Kok bisa sih?” timpal Glori.
“Mending kita tunggu Evan dulu deh. Kita harus lengkap dulu, biar nanti nyambung semua,” sahut Aelin yang duduk di pojok dan hanya menjadi pajangan dari tadi.
“Kak Aelin? Ih, Kakak kapan pulang ke sini? Kok ngga ngabarin aku sih?” Glori merasa bahwa pertemuan hari ini menjadi tempat reunian mereka.
“Haha, kan yang penting sekarang kita udah ketemu. Mona apa kabar?” balas Naureen.
“Mona? Bukan nya kamu pindah markas?” celetuk Reza yang baru menyadari kehadiran Mona.
Saat Glori memperkenal kan Mona tadi, Reza tidak terlalu memperhatikan. Ia baru menyadari bahwa Mona yang bersama dengan Glori sekarang adalah orang yang ia kenal.
“Baik,” jawab Mona dengan singkat nya.
“Udah lama banget ya? Sekarang kita ketemu lagi. Pertemuan ini ga pernah aku sangka loh,” tambah Aelin.
“Iya, Kak. Kita akhirnya bisa ke temuan lagi,” timpal Shavinna yang bahagia.
“Evan kok lama banget sih?” tanya Mona yang berusaha mengalihkan pandangan nya pada Reza.
“Kamu kenal sama Evan?” balas Shavinna.
“Ah, itu, eh, iya. Kurang dia aja kan?” jawab Mona dengan gugup.
“Riki belum ke sini loh. Kalian lupa sama dia?” sahut Sebastian.
“Anak itu ikut? Kirain dia emang ga dateng,” ucap Aelin yang bertambah bad mood.
“Itu mereka udah dateng,” secara kebetulan Jovan, Evan, dan Riki masuk ke dalam cafe itu bersama.
Evan langsung duduk di samping nya Reza. Sedangkan Riki duduk berhadapan dengan Aelin yang lebih tepat nya di samping Shavinna. Jovan malah duduk berdua dengan Ezra yang dari tadi sibuk bermain game sendirian. Ezra memang tidak mau bergabung dengan teman-teman Kakak nya itu. Sekarang Jovan juga tampak tak ingin bergabung dengan teman-teman nya. Setelah semua nya lengkap, Shavinna ingin memulai apa yang harus mereka bicara kan.
“Menurut ku pelaku dari kasus pembunuhan pertama dan kedua itu berbeda. Teror yang kita alami sama yang Seanna alami juga pasti berbeda. Jadi gimana menurut kalian?” jelas Shavinna.
“Teror apa, Shav?” tanya Glori yang memang tidak tahu apa-apa soal teror yang anak lain alami.
“Yang pertama itu kami di teror di ruang musik. Itu kejadian kemarin siang. Terus aku sama Sebastian di teror pas sore nya. Aku sama Sebastian juga yakin orang yang neror kami itu beda,” tambah Seanna.
“Dari teror pertama itu, aku kaya kenal salah satu dari mereka. Bukan kenal juga, tapi salah satu nya punya wajah dan postur tubuh yang mirip banget sama salah satu dari kita,” Jackson masih saja berpegang teguh dengan ucapan nya yang kemarin.
“Siapa? Gue sempat ngelawan mereka, tapi semua nya kerasa asing sama gue. Mungkin lu salah liat,” Evan tampak tak setuju dengan pernyataan Jackson.
“Orang yang lu lawan itu empat kan? Orang yang ngikutin kami itu ada tiga. Siapa tahu lu ga fokus gara-gara mereka nyerang rame-rame,” timpal Sebastian.
“Ngga mungkin, empat orang itu ga ada yang mirip sama salah satu dari kita,” Evan masih saja membantah.
“Gue emang ngga ada pas kalian di teror. Tapi gue percaya felling nya Evan,” celetuk Jovan.
“Tunggu, atau orang yang neror kita itu bukan cuma empat? Bisa jadi mereka lebih banyak dari yang kita kira,” sahut Riki yang mulai berpendapat.