Nona ketiga Xiao Xinyi di paksa menikahi Adipati Ling Yun menggantikan kakak tertuanya yang terus berusaha untuk mengakhiri hidupnya.
Siapa yang tidak tahu jika Adipati Ling Yun selalu berselisih dengan Tuan besar Xiao. Dua keluarga besar yang saling bertentangan itu di anugerahi pernikahan Kaisar Jing Hao.
Bersedia ataupun tidak salah satu wanita dari kediaman Xiao harus menikah menjadi Nyonya utama kediaman Adipati Ling Yun. Intrik dalam pernikahan yang berlandaskan politik menjadikan Nona ketiga Xiao Xinyi harus membuat rencana untuk dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keteguhan di balik rasa sakit
Di dalam kamar Xiao Xinyi sudah tidak mampu lagi menahan rasa sakit di dadanya. Dia meringkuk tidak berdaya di lantai menahan rasa sakit menusuk tanpa henti pada bagian jantung. "Aaaa..." Suara teriakan tertahan. Dia tidak ingin ada yang tahu keadaannya. Dia mencoba merangkak untuk dapat meraih obat yang ada di balik kasur tempat tidur. Keringat perlahan membasahi seluruh tubuhnya. Setiap urat syaraf seperti di tarik kuat dalam lapisan kulitnya.
"Aaaa..." Tubuhnya bergetar hebat selama lima menit baru setelahnya dia pingsan tidak dapat menahan rasa sakit yang berlebihan.
Dari arah pintu masuk pelayan Daxia masuk kedalam kamar. "Nyonya muda." Dia berlari menghampiri Nyonya mudanya yang sudah meringkuk di lantai dekat tempat tidur. "Nyonya muda. Tolong..." Dia berteriak kuat.
"Daxia. Jangan memanggil orang lain. Aku mohon jangan biarkan ada orang yang masuk melihat keadaan ku seperti ini." Xiao Xinyi telah terbangun kembali. Dia menatap lemah kearah pelayannya.
"Nyonya muda. Tapi anda terlihat sangat kesakitan." Pelayan Daxia menangis menatap Nyonya mudanya yang masih menahan rasa sakit.
Xiao Xinyi menggeleng kepalanya.
"Baik. Saya tidak akan membiarkan orang lain masuk." Perlahan tubuh Nyonya mudanya di tempatkan di lantai kembali. Dia keluar dari kamar. "Tidak ada masalah kalian bisa pergi," ujar Pelayan Daxia memberikan alasan kepada para penjaga yang berdatangan. Dia masuk kembali mengunci pintu berlari kearah Nyonya mudanya. "Nyonya muda perlahan." Dia mencoba menarik perlahan tubuh Xiao Xinyi agar bangkit dan bergerak menuju tempat tidur.
Setelah sampai di tempat tidur Xiao Xinyi menatap kearah pelayannya. "Ada obat di bawah kasur. Tolong ambilkan untukku."
Pelayan Daxia mencoba mencari dengan menggerayangi setiap sudut tempat tidur. Saat dia telah mendapatkannya botol di buka. Satu butir obat berwarna hitam pekat berukuran sangat kecil di berikan kepada Nyonya mudanya. Dia berlari untuk mengambil air minum lalu memberikannya kepada Xiao Xinyi.
Gadis itu memiringkan tubuhnya meminum obat pahit dalam sekali tegakan. Meskipun obat itu tidak bisa sepenuhnya menyembuhkan. Tapi setidaknya obat penenang yang ia buat bisa membuatnya tertidur sesaat untuk melupakan rasa sakit di dadanya. Nafasnya masih tidak beraturan namun perlahan dia mulai dapat memejamkan kedua matanya.
Pelayan Daxia mengangkat selimut yang ada di ujung bawah tempat tidur untuk di berikan kepada Nyonya mudanya. Selimut di tutupkan hingga kebagian pundak. Dia mengambil air hangat agar dapat dia gunakan menyeka keringat yang terus berjatuhan.
Xiao Xinyi tertidur hingga enam jam lamanya. Dan pelayannya selalu ada di sampingnya tanpa berani pergi. "Daxia," ujarnya pelan.
"Nyonya muda sudah bangun." Pelayan itu mendekat berlutut di dekat Nyonya mudanya. "Apa anda lapar? Saya sudah menyiapkan bubur. Sekarang bubur sudah dingin. Saya akan menghangatkannya lagi."
Xiao Xinyi mengangguk pelan.
Pelayan Daxia tersenyum hangat baru berjalan pergi membawa mangkuk bubur yang sudah dingin di meja.
Tokk...
Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Xiao Xinyi berusaha untuk bangkit. Dia mengambil gaun luarnya baru berusaha untuk melangkahkan kakinya perlahan. "Tunggu sebentar." Suaranya terdengar serak. Dia menuju kearah meja rias membenarkan dandannya agar tidak terlihat pucat. Setelah wajahnya terlihat jauh lebih segar gadis itu berjalan menuju pintu kamar. Saat dia membukanya Adipati Ling Yun sudah ada di hadapannya. "Adipati."
"Bersiaplah. Kita akan pergi ke kuil di pinggiran kota." Pria muda itu pergi begitu saja setelah mengatakan keinginannya.
"Baik," jawab Xiao Xinyi meski suaminya sudah berlalu pergi. Dia menutup pintu kamarnya tubuhnya hampir saja terjatuh di lantai. Dengan cepat dia meraih meja berisi lilin yang ada di samping pintu masuk ruangan kamar. Wadah lilin yang terbuat dari besi dan cukup tajam membuat goresan dalam pada bagian telapak tangan. Darah segar keluar mengaliri tangannya. "Huh." Dia menghela nafas dalam berusaha menstabilkan tubuhnya.
Pelayan Daxia masuk membawa bubur hangat di tangannya. Dia terkejut melihat banyaknya darah di lantai dekat pintu masuk. "Nyonya muda." Dia meletakkan mangkuk berisi bubur di meja. Berlari mendekat menuju kearah kotak obat di ujung ruangan bagian kanan. Setelah mendapatkan kotak obat dia mendekat kearah Nyonya mudanya. "Nyonya muda. Biar saya saja." Perlahan pelayan Daxia menyeka darah yang masih mengalir. Baru setelahnya menuangkan obat bubuk pereda pendarahan pada luka di tangan Xiao Xinyi.
Kerutan kening terlihat saat rasa perih terasa kuat di tangannya. Tidak butuh waktu lama pendarahan berhenti dan pengobatan bisa di lanjutkan kembali. Pelayan Daxia membalut luka dengan sangat hati-hati.
"Daxia siapkan gaun baru. Aku akan pergi ke kuil bersama suamiku." Suara Xiao Xinyi terdengar semakin melemah.
"Nyonya muda. Anda sudah seperti ini. Lebih baik beristirahat di rumah."
Senyuman terlihat di wajah pucatnya. "Ibu pasti ingin meminta keberkahan kepada dewa. Agar Nenek di berikan kesehatan. Sebagai menantunya tentu aku harus pergi," jelas Xiao Xinyi.
"Baik." Pelayan Daxia menyiapkan semua keperluan Nyonya mudanya.
Tepat di jam lima sore Xiao Xinyi keluar dari kamarnya. Wajah pucat dan lelahnya telah tersamarkan dengan riasan. Wajahnya terlihat lebih segar dan bersemangat. Di depan pintu keluar Adipati Ling Yun sudah menunggu. Kereta juga sudah disiapkan. Xiao Xinyi naik keatas kereta di ikuti suaminya. Mereka duduk saling berhadapan tanpa memperdulikan satu sama lain. Kereta bergerak perlahan menuju keluar Ibu Kota. Gadis itu membuka jendela kereta melihat orang-orang di luar melakukan aktivitas masing-masing.
Membutuhkan dua jam hingga mereka bisa sampai di kuil besar yang di maksudkan. Saat malam hari lentera memenuhi di sepanjang jalur menuju kuil. Keramaian juga masih terasa bahkan lebih padat dari pintu awal masuk ke jalur dalam kuil. Xiao Xinyi keluar terlebih dulu baru Adipati Ling Yun. Pelayan Daxia sudah bersiap membantu Nyonya mudanya agar dapat berdiri lebih setabil. Pelayan itu masih takut Nyonya mudanya akan terjatuh lagi.
Mereka berjalan perlahan bergiliran dengan banyaknya orang berdesakan. Xiao Xinyi berjalan berdampingan bersama suaminya. Namun jarak mereka terlihat cukup jauh.
"Aaa..." senggolan kecil dari pihak lain sudah membuat Xiao Xinyi tidak dapat berdiri dengan setabil.
Adipati Ling Yun menangkap tubuh istrinya. "Lebih dekat. Apa kamu tidak bisa melihat banyak orang yang berdesakan?" ujar pria muda itu ketus. Dia melepaskan tangannya dari pundak istrinya setelah beberapa saat.
Xiao Xinyi tidak terlalu menanggapi.
Melihat sikap ketidakpedulian dari istrinya. Adipati sedikit merasa kesal. Dia menarik lengan Xiao Xinyi agar lebih dekat dengan dirinya. "Jika kamu terjatuh dan terinjak Nenek dan Ibu akan menyalahkanku."
Gadis itu hanya melirik sebentar lalu berjalan santai. Dia sama sekali tidak memperdulikan ucapan suaminya.
Alis Adipati Ling Yun menyatu menatap kearah istrinya. "Maaf," ujarnya pelan dengan suara samar.
Gadis itu memelankan langkahnya menatap kearah suaminya. "Apa yang kamu katakan? Aku tidak mendengarnya?"