Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Sakit
"Gue pulang dulu, Vina mau ke kampus, dia nggak bisa keluar kalau gue nggak buka'in pintu. Kalau ada perkembangan tentang Bu Anggi, kabarin gue," Bimo melangkah keluar dari ruang kerja Anderson, setelah membaca pesan dari Vina.
"Beres. Makanya, punya sugar baby jangan dikurung mulu, susah sendiri kan kalau mau kemana-mana? Kalau takut diambil orang, buruan nikahin. Apa lagi loe juga udah lama menduda, kasian burung pipit lama mengembara, tidak punya persinggahan yang pasti," Anderson terkekeh, menyusul keluar dan berdiri disamping Bimo.
"Udah deh, nggak usah ngomentarin gue. Loe lebih parah dari gue, mantan yang udah jadi bini orang loe mau operasi sampai mampus," ungkit Bimo.
Kejadian beberapa jam lalu sempat merepotkan beberapa dokter umum lainnya gara-gara ulah Anderson yang tidak profesional.
Anderson merapikan jas dokternya pura-pura tidak mendengar.
Kisah cintanya bersama Minati memang sudah lama pupus, tapi selalu saja dirinya hilang kendali bila bertemu dengan wanita itu, berbeda dengan mantan-mantannya yang lain.
🎵Nit-nat-nit-not nitnat nitnot🎶 🎵Nit-nat-nit-not nitnat nitnot🎶
Anderson menatap Bimo, dering ponsel yang terus meraung di saku sahabatnya itu kembali mengingatkan dirinya pada Minati, dihari ulang tahun wanita itu dirinya menghadiahkan ponsel jadul itu dari hasil gaji pertamanya sebagai dokter kala itu.
"Ponsel loe?" tanya Anderson memberi tatapan heran.
"Bukan, Vina yang punya, gue nyimpen aja. Terlalu banyak nomor-nomor mencurigakan disini," sahut Bimo sembari mengangkat sambungan telepon.
📞"Hallo Tuan, bisa bicara dengan nak Vina?" nada suara Romlah terdengar cemas dan terburu-buru.
📞"Saya sedang diluar. Ada apa ya Bude?" tenang Bimo.
📞"Saya sedang berada di puskesmas membawa Vino berobat Tuan, sejak semalam demamnya tinggi dan muntah-muntah. Pihak puskesmas merujuk ke rumah sakit pemerintah di kota. Diagnosa mereka, Vino menderita tipes," papar Romlah, masih terdengar cemas.
📞"Baiklah, saya dan Vina akan segera kesana--" Bimo langsung panik. Pria itu tahu benar, penyakit itu sangat berbahaya bila lambat ditangani.
📞"Jangan Tuan, pihak puskesmas telah menyiapkan ambulance, kami sedang menuju rumah sakit sekarang bersama dua perawat yang mendampingi. Tolong sampaikan ke nak Vina langsung ke rumah sakit saja."
📞"Baiklah," sahut Bimo lalu mengakhiri panggilan.
"Apa yang terjadi?" tanya Anderson yang penasaran sejak tadi.
"Adik Vina yang bernama Vino sakit tipes, sedang menuju kemari dengan ambulance puskesmas Kampung Rawa Indah. Aku harus menjemput Vina dulu." Bimo bergegas pergi.
"Berhati-hatilah dijalan!" teriak Anderson, menatap Bimo yang berlari menyusuri lorong rumah sakit menuju area parkir.
...***...
"Kakak!" Vaniza berlari masuk kedalam dekapan Vina yang baru saja tiba bersama Bimo.
"Hiks... hiks... Kak Vino nggak mau bangun-bangun, hiks... Kak Vino kangen sama kakak, semalaman kak Vino nggak berhenti panggil-panggil nama kakak, hiks..." sedu gadis kecil itu dalam gendongan Vina.
"Tenang Sayang, kak Vino pasti sembuh," hibur Vina sedih, mengusap lembut adiknya itu.
Di lubuk hatinya, Vina pun tak bisa menahan rasa cemasnya melihat kondisi Vino yang masih koma dibalik jendela kaca ruang ICU.
"Maafkan Bude, Nduk. Bude terpaksa membawa Vaniza juga, karena mulai pagi Bude tidak melihat jeng Anggi, di pasar juga tidak ada," Romlah berucap dengan raut penyesalan.
"Tidak apa-apa Bude. Sayalah yang harusnya meminta maaf karena telah merepotkan Bude. Bude pasti sangat lelah mengurus Vino sejak semalan," sambil memandangi wajah lelah wanita yang baik hati itu.
"Jangan bicara begitu Nduk. Kamu, Vino, dan Vaniza sudah Bude anggap seperti anak Bude sendiri," Romlah tersenyum lembut.
"Maaf Tuan Bimo, dokter Anderson memanggil anda. Bu Anggi sudah sadar," sela seorang perawat yang datang menghampiri.
Bimo seketika gugup saat tatapan Vina dan Romlah terarah padanya seolah menuntut penjelasan mendengar ucapan sang perawat.
"Saya permisi sebentar," tanpa menunggu jawaban Bimo bergegas pergi bersama sang perawat yang memanggilnya.
Di situasi seperti ini, Bimo merasa belum bisa memberi penjelasan, ada banyak kekuatiran yang menjadi pertimbangannya.
...***...
Bimo mengusak kasar rambut rapinya, setelah melihat hasil laboratorium Anggi.
"Hampir saja loe membunuh wanita besar itu Bimo. Diabetesnya mencapai 400 mg/dL, dan kolesterolnya mencapai 280 mg/dL." Anderson menatap Bimo.
"Berani sumpah! Gue nggak ada niat begitu Xander! Gue murni kasih dia jus-jus buah itu sesuai permintaannya. Dan pizza itu, memang gue yang pesan buat bu Anggi, tapi gue nggak tau kalau dia punya riwayat kolesterol juga."
Bimo terlihat frustrasi. Dirinya memang memesan pizza terbaik di hotelnya, pizza ai frutti di mare salah satu menu terbaik restoran Viktoria Hotel. Jenis pizza Italia ini tidak menggunakan keju, tapi makanan laut seperti kerang, cumi-cumi, disajikan di atas saus tomat.
"Iya, gue faham Bimo. Loe memang nggak ada niatan seperti itu. Tapi harusnya loe itu tahu kalau seorang obesitas seperti bu Anggi pasti punya riwayat asam urat, kolesterol, dan diabetes. Kedepannya, loe musti hati-hati bila memberi hidangan pada tamu."
"Iya, gue faham, gue nggak berfikir sampai kesana. Terima kasih udah ingetin gue," Bimo berdiri.
"Gue musti balik ke tempat perawatan adiknya Vina," sambil beranjak.
"Loe nggak balik kerja?" Anderson membuntuti.
Bimo menggeleng, kembali berbalik dan menatap Anderson.
"Adik laki-lakinya Vina juga sakit gara-gara gue nyekap kakak mereka di penthouse gue."
"Tapi gue dengar dari perawat puskesmas yang nganter kesini, tu bocah memang ada riwayat tipes." ucap Anderson.
"Iya, loe bener. Tapi penyebab sakit adiknya kambuh karena kangen kakaknya, begitu kata si Vaniza," Bimo berucap pelan, kembali mengarahkan pandangannya keluar pintu. Kata-kata gadis kecil itu kembali terngiang saat menangis dalam gendongan Vina.
"Gue bisa telepon Robi, biar Tania segera masuk kerja," Anderson kembali bersuara, berharap bisa melakukan sesuatu untuk membantu sahabatnya itu.
Bimo menoleh.
"Nggak perlu, biarkan mereka menyelesaikan bulan madunya. Selama ini Tania sudah berkerja keras. Gue pergi dulu," Bimo menepuk pundak Anderson pelan, lalu beranjak pergi setelahnya.
Bersambung...✍️
sempet mikir kok baik amat manggil nak/Facepalm/