Lintang Ayu Sasmita merasa terguncang saat dokter mengatakan bahwa kandungannya kering dan akan sulit memiliki anak. Kejadian sepuluh tahun silam kembali menghantui, menghukum dan menghakimi. Sampai hati retak, hancur tak berbentuk, dan bahkan berserak.
Lintang kembali didekap erat oleh keputusasaan. Luka lama yang dipendam, detik itu meledak ibarat gunung yang memuntahkan lavanya.
Mulut-mulut keji lagi-lagi mencaci. Hanya sang suami, Pandu Bimantara, yang setia menjadi pendengar tanpa tapi. Namun, Lintang justru memilih pergi. Sebingkai kisah indah ia semat rapi dalam bilik hati, sampai mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk ICU
Pada akhirnya, hari itu menjadi hari ternahas dalam hidup Utari dan Albi. Keduanya tak bisa mengelak dari tuduhan, dan kemudian ditetapkan menjadi tersangka. Mereka tak diperkenankan pulang lagi. Harus mendekam dan mengikuti proses hukum yang berlaku.
Terang saja hal itu membuat Ningrum terpukul. Dia menangis histeris di kantor polisi, menangisi dua anaknya yang akan menjadi narapidana, juga menangisi Lintang yang sekian lama tidak mendapat keadilan.
Sesal yang tak terkira, terus menghujam dalam jiwanya. Menyudutkan dan menghakimi kebodohannya selama ini. Bagaimana mungkin, dirinya selaku ibu tidak menyadari itu semua?
Perlahan, ingatan-ingatan silam melintas lagi dalam otak Ningrum. Saat dirinya memaksa Lintang untuk meminum obat abor-si, juga saat dirinya membiarkan Lintang kesakitan sendirian.
Lantas, semua ucapan Lintang pad a acara ulang tahunnya Dara, terngiang-ngiang lagi dengan jelas. Suara Lintang yang gemetaran, tatap matanya yang pilu, rasanya begitu nyata. Ningrum seolah mengalami hal itu lagi.
Karena segala ingatan yang mengimpitnya sangat menyakitkan, tubuh Ningrum sampai lunglai dan jatuh ke lantai. Ia memejam rapat dan menggeleng-geleng, mencoba menepis sejenak semua kenangan yang membuatnya tersiksa. Namun, gagal. Bukannya menghilang, ingatan-ingatan itu justru makin kuat tertanam di pikirannya.
"Arggh! Arggh!" Ningrum berteriak sembari memegangi kepalanya. Sakit, serasa ditusuk-tusuk.
"Bu! Ibu!"
Benny berusaha menenangkan Ningrum. Namun, yang ia dapati justru mertuanya itu jatuh pingsan. Dengan segenap kekhawatirannya, Benny langsung menggendong tubuh Ningrum dan memasukkannya ke mobil. Tanpa membuang waktu, ia pun meluncur meninggalkan kantor polisi dan menuju rumah sakit.
Sementara itu, di rumah Pandu, Lintang masih diam dengan tatapan kosongnya. Sang psikiater, Ratna, sudah datang dan memeriksa kondisinya, tetapi Lintang belum bisa merespon apa pun. Bahkan, saat Ratna meminumkan obatnya, Lintang hanya menelannya begitu saja. Tidak ada tanya atau tanggapan lainnya.
"Bagaimana kondisi Lintang, Bu?"
Ratna menarik napas panjang. "Sangat buruk. Depresinya kambuh lagi. Saya sudah memberinya obat, mudah-mudahan setelah ini dia bisa lebih baik."
Pandu turut menarik napas panjang, melihat sang istri yanh terdiam seperti patung hidup. Di ambang pintu, Wenda memalingkan tatapan. Rasanya tak tega melihat rumah tangga anak bungsunya. Sesakit itu.
"Dari kacamata saya, Mbak Lintang adalah pribadi yang sangat tertutup, apalagi mengenai hal-hal yang dianggap buruk dalam hidupnya. Mungkin kepribadian itu terbentuk karena pola asuh yang dia dapatkan dari kecil. Dan kemarin, ketika dia sendiri membeberkan apa yang selama ini dia tutupi, di hadapan orang banyak, pastilah kembali terpukul. Mbak Lintang trauma dengan segala bentuk penghakiman dan caci maki yang pernah ia terima dulu, dan mungkin akan dia terima lagi setelah semuanya terungkap. Mbak Lintang kembali merasa betapa tidak berharganya dia. Mas Pandu ... pesan saya, tolong jaga Mbak Lintang baik-baik. Saya takut, keinginan untuk mengakhiri hidup itu akan menguat lagi."
Pandu memejam dan menahan sesak yang menyeruak di dada. Sepedih itu menjadi Lintang. Entah dengan cara apa dia menghapus kenangan-kenangan buruk itu agar Lintang bisa bahagia. Andai saja mudah, mungkin dia akan membuat Lintang amnesia selamanya. Biarlah ia melupakan semua tentang keluarganya.
"Ya sudah, Mas, saya tinggal dulu. Saya ada jadwal pertemuan dengan pasien lain. Saya usahakan nanti sore datang lagi ke sini. Langsung telfon saya jika ada sesuatu, Mas."
"Iya, Bu, terima kasih."
Tak lama kemudian, Ratna pergi meninggalkan rumah Pandu, meninggalkan sendu dan pilu di dalam diri Pandu dan Wenda.
"Ma, doain aku ya, semoga bisa mengusahakan kesembuhan Lintang dan membuatnya bahagia. Aku ingin hidup baik-baik dengannya, Ma." Dengan penuh harap, Pandu menatap ibunya.
"Mama selalu mendoakanmu, Nak, juga mendoakan Lintang. Maafin Mama ya, dulu pernah ikut-ikutan menyakiti Lintang." Dengan setengah menangis, Wenda memeluk Pandu. Keduanya kompak menatap Lintang dengan sendu, yang perlahan terlelap karena efek obat.
"Bagaimana Utari dan Albi?" tanya Wenda sesaat kemudian, seraya mengurai pelukan.
"Mereka sudah ditangkap, Ma, pemeriksaan akan terus dilakukan. Mbak Rayana sudah memberikan bukti rekamannya, dan dia juga siap jadi saksi. Aku pun sudah menghubungi pengacara besar, Ma. Pokoknya kupastikan mereka akan mendapat hukuman yang setimpal."
"Mertuamu?"
Pandu mengedikkan bahu. "Terserah polisi, Ma. Kalau pemaksaan abor-si itu layak dijerat hukum, biar saja Ibu dipenjara sekalian. Kalau tidak, kupastikan Ibu akan sama tertekannya dengan Lintang. Melihat anak-anaknya dipenjara seumur hidup atau hukuman mati kalau perlu, biar Ibu kehilangan semangat hidup. Itu pantas Ibu dapatkan, setimpal dengan apa yang dia lakukan pada Lintang."
Wenda mengangguk-angguk. "Ibu mertuamu sudah tua. Sebenarnya kasihan juga, tapi ... ya seperti katamu, dia pantas mendapatkan itu."
Di sela obrolan mereka, ponsel Pandu bergetar. Ada satu pesan dari Benny.
'Ibu masuk rumah sakit, tensinya naik parah. Sekarang masih di ICU. Pandu, apa kamu nggak mau menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan saja?'
Bersambung...
Takut nya kamu tidak bisa menanggapi ucapan 2 dari mereka Beny dan ibu mu
Duh Pandu di pecat
Akan berdampak nggak ya ke Lintang , kalau Lintang tahu Pandu di pecat
lanjut thor
Kalau memang lintang anak hasil selingkuh,yg patut disalahkan adalah orang yg berselingkuh itu.
Emang dia bisa memilih dan memaksa terlahir dr perut siapa?
Sungguh2 bodoh,atw malah mereka berdua ini sakit jiwa kurasa sehingga bisa dg mudah tanpa rasa bersalah berbuat kejam dan sadis
kpd saudara mereka sendiri.
Sekarangpun sdh disidang dan mendengar kondisi lintan yg dpresi parah,tidak ada sedikitpun rasa bersalah atw menyesal dihati mereka.
depresi berat
lanjut thor 🙏💪😘