NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:314.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.

Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!

Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.

“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Tanggapan Meidina

Satu jam kemudian, acara Meidina dengan teman sosialitanya sudah selesai di salah satu sisi restoran. Ia pun menghampiri calon suaminya di ruang VIP. Wanita itu seperti biasanya melangkah dengan anggun saat masuk ke dalam.

Alis Ikhsan naik sebelah saat melihat kedatangan calon istri bosnya. Apalagi tanpa basa basi, wanita itu pun langsung duduk di sebelah Ervan, lalu menyalami relasi bisnis Ervan berserta istrinya.

“Maaf kalau mengganggu meetingnya,” ucap Meidina dengan sopannya.

“Kebetulan meetingnya sudah selesai, dan sekarang sedang ngobrol santai, Mei,” balas Ervan tampak santai.

Meidina lantas tersenyum hangat saat menatap Ervan, lalu kembali menatap Barra dan Istrinya.

“Pak Ervan, kami menunggu undangan pernikahannya. Dan semoga prosesnya dimudahkan.” Barra berkata sembari merapikan dokumen yang mereka bahas tadi.

“Terima kasih atas doanya, kami pasti akan mengundang Pak Barra beserta istri,” kata Ervan ramah.

“Baiklah, sehubungan bawaan anak saya minta jalan-jalan. Pertemuan kita sampai di sini, Pak Ervan. Nanti kita lanjut untuk pertemuan langsung di tempat proyek Bogor. Sekarang waktunya saya untuk temani istri saya,” ucap Barra berpamitan, sembari membantu istrinya beranjak dari duduknya.

Ervan pun juga beranjak dan saling berjabat tangan, begitu juga dengan Meidina yang tampak ramah.

“Kak, istrinya Pak Barra lagi hamil ya?” tanya Meidina saat mereka kembali duduk.

“Iya, sedang hamil muda. Dan, Pak Barra tampak bahagia dengan kehamilan istrinya. Mereka sudah menunggu selama tiga tahun.”

“Oh.” Bibir Meidina membulat, lalu meneguk capuccino latte yang sempat ia pesan.

Pria itu menatap tunangannya. “Nanti setelah kita menikah, kamu mau'kan langsung hamil, Mei?”

Kening Meidina mengerut, lalu menarik cangkir capuccino dengan gaya anggunnya. “Aku bukannya tidak mau hamil, Kak. Aku ingin kita tunda dulu ya. Bisnis skin care-ku sedang berkembang pesat, kalau nanti aku hamil, pasti tidak bisa fokus menjalankan bisnis. Yang ada nantinya bisnisku stuck, belum lagi kalau udah ngelahirin dan ngurus anak. Duh, nggak kebayang riwehnya seperti apa,” jelas Meidina, terlihat belum ada keinginan untuk punya anak.

Ervan tercenung. Salah satu tujuan ia menikah dengan Meidina selain mencintainya, juga ingin memiliki keturunan. Usianya tidak muda lagi, dan kedua orang tuanya ingin memiliki cucu darinya. Dan, sekarang setelah ia mendengar ucapan calon istrinya, seakan menamparnya tanpa harus menyentuh.

“Tapi, aku sanggup memenuhi kebutuhanmu, Mei. Uangku banyak, dan pastinya kita akan memakai bantuan baby sitter untuk mengasuh anak kita. Jadi kamu tidak terlalu kerepotan.”

Wanita itu tersenyum hangat, lalu menyentuh tangan pria itu. “Sayang, kamu kok jadi berubah begini. Apa tidak ingat dengan janji Kak Ervan saat kita tunangan ... hmm?”

Ervan mendesah pelan, sorot matanya tampak kecewa.

“Kakak tidak menuntut aku harus begini begitu, ‘kan? Kak Ervan bilang sendiri loh akan mendukung aku dalam mengembangkan bisnisku ini. Jadi ... please jangan egois dong. Yang terpenting kita menikah, urusan anak belakangan,” putus Meidana tersenyum hangat, lalu mengecup pipi Ervan.

Ikhsan yang sedang menyelesaikan notulen di tab-nya hanya bisa ikutan terhenyak. Di satu sisi Ervan, ada perempuan yang sudah hamil duluan sebelum menikah, di sisi lain ada perempuan yang belum siap untuk hamil setelah menikah. Semoga saja tidak membingungkan.

“Dan, Kak Ervan pun juga perlu memahami, anak itu rezeki dari Tuhan. Belum tentu juga setelah kita menikah aku langsung hamil. Jadi, bersabarlah ya.”

Makin jleb Ervan mendengarnya, bahkan sudah kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan calon istrinya.

“Oh, iya Kak, mumpung kita ketemu. Aku sekali mau ingatkan kalau hari sabtu ada launching produk di klinikku ya. Terus, kemarin pembayaran pabrik buat produksi skin care masih kurang 1 milyar. Sehubungan Kak Ervan adalah investorku jangan lupa dibayar ya,” ujar Meidina, suaranya terdengar manja.

Ervan terkekeh pelan, lalu menatap asistennya dengan sorot matanya seperti sedang memberikan perintah.

“Nanti Ikhsan yang akan mengurus. Kalau begitu aku harus kembali ke kantor,” balas Ervan sembari meneguk sisa minumannya, lalu beranjak dari duduknya.

“Kak, kita nggak jalan-jalan dulu, mumpung kita ketemu nih? Temani aku beli baju untuk launching produk,” tanya Meidina, wajahnya dibuat tampak cemberut.

“Aku sedang banyak kerjaan. Kamu cari baju sendiri saja, nanti uangnya aku transfer.” Hati Ervan sudah kecewa, dan tidak ada mood untuk menemaninya. Sementara Meidina yang semula berlagak cemberut, kini tersenyum.

“Nanti transfer 50 juta ya, Kak,” bisik Meidina, suaranya terdengar menggoda. Dan ia pun kembali mengecup pipi Ervan.

Ervan tidak membalas, pria itu lantas berdiri, bersiap-siap keluar dari ruang VIP.

Pria itu melangkah keluar dari ruang VIP dengan langkah berat. Pintu tertutup di belakangnya, tapi suara manja Meidina seolah masih menggema di telinganya, mencubit sisi-sisi batinnya yang paling rapuh.

Ia berjalan menuju parkiran basement dengan kepala penuh. Suara langkah sepatunya bergema di lorong sepi, seiring degup jantungnya yang terasa semakin berat. Ikhsan berjalan di belakangnya, tapi tak berani membuka percakapan. Ia tahu, suasana hati atasannya sedang tak bisa diganggu.

Ervan membuka pintu mobilnya, tapi tak langsung masuk. Ia bersandar di pintu, menatap kosong ke depan. Udara lembap khas basement menusuk kulit, tapi pikirannya jauh lebih dingin dari itu.

"Anak itu rezeki dari Tuhan."

Ucapan Barra terngiang kembali, menusuk jauh ke relung kesadarannya. Dan lebih dari itu, bayangan Shanum—dengan perutnya yang sedang mengandung—kembali hadir. Wajah polos gadis itu tampak marah padanya semalam.

Ervan menunduk, tangannya mengepal pelan. Ia menatap ponselnya. Tak ada satu pun telepon balik dari Shanun. Apakah ia sedang berharap gadis itu menghubunginya?

Namun ia kembali menepis rasa penasaran itu. Tidak mungkin. Shanum pasti sudah membencinya mati-matian.

“Pak Ervan.” Suara Ikhsan akhirnya terdengar hati-hati, “Mau saya siapkan mobil ke kantor atau langsung ke mansion?”

Ervan mendesah panjang. “Kantor saja.”

Mobil melaju pelan meninggalkan basement, menyusuri jalanan kota yang ramai. Tapi di dalam mobil itu, Ervan justru merasa sunyi. Kesunyian yang bergema dari dalam dirinya sendiri. Ia memejamkan mata, mencoba meredam gejolak emosi yang nyaris tak terbendung. Tapi wajah Shanum muncul lagi. Kali ini lebih jelas. Lebih menyakitkan.

"Apa kabarnya dia sekarang? Apa dia baik-baik saja? Sendirian? Apa dia makan dengan cukup? Apa ... bayi itu sehat?"

Ervan membuka mata, dadanya sesak. Entah mengapa rasa aneh  kembali merayapi dirinya seperti benalu yang tumbuh semakin liar. Ia ingat, bagaimana Shanum marah di malam itu.

Sementara Meidina—wanita yang akan dinikahinya—terus membicarakan bisnis, uang, dan rencana pribadi yang tak satu pun menyinggung tentang rumah tangga sebagai tempat tumbuhnya cinta dan anak. Bahkan niat untuk menjadi seorang ibu pun tak ada di matanya.

“Kalau Shanum.” Bibir Ervan nyaris menyebutkan namanya. Ia menahan diri.

Shanum tak punya apa-apa. Tak punya bisnis besar. Tak punya kecantikan glamor seperti Meidina. Tapi ia meminta dirinya untuk menikahinya demi anak adiknya yang ia kandung. Bahkan, bisa saja Shanum menggugurkannya.

Mobil melaju terus, tapi hati Ervan semakin berat.

“Pak Ervan,” kata Ikhsan tiba-tiba, memecah lamunan. “Maaf, saya hanya ingin tahu. Bolehkah saya bertanya sesuatu yang agak pribadi?”

Ervan menoleh pelan, ekspresinya datar. “Apa?”

“Apakah ... Bapak sungguh-sungguh bahagia dengan keputusan menikahi Bu Meidina?”

Pertanyaan itu sederhana, tapi menghantam keras. Ervan terdiam cukup lama, menatap ke depan.

“Saya bahagia akan menikah dengan wanita yang saya cintai,” jawab Ervan agak meyakinkan.

“Dan, dengan Shanum?”

Mobil berhenti di depan gedung kantor.

Ervan turun tanpa berkata apa-apa lagi, hanya menyuruh Ikhsan menyusul nanti. Ia butuh waktu sendiri.

Bersambung ... ✍️

1
K4RL4
akuh padamu papa mertua 😇
Nur
𝑠𝑖𝑎𝑝𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 🤔𝑎𝑝𝑎𝑘𝑎ℎ 𝐸𝑟𝑣𝑎𝑛 🤔🤔
𝑚𝑎𝑘𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑚𝑜𝑚𝑚𝑦
𝑙𝑎𝑛𝑗𝑢𝑡💪💪💪💪💪
Nur
𝑠𝑎𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑛𝑔 𝐸𝑟𝑣𝑎𝑛, 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑠𝑒𝑚𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
Rabiatul Addawiyah
cieee awalnya jutek sekrang cari2 Shanum
hasatsk
jreng... jreng siapa gerangan yang datang membunyikan bel....
Piet Mayong
pasti itu Evan yg datang
Ma Em
Pak Aiman dan Bu Iffah akhirnya menyesal setelah Shanum pergi , orang tua yg seharusnya bisa melindungi anaknya yg lagi terpuruk Shanum malah diusir biarkan saja kedua orang tua Shanum menyesali segala perbuatannya pada Shanum itung2 kasih pelajaran .
🔵 ve spa
Ervan kah yang datang 🤔
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
apakah yg masuk itu evan
Shee
bagus ceritanya nya, semangat kak
ir
kalo sudah tiada baru terasa, bahwa kehadiran nya sungguh terasa
Mulaini
Jangan-jangan pemilik toko roti atau si Ervan yang datang.
anonim
akhirnya kedua orang tua Shanum menyesali perbuatannya telah mengusir Shanum. Penyesalannya setelah pak Wijatnako ngomong banyak dan memberhentikan Aiman dari pekerjaannya. Sekarang baru merasakan sedih dengan segala penyesalan ketika tidak bisa menemukan Shanum
Herman Lim
sapa Ervan ato sapa ne yg DTG
mama
lnjt up lgi thor, 🥰
Mulaini
Ervan tenang saja Shanum baik² saja dan kamu tinggal ikutin kata² papa mu.
Kimmy Doankz
nyesel kn orang tua shanum,, sepertinya yg datang ervan
Noor hidayati
berlomba lomba cari shanum
Noor hidayati
di iyakan saja shanum,keinginan papa wijatnako,biar ga stres terus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!