Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Setelah mengantar Diego ke ruang kerjanya. Ashan mengajak Aishe untuk menghadiri rapat kecil. Tidak lupa, dia juga memperkenalkan Aishe sebagai sekretarisnya yang baru.
"Dia Nona Ishe, sekretarisku yang baru."
Singkat, padat, tanpa basa-basi, seperti itulah Ashan ketika berada di kantor. Kata pembuka yang di ucapkan Ashan, mampu membuat ruang rapat yang semula tenang menjadi gaduh. Juga membuat semua staf berbicara tentang Aishe.
Benar, setelah kejadian terakhir di lantai tiga puluh. Kabar tentang 'teman kencan mantan direktur' yang bekerja sebagai cleaning service, pun tersebar.
Berita itu menjadi topik terhangat selama dua hari terakhir. Bahkan, sempat menjadi ajang taruhan beberapa staf. Mereka bertaruh tentang jabatan Aishe yang mungkin akan segera berubah. Dan … yeah, itu terjadi hari ini.
Alih-alih marah karena sudah menjadi bahan pembicaraan. Aishe justru menunjukkan wajah tenangnya. Dengan santai ia menarik kursi Ashan dan mempersilakan duduk.
"Rapat, kita mulai sekarang! Bagi mereka yang masih gaduh, silakan meninggalkan ruang rapat." seru Aishe lantang, dan mengheningkan suasana di ruangan dalam seketika.
Ashan sempat terlihat tersenyum sekilas, karena takjub dengan kinerja Aishe. Sebelum akhirnya, dia membuka materi rapat dan memimpin jalannya rapat.
Selesainya rapat, Ashan kembali membawa Aishe pergi ke ruangan kerjanya. Dia menunjukkan meja kerja Aishe, memberitahu beberapa letak barang-barang, juga memperkenalkan beberapa teman kerja.
"Sudah mengerti, Ishe?" tanya Ashan.
"Ya, Pak." Aishe mengangguk penuh semangat.
"Bagus. Sekarang, kamu kerjakan ini!" Ashan memberi Aishe beberapa dokumen untuk dilihat.
Ada setidaknya 5 dokumen pengajuan pinjaman dari perusahaan yang berbeda. Tugas pertama Aishe hamya memeriksanya dengan seksama, serta memastikan bahwa pinjaman yang mereka beri akan menguntungkan.
Namun, mata dengan bulu tentik itu tiba-tiba saja membelalak. Betapa terkejutnya dia saat membaca salah satu dari dokumen itu, adalah milik Haley Elektronik. Serta, penanggung jawab yang tandatangan di berkas pengajuan adalah kepala pemasaran, Farhan.
Dengan kaki yang gemetar, dia mencoba berdiri dari kursinya. Pandangan matanya fokus menatap Ashan, yang pada saat itu sedang berbicara dengan salah satu staf.
Aishe berjalan mendatangi Ashan. Matanya memerah, napasnya pun terdengar berat. "Pak Ashan, dimana ruangan Tuan Diego?" tanyanya dengan perasaan menggebu-gebu.
Ashan dengan santai berkacak pinggang dan menjawabnya, "Disini, aku adalah atasanmu."
Kesal mendengar jawaban Ashan, Aishe menunduk dan menggigit bibir bawahnya kuat hingga robek dan berdarah.
"Hei, hei. Bi-bibirmu berdarah!" Seru Ashan terkejut melihat bibir Aishe.
Tepat pada saat Ashan kebingungan, Diego datang dengan seorang wanita yang berjalan dibelakangnya. "Ada apa?" tanyanya.
Aishe tidak memberi jawaban apa pun. Dia diam membungkam dengan tangan yang meremas kuat berkas pengajuan Haley. Pandangan mata tajam dengan aura pembunuh yang kuat, memberi Diego sedikit petunjuk.
"Kamu! Ikut ke ruanganku!" pintanya.
Diego membawa Aishe pergi ke ruangannya. Begitu sampai, dia langsung menyuruh gadis itu untuk duduk di sofa lebih dahulu. Aishe menurut tanpa berkomentar, meski amarahnya belum sedikitpun meredam.
Diego menarik beberapa lembar tisu, lalu mendekatkan dirinya. "Apa yang membuatmu marah?" tanyanya membantu mengelap darah di ujung bibir Aishe.
Perkataan dan tindakannya yang lembut, membuat Aishe bengong untuk beberapa saat. Ia bahkan tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya pada Diego.
"Kesepakatan kita bukan seperti ini!" ucap Aishe lantang penuh tekanan emosi. "Aku ingin Anda membantuku membalas dendam, bukan membuat dia berhasil."
Diego menarik tangannya dari bibir Aishe. Ia sempat tertunduk, sebelum akhirnya tersenyum dan membuat Aishe heran.
"Kau pikir aku membantunya?" Diego serius menatap mata Aishe. "Sebelum melancarkan balas dendam, apa kamu sudah menyelidiki tunanganmu?"
"Dia bukan tunanganku!" Amarah Aishe meluap, tatkala Diego dengan sengaja mengingatkan Aishe akan status Farhan.
Mendengar ucapan ketus Aishe, Diego bukannya marah. Dia justru tersenyum sambil menyandarkan punggungnya. Sorot matanya terfokus memandangi ekspresi wajah Aishe.
Benar, seperti ini. Kamu harus punya emosi seperti ini ketika seseorang merendahkanmu.
"Ambilkan berkas yang ada di atas meja!" pinta Diego, tetapi tidak kunjung dilaksanakan Aishe. "Ambil! Kamu akan tau alasan aku menerima permohonan pinjamannya."
Aishe mengerutkan kening. Dia tampak ragu, tapi tiba-tiba saja, tubuhnya mendapat dorongan dan mengambil dokumen di atas meja Diego.
Haruskah aku membukanya?
Aishe masih memandangi dokumen yang sudah ia pegang. Perlu beberapa detik, sampai dia benar-benar bisa menyakinkan dirinya untuk percaya pada perkataan Diego.
Dan pada saat dia selesai membaca seluruh isinya, dia langsung memandangi Diego. Memandang pria yang duduk bersantai di kursi rodanya, sambil menyeruput secangkir kopi.
Pria ini jenius, dan juga … sangat licik.