Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Ketidakberesan dalam hati
Alih-alih bisa mendamprat sang nenek, Reiner malah jadi frustasi sampai melempar ponselnya dan jadi hancur berkeping-keping karena nomor neneknya tak bisa ia hubungi. Marlon hanya bisa diam ketika melihat Reiner menghancurkan ponselnya.
"Sial!" Reiner berteriak lalu berkacak pinggang dengan napas memburu. "Wanita tua itu benar-benar membuat hidupku seperti di neraka!" Reiner masih berteriak mengeluarkan emosi yang membara.
Marlon menduga pasti ada hal yang tidak beres sehingga membuat Reiner sampai semarah ini. Dengan dada bergemuruh, Reiner akhirnya kembali ke kamarnya. Dan begitu tiba di dalam, ia segera terkejut sebab melihat Rachel seperti baru menangis.
"Kenapa kau menangis?" tanya Reiner mengesampingkan emosinya yang menggelegak.
Rachel yang tergeragap hanya bisa menggeleng cepat. "Saya...saya hanya merasa tidak enak badan!"
Reiner mendekat lalu menempelkan tangannya ke kening Rachel dengan muka keruh. Benar saja, suhu tubuh perempuan itu agak panas. Reiner lalu keluar dan memanggil Agatha untuk menanyakan apa yang di lakukan Rachel seharian ini.
"Nona Rachel melakukan aktifitas seperti biasanya. Tapi... Lusy tadi berkata jika nona baru mau sarapan sekitar pukul sepuluh!" jawab Agatha ragu-ragu. Ia harus jujur meskipun konsekuensinya Rachel bakal kena marah.
Reiner memijat keningnya yang mendadak terasa pening. Bukannya marah, Reiner malah meminta Agatha membawakan makanan untuk Rachel.
"Bawakan dia bener makanan ke kamar!"
"Baik tuan!" Agatha membungkuk lalu segera menuju pantry.
Sementara itu, Rachel yang berada di kamar memilih tidur miring dengan menatap nanar tembok. Hatinya dongkol hanya karena kilasan kejadian di bawah tadi makin menyerbu otaknya.
Ia sendiri tak tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya. Kenapa rasa gelisahnya kian menguat jika bayangan wanita yang mencium bibir Reiner itu tiba-tiba terputar otomatis di otaknya.
"CK, kenapa aku harus kesal?" Rachel menggerutu sendiri. Menyadari ketidakberesan yang enggan minggat dari pikirannya.
Beberapa saat kemudian, Reiner terlihat masuk dan membawa makanan. Mencium aroma seafood yang kuat, Rachel tiba-tiba mual lalu seketika berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.
Membuat Reiner terkejut. Reiner tiba-tiba menjadi panik dan meletakkannya makanan itu dengan cepat. Pasalnya ia tak pernah melihat Rachel lemah seperti ini.
"Huek!"
"Huek!"
Reiner yang bingung akhirnya memanggil Marlon dan membuat heboh seluruh penghuni mansion.
"Kenapa dia muntah-muntah banyak sekali. Apa yang kalian berikan?" Reiner malah memarahi anak buahnya. Menduga jika Rachel salah makan.
Marlon yang tak mau menambah kemarahan bosnya memilih berlari untuk memanggil para pelayan yang memasak langsung makanan. Setelah semua isi perutnya keluar, Rachel terkejut karena di sana sudah banyak sekali orang.
"Ada apa ini tuan?" tanya Rachel dengan tubuh yang terasa lemas.
"Kau terlambat makan hari ini dan kau langsung sakit. Apa kau mau membuatkan ku marah?" mata Reiner melotot. Ia kesal dengan ketidakdisiplinan Rachel.
Rachel menatap satu persatu pelayanan di dapur yang kini menunduk dengan wajah takut. Rachel merasa tak enak hati dengan Lusy dan orang-orang belakang.
"Aku hanya masuk angin. Ini akan sembuh setelah aku istirahat!"
Reiner menatap wajah Rachel yang memang lebih pucat dari biasanya. Ia sedikit menyadari bila beberapa kali memang tak membiarkan Rachel beristirahat saat melayaninya.
"Bubarkan mereka!" titahnya kepada Marlon.
Para pelayan akhirnya membubarkan diri. Marlon yang sempat menangkap kilatan kekesalan di kedua mata Rachel tampak berpikir. Ada apa sebenarnya?
Tapi Marlon segera pamit sebab ada banyak hal yang musti ia urus.
Rachel yang merasa kesal langsung meninggal Reiner yang kini menutup pintu. Untung saja dia sedang masuk angin, ia jadi punya alasan untuk menghindar.
Reiner berdiri lalu menatap Rachel yang tidur miring memunggunginya. Pria itu tidak tahu jika Rachel sedang menahan kesal.
Sementara itu di luar, Lusy yang tak jadi kena marah terlihat menghela napas lega. Namun tiba-tiba ada seorang pelayan lain yang nyeletuk kesal.
"Dia benar-benar membuat kita semua repot. Statusnya apa memangnya di rumah ini? Dia benar-benar bertindak seperti nyonya!"
Agatha sendiri juga merasakannya hal yang sama. Sejak ada perempuan itu, Reiner kerap marah-marah tidak jelas kepada mereka.
Marlon rupanya mendatangi para maid di dapur. "Jangan ada lagi hal seperti ini. Jika sampai waktu makan nona belum turun, kalian yang harus berinisiatif mengantarkan!" kata Marlon yang tidak mau kejadian seperti ini bakal terulang lagi.
Teman Lusy semakin terlihat kesal karena seolah mereka lah yang salah. Kenapa wanita itu mendapat hak istimewa? Marlon hendak pergi, tapi Agatha tiba-tiba bersuara.
"Tuan!"
Marlon membalikkan badannya. Menatap wajah tegas Agatha.
"Siapa sebenarnya nona Rachel. Kenapa dia begitu mendapat banyak keistimewaan. Apa dia calon istri tuan Reiner?"
Marlon maju satu langkah dan menatap Agatha tajam. "Kenapa kau lancang menanyakan hal itu? Kau kepala pelayan di sini. Harusnya kau sudah tahu mana yang perlu di tanyakan dan yang tidak perlu kau tanyakan. Kalau kalian masih mau bekerja di sini, maka lakukan saja apa yang di perintahkan tuan Reiner!"
Agatha seketika diam. Ia sebenarnya kesal mendengar jawaban Marlon, tapi ia tentu tak mau keluar dari mansion Reiner sebab gaji mereka memang besar.
Keesokan paginya, Rachel bangun dan mendapati Reiner sudah tak ada di sana. Jika biasanya ia tak perduli dan bersemangat untuk menemui sang Ayah, ia hari ini merasa sangat kesal dengan pria itu. Ia sendiri tak tahu sebabnya apa.
Rachel yang sudah mandi dan sudah tampak fresh kini terlihat sedang menunggu jam menemui ayahnya. Ia menggunakan waktu itu dengan cara berjalan melalui jalan sisi barat mansion. Melewati pohon cemara yang banyak. Di dekat pohon besar, ia melihat ada pohon jeruk di sana.
Ia tiba-tiba tergiur dengan buah itu. Itu bukan buah jeruk yang rasanya manis, tapi itu lemon. Melihat tak ada orang, Rachel tiba-tiba memetik buah itu lalu menciumnya.
"Harumnya enak banget. Emmm siapa yang menanam di sini? Aku jadi ingin memakannya!" ia bergumam bahagia.
Tiba-tiba Lusy yang baru membuang sampah, terkejut karena melihat Rachel ada di sana.
"Nona, apa yang anda lakukan di sini?" tegur Lusy.
Rachel yang mendengar namanya di panggil buru-buru menyembunyikan buah itu ke balik punggungnya. Ia tersenyum menyambut Lusy yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Lusy, kau di sini?"
Lusy mengangguk sembari tersenyum. "Aku barusaja membuang sampah!"
Teringat dengan Lusy yang di marahi oleh Reiner semalam, ia lalu terlihat sedih.
"Aku minta maaf padamu!" kata Rachel menatap muram Lusy.
"Maaf, untuk apa Nona?" kening Lusy berlipat.
"Gara-gara aku, kalian semua pasti kena marah kan?"
Lusy tersenyum. "Anda beruntung karena bisa membuat tuan Reiner begitu protektif. Anda benar-benar kekasihnya?"
Entah Rachel harus menyebut dirinya apa. Pemuas nafsu? Atau wanita peliharaan? Ia jadi tersenyum kecut demi menyadari keadaan dirinya yang tidak jelas.
Karena melamun, jeruk lemon yang ada di genggamannya tiba-tiba terjatuh dan menggelinding. Lusy terkejut melihatnya.
"Nona?" ucap Lusy tak menyangka.
Rachel meringis seperti orang terciduk. "Lusy, aku mohon jangan kamu laporkan ke Ibu Agatha ya kalau aku mengambil buah ini tanpa izin. Aku benar-benar ingin memakan buah ini!"
Lusy sontak terlolong shock mendengar ucapan Rachel. Di makan? Bukannya buah itu sangat asam?
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir