Megha Anantasya, gadis ceria yang terjebak dalam cinta sepihak pada Bima Dirgantara, berjuang melawan penolakan dan dinginnya hati pria yang dicintainya. Meskipun usaha dan harapannya tak pernah padam, semua usaha Megha selalu berakhir dengan patah hati. Namun, saat mereka kembali bertemu di kampus, Megha menyimpan rahasia kelam yang mengancam untuk merusak segalanya. Ketika perasaan Bima mulai beralih, kegelapan dari masa lalu Megha muncul, mengguncang fondasi hubungan mereka. Di tengah ketidakpastian, Megha menghadapi kenyataan pahit yang tak terhindarkan, dan Bima harus berjuang melawan penyesalan yang datang terlambat. Ketika semua harapan tampak sirna, cinta mereka terjebak dalam tragedi, meninggalkan luka mendalam dan pertanyaan tanpa jawaban: Apakah cinta cukup untuk mengalahkan takdir yang kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siscaatann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
Hari-hari berlalu, dan meski Megha sudah mengungkapkan kondisinya kepada Bima, perasaan campur aduk masih menghantui pikiran Bima. Setiap kali dia melihat Megha berjuang dengan rasa sakitnya, hatinya dipenuhi dengan penyesalan. Dia seharusnya lebih peka, lebih perhatian, dan lebih berani untuk mengungkapkan perasaannya sebelum semuanya menjadi rumit.
Malam itu, setelah mengantar Megha pulang dari konsultasi dokter, Bima duduk sendirian di kamarnya. Kegelapan di sekelilingnya tidak bisa menghilangkan bayang-bayang kesedihan yang memenuhi hati. Dia teringat semua momen yang mereka habiskan bersama, saat-saat ketika dia menyadari bahwa perasaannya terhadap Megha lebih dari sekadar persahabatan.
Menghadapi Realitas
Bima menyandarkan punggungnya ke dinding, merenungkan setiap kata yang diucapkan Megha. Dia merasa hancur ketika melihat sahabatnya berjuang melawan penyakit yang tidak pasti. “Kenapa gue enggak pernah bilang apa yang sebenarnya gue rasakan?” gumamnya dalam hati. Selama ini, dia menganggap perasaan itu hanya sekadar ketertarikan, padahal dia sudah mencintai Megha dengan sepenuh hati.
“Kalau saja gue bisa kembali ke waktu itu…,” Bima mengeluh, merasakan getaran penyesalan. Dia menutup mata, berusaha menggambarkan momen ketika mereka pertama kali bertemu, tawa mereka, dan semua momen kecil yang membuat mereka semakin dekat. Dia menyadari bahwa setiap detik yang berlalu, dia membiarkan kesempatan itu hilang begitu saja.
Mencari Kekuatan
Keesokan harinya, saat berada di kampus, Bima merasa tidak bisa berkonsentrasi. Semua orang di sekitarnya terlihat ceria, tetapi hatinya terasa berat. Dia melihat Megha duduk sendirian di sudut taman, menatap buku yang terbuka di depannya, tetapi jelas bahwa pikirannya tidak berada di sana. Dia terlihat lebih lelah dari biasanya.
Bima mengumpulkan keberanian dan menghampiri Megha. “Meg, bisa kita bicara sebentar?” tanyanya dengan nada serius.
Megha mengangkat kepalanya, matanya sedikit merah. “Ada apa, Bim?” dia bertanya, tetapi Bima bisa melihat ada keraguan di wajahnya.
Keberanian untuk Jujur
Mereka duduk di bangku taman, dan Bima merasakan jantungnya berdebar. Dia tahu inilah saatnya untuk jujur tentang perasaannya. “Gue mau bilang sesuatu yang penting. Tentang kita,” ungkapnya, menatap mata Megha dengan penuh intensitas.
“Bim, lo enggak perlu khawatir tentang itu. Kita bisa fokus ke kesehatan gue,” jawab Megha, berusaha mengalihkan perhatian.
“Tapi ini penting, Meg. Gue harus jujur sama lo. Selama ini, gue udah ngerasa ada yang lebih dalam antara kita. Cinta gue terhadap lo bukan sekadar pertemanan. Gue menyesal karena enggak berani ngomong lebih awal,” Bima melanjutkan, suaranya bergetar.
Sebuah Pengakuan yang Mengubah Segalanya
Megha terdiam, matanya melebar mendengar pengakuan Bima. “Bim, lo serius?” tanyanya, suaranya penuh kebingungan. “Lo tahu situasi gue saat ini. Kenapa lo baru bilang sekarang?”
“Gue tahu, dan itu yang bikin semuanya lebih sulit. Gue takut kehilangan lo, tetapi menyimpan perasaan ini hanya membuat semuanya lebih rumit,” jawab Bima dengan tulus. “Enggak peduli apa pun yang terjadi, gue ingin lo tahu bahwa gue mencintai lo. Dan itu enggak akan pernah berubah.”
Air mata mulai mengalir di pipi Megha, tetapi kali ini, mereka adalah air mata kebahagiaan dan harapan. “Bim…,” dia mulai, “gue enggak tahu harus bilang apa. Ini terlalu banyak untuk dicerna.”
Momen yang Menentukan
Bima menggenggam tangan Megha, memberikan kekuatan dan dukungan. “Gue enggak mau lo merasa terbebani, Meg. Tetapi lo juga harus tahu bahwa lo enggak sendirian. Apa pun yang terjadi di masa depan, gue ingin kita tetap bersama. Kita bisa menghadapi semua ini, termasuk ketakutan dan keraguan,” ucap Bima.
Setelah beberapa saat, Megha mengangguk perlahan, merasakan ketulusan di hati Bima. “Gue… gue juga punya perasaan yang sama. Tetapi situasi ini membuat semuanya rumit,” jawabnya, suaranya penuh kerentanan.
Melangkah Bersama
Bima mengerti, dan meskipun hatinya bergetar dengan ketidakpastian, dia merasa lega telah berbagi perasaannya. “Enggak apa-apa, Meg. Kita akan menemukan jalan bersama. Yang terpenting sekarang adalah kesehatan lo. Dan gue akan selalu ada di samping lo, tak peduli apa pun yang terjadi.”
Mereka berdua saling menatap, dan dalam momen itu, Bima merasa seolah-olah semua beban yang mengganggu telah diangkat. Cinta yang selama ini terpendam akhirnya terungkap, meskipun dalam situasi yang tidak ideal. Mereka tahu bahwa perjalanan ke depan mungkin penuh tantangan, tetapi setidaknya mereka tidak lagi melangkah sendirian.
Bersama-sama, mereka siap menghadapi masa depan, apapun yang akan terjadi.
Chapter 29: Penyesalan yang Datang Terlambat (Tambahan)
Pertemuan yang Menyentuh
Setelah pernyataan Bima, suasana di taman terasa lebih hangat meski awan mendung mulai menutupi langit. Mereka berdua terdiam sejenak, terbenam dalam pikiran masing-masing. Megha merasakan gelombang emosi yang tak tertandingi; hatinya berdebar antara rasa takut dan harapan. Bima mengamati raut wajah sahabatnya dengan cermat, berusaha memahami segala perasaan yang mungkin sedang dia alami.
“Bim, gue…,” Megha mulai, tetapi suaranya terputus oleh tangisan kecil yang tak bisa dia tahan. “Gue merasa sangat terbebani dengan semuanya. Dan sekarang, ketika lo mengungkapkan perasaan lo, gue merasa semakin bingung.”
Bima meraih tangan Megha, memberikan kenyamanan yang mungkin dia butuhkan. “Lo enggak sendirian, Meg. Kita sama-sama bingung, tetapi kita bisa hadapi ini bareng. Setidaknya kita bisa saling mendukung.”
Memahami Perasaan Satu Sama Lain
“Gue tahu kita sudah melalui banyak hal bersama,” lanjut Bima, berusaha untuk menenangkan Megha. “Tapi perasaan ini membuat segalanya terasa berbeda. Gue ingin lo tahu, apa pun yang terjadi dengan kesehatan lo, itu enggak akan mengubah perasaan gue.”
Megha menghela napas dalam-dalam, berusaha mengatur pikirannya. “Tapi, Bim, gue takut. Takut kalau sesuatu yang buruk terjadi padaku. Takut juga kalau ini membuat hubungan kita menjadi rumit,” dia berkata, matanya penuh kecemasan.
“Gue mengerti, Meg. Tapi kita harus berani menghadapi ketakutan itu bersama,” jawab Bima dengan tegas. “Enggak ada yang bisa memprediksi masa depan, tetapi gue yakin, jika kita bersama, kita bisa melewati segalanya.”
Janji untuk Masa Depan
Setelah beberapa saat saling menatap, Megha akhirnya merasa sedikit tenang. Dia tahu bahwa kehadiran Bima adalah hal terpenting dalam hidupnya. “Oke, Bim. Mari kita coba. Mari kita hadapi semua ini bersama, satu langkah pada satu waktu,” dia mengangguk, membiarkan harapan tumbuh di hatinya.
“Gue janji akan selalu ada buat lo, Meg. Kita bisa membagi rasa sakit dan kebahagiaan. Dan jika ada saat-saat sulit, kita akan saling menguatkan,” kata Bima dengan penuh keyakinan.
Mereka berdua kemudian tersenyum, merasakan bahwa meskipun jalan di depan mungkin penuh dengan tantangan, mereka tidak akan melaluinya sendirian. Cinta dan persahabatan mereka yang semakin kuat menjadi fondasi untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
Momen Kebersamaan
Malam itu, setelah perbincangan yang mengubah segalanya, mereka berjalan pulang sambil tertawa ringan. Seolah-olah beban yang selama ini mereka pikul terasa lebih ringan. Mereka berbagi cerita dan candaan, menjadikan momen tersebut sebagai pengingat bahwa meskipun hidup tidak selalu berjalan mulus, ada keindahan dalam perjalanan itu, terutama jika ada seseorang yang bisa mendukungmu.
Di dalam hati masing-masing, Bima dan Megha tahu bahwa meskipun perjalanan mereka belum berakhir, mereka memiliki satu sama lain untuk berbagi, berjuang, dan tumbuh bersama. Mereka siap menghadapi hari esok, menantikan setiap momen yang akan datang, dan berjanji untuk saling menjaga satu sama lain dengan sepenuh hati.