Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seorang Hacker dan Programmer
Apa Gue harus kenalin Daddy sama Badriah ya? Supaya dia jadi istri Daddy. batinnya tanpa permisi.
"Balqis!"
"Eh!"
Balqis pun melepaskan pelukannya sambil mengangguk. Kemudian mengambil handuk dan mengelap wajahnya.
"Kan... Kubilang apa? Bajuku jadi Basah gara-gara kamu peluk! Lagian kenapa sih pake hujan-hujanan segala?!"
Balqis pun hanya memamerkan deretan gigi putihnya sambil cengengesan. Dia suka saat melihat wajah Badriah yang jutek dan juga cerewet padanya.
"Tenang, mom Badriah! Gue bakalan langsung mandi."
"Mom!?"
Semua orang kebingungan mendengar nama panggilan dadakan dari Balqis. Mereka pun saling lirik satu sana lain.
Sedangkan Balqis biasa saja. Dia berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari air hujan. Beberapa menit setelah Balqis selesai mandi. Dia keluar sambil membawa ember berisi baju yang sudah dicucinya.
"Bbrrrrhgggtt dingin banget!"
"Qis, apa kamu mau ikut?"
Balqis menoleh sambil gemeteran. Dia merasa kedinginan setelah mandi. Padahal saat hujan-hujanan biasa saja.
"Mau kemana emangnya, Mel?"
"Rumah Umi. Kita akan membantu membuat kue untuk hantaran pernikahan Gus Miftah,"
"Tunggu! Gue mau pake baju dulu."
Perkataan Melodi barusan langsung membuat Balqis bersemangat. Dia tidak sabar ingin menjahili Alditra yang cuek. Entah kenapa, dia mendadak gemas dengan laki-laki itu. Apalagi senyuman manis maupun tipis tidak pernah dilakukannya.
"Yuk, Mel?!"
Bersiapnya Balqis memang singkat. Dia hanya perlu memakai baju dan kerudung. Setelah itu pergi tanpa polesan di wajahnya.
Sesampainya di rumah Umi Fatimah. Mereka langsung masuk dan bergabung dengan yang lain. Mereka terlihat sibuk membuat kue kering dari berbagai rasa.
"Mmmhppp... Enak banget!"
Semua orang menoleh bersamaan. Tanpa meminta atau membantu, Balqis dengan santainya langsung mencicipi kue yang sudah jadi. Padahal semua orang tidak berani melakukannya.
"Ya ampun! Kepala Umi sering sakit bila melihatnya," ucap Fatimah seraya memijit keningnya.
"Umi itu udah tua, jadi wajar kalo sakit kepala terus. Sering-sring check up ya Umi takut darah tingginya nanti naek" sahut Balqis tanpa rasa bersalah.
"Astaghfirullah!"
Semua orang terkejut mendengar sahutan Balqis. Karena sudah jelas perkataannya tidak sopan, apalagi berbicara pada Umi Fatimah.
"Yang ini juga enak, kok!"
Tanpa rasa bersalah karena sudah menimpali perkataan Umi Fatimah yang hampir membuat kesal, Balqis mencomot kue yang lain. Bahkan dia mengambil beberapa kue dan diletakkannya di telapak tangan.
"Balqis, ja--- " "
"Biarkan saja!"
Melodi yang awalnya akan menegur dicegah Umi Fatimah. Dia lebih baik membiarkan Balqis anteng mencicipi kue ketimbang bicara. Keberadaan Balqis sama sekali tidak membantu, dia hanya sibuk mencicipi. Namun sesekali dia membantu memasukkan kue itu ke dalam toples.
"Selesai."
Azizah menggelengkan kepalanya saat melihat isi toples kue yang dimasukan Balqis tidak ada yang bagus. Sedangkan yang bagus dimakan.
"Balqis, masukkan kue yang bagusnya, bukan yang jeleknya. Yang bagus malah kamu makan,"
"Kan yang jeleknya buat lo!" sahut Balqis.
"Balqis, ini untuk hantaran Gus Miftah bukan buat kita. Jadi jangan dimakan terus, ya..." tegur Azizah.
"Terus gue diem aja gitu ngeliatin kalian? Ini kue buat dimakan bukan buat pajangan sampe nggak boleh segala." balas Balqis.
Azizah diam. Dia juga menghela nafasnya dalam-dalam. Kemudian melanjutkan lagi mencetak adonan. Sedangkan Balqis, dia masih tetap sama. Bukan hanya kue saja yang dimakannya, toping untuk kue pun dia makan.
Gus Alditra!
Tangan Balqis yang hendak terulur mengambil messes berhenti. Dia beralih mengambil beberapa kue dan beranjak pergi.
"Amankan topingnya!" titah Azizah.
Semua orang dengan gesit mengamankan toping. Bahkan mereka juga mengamankan kue-kue agar tidak dimakan lagi. Kepergian Balqis memang membuat semua orang gesit, bukan tidak boleh dimakan. Tapi dia terus saja memakan yang bagusnya dan memasukkan yang jeleknya ke dalam toples.
"Om Gus!"
Alditra menoleh sekilas. Kemudian kembali sibuk dengan kertas-kertas di atas meja. Wajahnya juga berubah masam karena kehadiran Balqis yang tidak diinginkan malah hadir dihadapannya.
"Om, Gue punya sesuatu," Balqis menyimpan kue yang dibawanya di atas kertas putih. "Coba dimakan, rasanya enak deh!"
Kening Alditra mengerut. Bukan memperhatikan kue, melainkan kertas pekerjaannya yang kini kotor karena kue.
"Ayo cepet cicipin!" ucap Balqis antusias.
Bukannya mengambil kue itu, Alditra malah menggesernya sampai berjatuhan ke lantai. Sontak saja hal itu membuat Balqis terdiam. Dia menatap kue yang dibawanya dengan senang barusan kini ada di dekat kakinya. Sedangkan Alditra membersihkan kertas itu dari remahan.
"Om, Gue bawain ini buat lo. Kok Om malah buang kuenya sih? Kalo nggak mau tinggal balikin lagi sama gue. Kan sayang sekarang kuenya jadi kotor..."
Alditra menoleh. Dia melihat Balqis sedang memungut kue itu satu persatu. Dia tidak bermaksud membuangnya, dia hanya menggesernya dari kertas yang penting untuknya.
Tap!
Alditra melirik ke belakang. Dia melihat punggung Balqis yang berjalan ke dapur.
"Hah... Saya tidak bermaksud begitu?"
Balqis kembali membawa kue itu. Dia membuangnya ke tempat sampah begitu saja.
"Kenapa dibuang?" tanya Melodi.
"Kotor. Gue nggak suka makan makanan yang udah jatoh, tar perut gue langsung sembelit." jawab Balqis sambil berkacak pinggang memperhatikan orang-orang.
"Jangan diam saja. Kamu bantu masukkan kue ke toples, tapi yang bagusnya," titah Rahma.
"Siapa Lo? Berani nyuruh gue kayak gitu." tanya Balqis.
"Astaghfirullah!" Rahma yang ditanya seperti itu seketika bungkam. Dia tidak berani berkata lagi.
"Cih!"
Balqis mendudukkan dirinya. Dia tidak mencicipi lagi kue-kue itu, padahal kue yang sekarang lebih menggiurkan daripada yang tadi.
"Qis, apa kamu tidak minat mencicipinya?" tawar Azizah.
Balqis menggeleng. Kemudian menyandarkan kepalanya ke tiang meja makan. Entah apa yang dipikirkannya saat ini, tapi secara tiba-tiba dia menjadi galau. Semua orang yang melihat Balqis berubah menjadi keheranan. Diamnya dia menjadi sepi, tapi di saat dia tidak diam sangat meresahkan.
"Qis! Apa terjadi sesuatu?" tanya Melodi.
Balqis menggeleng. Dia hanya diam sambil menatap adonan yang dicetak, kemudian dipindahkan ke loyang, lalu diolesi margarin dan ditambah toping, setelah itu dimasukkan ke dalam open.
"Apa ada yang bisa membantuku? Hias barang-barang ini untuk menyimpan keperluan pengantin perempuan,"
Balqis menoleh. Dia melihat Miftah membawa beberapa kotak beserta hiasannya.
"Gue ikutan ya, Gus..."
Dia segera menghampiri Gus Miftah. Kemudian mengambil bunga-bunga dan hiasan yang lainnya.
"Apa bajunya akan dibentuk hewan, Gus?" tanya Aisyah.
"Iya. Kalau bisa dibuat seperti itu," jawab Miftah sambil menggeser barang-barang yang akan dimasukkan ke dalam kotak.
Beberapa orang yang hadir langsung membantu. Mereka dengan lihai menata barang-barang di dalam kotak untuk dihias.
"Waw, ini apa?" Balqis memperlihatkan pakaian dalam pada orang-orang.
"Astaghfirullah, Balqis!" Badriah langsung mengambil pakain dalam itu karena tidak enak dipandang.
"Ini barang-barangnya bermerek enggak?" tanya Balqis. "Pasti murah, ya?"
Miftah tersenyum mendengar pertanyaan Balqis. Sedangkan yang lain melongo.
"Balqis, jangan bicara seperti itu. Seperti barang-barang kamu mahal saja," ucap Indah.
"Ya mahal lah. Semua yang gue pake barang branded. Satu tas saja harganya nyampe 50 juta. Satu piyama tidur saja harganya 5 juta," sahut Balqis.
"Memangnya ada yang seperti itu?" tanya Winda.
"Ada. Piyama yang waktu semalam kalian komentarin itu barang branded. gue nggak suka barang murahan," jawab Balqis.
"Astaghfirullah!" Semua orang menghela nafasnya karena lagi-lagi perkataan Balqis menyombongkan dirinya.
"Balqis, kamu itu terlalu sombong!" desis Indah.
"Diih... Siapa yang sombong sih? Gue cuma ngasih tau lo. Kan sayang kalo lo nggak tau barang-barang gue." sahut Balqis.
Indah dibuat geram. Ingin sekali dia membalasnya, namun harus ditahan karena ada Miftah yang sejak tadi tersenyum.
"Aahhh Gue nggak bisa. Kalian aja yang ngerjain!" Balqis menggeser kotak dan hiasan lainnya.
"Belajar dong kalau nggak bisa. Jangan dibiarin," sindir Indah yang masih kesal.
"Buat apa? Lagian biasanya kalo hal-hal kecil kayak gitu tinggal nyuruh orang aja udah selese." sahut Balqis. "Mendingan gue pergi deh, di sini gerah!"
Balqis berlalu pergi. Dia tidak betah berada di dalam rumah, apalagi hujan sudah reda yang akan membuat misinya kabur berhasil.
"Gus, kenapa tidak membalas perkataannya?" tanya Indah. "Ya ampun, aku sangat geram,"
"Sabar! Jangan tersulut emosi." jawab Miftah sambil tersenyum.
Dia sendiri tidak berminat membalas perkataan Balqis. Apalagi bila dijawab pun akan memanas. Dia tidak akan mau kalah. Dan bila menjelaskan tentang kesombongannya menjurus ke dosa pun tidak akan dipahaminya secara langsung. Dia masih dalam proses belajar. Bukan tidak ingin menegur tapi keras kepalanya Balqis hanya akan membuat keadaan kacau.
***
Di luar rumah.
Balqis menggeliat sambil berjalan ke gerbang. Matanya seketika memicing saat melihat gerbang dibuka.
"Yes! Lucky...!"
Balqis pun langsung berlari menuju gerbang itu. saat dia keluar gerbang tiba-tiba ada mobil hitam yang melaju kerahnya lalu berhenti di depan Balqis.
Seketika langkah Balqis pun terhenti dan memperhatikan mobil itu dengan tatapan curiga. Dia sempat memperhatikan sekitar. Sepi, tidak ada santri yang berjalan di dekatnya.
Badannya sudah siaga dengan kuda-kuda siapa tau itu adalah musuh yang sudah mengetahui keberadaannya sekarang.
Pintu mobil itupun terbuka dan memperlihatkan sosok pria denga stelan jas rapih umurnya sepeeti Daddy nya.
"Om Abraham?!" pekik Balqis seketika tersenyum lalu berhambur memeluk sosok pria yang sudah dia angggap sebagai ayahnya itu.
"Om... Om kesini mau jemput Aqis kan?" ucapnya setelah melepaskan pelukannya menatap Abraham yang tengah tersenyum kearah Balqis.
"Gimana keadaanmu disini?"
"Menderita Om... Om bawa Aqis pergi dari sini ya! Please... Aqis mau pulang..."
"No.. Sayang, Om kesini malah tanpa sepengetahuan Daddymu..." Kening Balqis mengerut seakan bertanya 'Kenapa?'
"Hah... Daddymu masih belum menyelesaikan urusannya, kabar Daddymu juga baik-baik saja! Dan kamu masih harus menunggu disini sampai Daddymu menjemputmu Nak..."
"Trus Om Abra kesini mau ngapain?"
"Om kesini mau minta bantuan kamu, Qis..."
"Jangan bilang---"
"Ya... Sesuai dengan dugaanmu! Makanya Om kesini tanpa sepengetahuan Daddymu, karena kalau tau bisa habis hidup Om ditangan Daddymu karena sudah melibatkanmu ke dalam masalah Organisasi."
Balqis pun menghela napas panjang.
"Mana laptopnya?"
"Di dalam mobil!"
Balqis pun berlalu masuk ke dalam mobil diikuti oleh Abraham. Mereka pun duduk bersisian. Dengan lihai dan lincah kedua tangan Balqis menari diatas keyboard laptop yang menampilkan kode-kode hanya Balqis yang mengerti.
"Jadi bagaimana dengan tawaran Om waktu itu, Qis? Sayang sekali kalau kemampuanmu tidak digunakan, apalagi organisasi ini punya Daddymu. Kejadian kemarin itu adalah ulah orang yang ingin mengakuisisi organisasi yang dipimpin Daddymu. Karena memang selama ini Daddymu tidak pernah mengelolanya dia hanya jadi pemimpin saja. Kami butuh pemimpin dan juga orang yang bisa terjun bersama."
"Entahlah Om... Aqis juga masih belum tau..." ucapnya masih sibuk dengan kerjaannya.
"Kalau beneran kamu mau dan bersedia menggantikan Daddymu hubungi Om ya... "
Tak!!
"Done!" ucapnya sambil menyerahkan laptop itu pada Abraham.
Abraham pun memeriksa laptopnya dan tersenyum kearah Balqis.
"Tidak salah kamu putrinya Hans... Kamu memang seorang Hacker dan programer terbaik yang pernah Om kenal."
"Ck..."
"Sebagai balasannya ini... Buat jajan kamu di kobong.. Dan maaf Om belum bisa membawamu keluar dari pesantren ini. Belajarlah selagi kamu masih disini. Dan jangan pikirkan Daddymu.. Om akan menjaganya!"
"Hah.. Thanks Om..." ucapnya tersenyum kecut tapi tetap mengambil uang dari Abraham sebesar lima juta rupiah...
Setelah Balqis keluar dari mobil dia pun berjalan lagi kearah dalam gerbang. Sementara Abraham masih terdiam memperhatikan Balqis masuk ke dalam gerbang itu..
***
"Om Gus!"
Penglihatan Balqis teralihkan. Dia lebih memilih menghampiri Alditra yang sedang berada di halaman dengan plastik hitam di pangkuannya.
"Om mau ke mana? Gue ikut dong,"
Alditra tidak menjawab. Karena percuma dijawab dengan isyarat pun Balqis tidak akan mengerti sama sekali.
"Itu apa?"
Tanpa permisi Balqis mengambil plastik hitam. Dia membukanya begitu saja untuk melihat isinya.
"Cih... Kirain makanan ternyata cuman bunga."
Alditra terdiam melihat kearah Balqis, kemudian, matanya memicing memperhatikan sebuah mobil hitam dan ada seorang pria paruh baya yang tengah di luar gerbang yang tengah memperhatikan Balqis.
Alditra yang penasaran terus memperhatikannya. Dia juga menghiraukan Balqis yang mengacak-acak bunga.
"Siapa dia? Gerbang terbuka, dan cewek ini tidak berusaha untuk kabur..."
Mata Alditra terus memperhatikan sambil pura-pura tidak tahu. Dia melihat jelas laki-laki itu yang mengarahkan ponsel ke arahnya sambil tersenyum. Setelah mengambil photo, laki-laki itu pun masuk lagi. Mobil itu tidak kembali berjalan melainkan tetap diam setelah beberapa menit. Alditra merasa aneh. Karena tidak biasanya ada orang yang seperti itu.
"Om Gus!"
"Om Gus!"
Mata Alditara membulat. Dia tersentak kaget karena Balqis mengguncang kursi rodanya. Dia pun menoleh memperhatikan wajahnya yang sudah masam.
Alditra yang dipenuhi rasa penasaran memutar roda kursinya. Dia melaju mendekati gerbang untuk melihat mobil itu dengan jelas. Namun sayang, mobil itu sudah putar arah dan berlalu pergi. Kursi roda Alditra berhenti.
"Apa ini ada kaitannya dengan Balqis? Saya masih ingat ketika kita bertemu. Dia dikejar beberapa laki-laki," batinnya yang kemudian melirik Balqis yang menatapnya di belakang.
"Saya yakin ini pasti ada kaitannya dengan Balqis. Tapi apa?"