Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23 - Dimulainya Petualangan Gusti
Ana tersenyum tanpa mengalihkan pandangan dari Gusti. Ia melangkah kian mendekat.
Gusti memegangi pundak Ana. Memaksa perempuan itu untuk mundur.
"Apa maumu?" tanya Gusti.
"Kau! Aku tidak akan meminta bayaran kalau kau mau tidur denganku," cicit Ana dengan tatapan nakal.
Gusti tersenyum miring. "Kau pikir aku mau tidur denganmu setelah kau sering melakukannya bersama Aman?" timpalnya. Lalu bergegas masuk ke kamar. Gusti juga tak lupa mengunci pintu.
"Tapi--" Ana tidak bisa berkata-kata lagi setelah mendapat penolakan. Dia hanya bisa menyentakkan kaki dengan kesal.
Kini Gusti berada di dalam kamar. Ia mencoba menenangkan diri dengan telentang. Tiba-tiba pesan baru dari Rilly masuk.
Gusti membuka pesan tersebut. Rilly mengiriminya foto-foto wanita haus gairah. Kali ini dia mengirimkan berdasarkan urutan bayaran termahal.
Posisi termahal dipegang oleh wanita bernama Anjani. Dia berusia 50 tahun. Gusti langsung meringiskan wajah saat mengetahui umurnya.
"Bahkan nenek-nenek sepertinya melakukan ini? Dunia memang mengerikan," gumam Gusti sambil geleng-geleng kepala. Atensinya tertuju pada foto wanita cantik bernama Ziva. Meski bayarannya paling rendah dibanding yang lain, entah kenapa Gusti paling tertarik dengannya. Apalagi saat melihat penampilan Ziva yang terkesan biasa saja dibanding yang lain
"Kau yakin ingin wanita itu? Dia hanya akan membayarmu sepuluh juta. Bukankah itu terlalu murah?" Rilly berbicara melalui telepon.
"Entahlah. Bukankah pekerja sepertiku juga harus melakukannya tanpa paksaan? Rasanya aku tidak berminat sama sekali dengan wanita yang terlalu tua," terang Gusti.
"Apa kau sengaja menyindirku?" balas Rilly sinis.
"Kenapa kau berpikir begitu? Kau masih muda kan?"
"Umurku 45 tahun!"
Gusti tersenyum kecut. "Maaf kalau kau tersinggung. Aku tak bermaksud begitu," ungkapnya.
"Lupakan. Sekarang aku akan menghubungi Ziva untukmu. Aku akan memberi kabar secepatnya." Rilly memutus sambungan telepon lebih dulu.
Gusti sekarang hanya perlu menunggu. Sekitar sepuluh menit kemudian, dia mendapat kabar. Katanya Ziva bisa melakukannya malam ini.
"Aku akan mengumpulkan uang secukupnya. Setelah itu, aku akan berhenti," gumam Gusti meyakinkan dirinya.
Saat waktu menunjukkan jam setengah sembilan malam, Gusti pergi ke tempat pertemuannya dengan Ziva. Yaitu sebuah hotel bintang empat.
Setibanya di kamar, Gusti melihat Ziva sudah menunggu. Perempuan tersebut langsung berdiri.
"Hai..." Ziva menyapa dengan tatapan terpana. Jelas dia menyukai ketampanan Gusti.
"Hai Kak Ziva," sahut Gusti. Mengingat Ziva berusia 34 tahun. Usia yang lebih tua darinya.
"Namamu siapa?" tanya Ziva.
"Aku Gusti," jawab Gusti dengan senyuman canggung.
"Duduklah dulu!" suruh Ziva sambil menunjuk sofa. Gusti lantas menurut.
"Begini, sebelum melakukannya aku ingin memberitahu syarat-syaratku," tutur Ziva.
"Katakanlah," tanggap Gusti. Dia berharap Ziva tidak menginginkan hal yang aneh-aneh.
Ziva pun menjelaskan. Dia memberitahu Gusti agar melakukan semuanya dengan lembut. Ziva tidak ingin dicengkeram, dimarahi, bahkan dipukul.
"Itu bukanlah syarat yang sulit," ungkap Gusti yang tak keberatan. Terlebih dia masihlah pemula.
"Terima kasih. Apa kita bisa memulainya sekarang?" ajak Ziva yang langsung dijawab Gusti dengan anggukan.
Ziva berdiri dan melepas bajunya satu per satu. Hal serupa juga dilakukan Gusti. Akan tetapi Gusti berhenti saat menyaksikan lebam dan goresan di badan Ziva.
"Ini semua adalah perlakuan suamiku. Dia suka menyakitiku saat berhubungan intim. Itu membuatku tidak bergairah dan malah memberikanku derita." Ziva yang sadar dengan tatapan Gusti, segera menjelaskan. Kini dia sudah melepas seluruh pakaian dari badan. Ia perlahan berjalan ke hadapan Gusti.
"Itulah alasanku memerlukan lelaki sepertimu." Ziva memegangi wajah Gusti. "Aku merasa senang saat mendapatkan yang tampan," sambungnya.
Gusti hanya tersenyum. Dia segera memagut bibir Ziva dengan awalan lembut.