Hai, kenalin! Ini adalah novel gue yang bakal ngajak kalian semua ke dunia yang beda dari biasanya. Ceritanya tentang Lila, seorang cewek indigo yang punya kemampuan buat liat dan ngerasain hal-hal yang nggak bisa dilihat orang lain. Tapi, jangan mikir ini cuma cerita horor biasa, ya!Lila ini kerja di kota besar sebagai jurnalis, sambil terus nyoba buat hidup normal. Sayangnya, dunia gaib nggak pernah jauh dari dia. Dari gedung-gedung angker sampai pesan misterius, Lila selalu ketarik ke hal-hal aneh yang bikin bulu kuduk merinding. Di tengah kesibukannya ngeliput berita, Lila malah makin dalam terlibat dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang seolah ‘nungguin’ dia buat ngungkap rahasia besar.Penasaran gimana dia bakal hadapin semuanya? Yuk, ikutin terus perjalanan Lila di "Bayangan di Kota: Kisah Gadis Indigo". Siap-siap deh, karena lo bakal nemuin banyak misteri, ketegangan, dan sentuhan supranatural yang bikin lo nggak bisa berhenti baca!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hansen Jonathan Simanjuntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Teror yang Tak Pernah Usai
Pagi itu, Lila dan Rina masih kebawa trauma semalam. Mereka belum berani balik ke kos masing-masing. Alih-alih, mereka mutusin buat nongkrong di sebuah warung kopi 24 jam, duduk di pojokan sambil minum kopi yang udah nggak lagi hangat.
“Gue nggak bisa terus-terusan gini, Lil. Gila, kita bener-bener kayak dikejar hantu di mana-mana,” Rina ngomong sambil ngerogoh rokok di tasnya, lalu buru-buru nyalain. Tangan Rina gemetaran, jelas masih keinget sama sosok bayangan hitam semalam.
“Gue tau, Rin. Gue juga capek. Setiap hari ada aja hal aneh yang kejadian, dan sekarang kita kayak dibuntutin terus. Gue nggak tau harus ngapain lagi,” Lila balas dengan suara pelan, ngerasa frustrasi sendiri. Matanya sayu, kurang tidur jelas bikin energinya terkuras habis.
“Apa mungkin ini semua gara-gara kita pergi ke gedung tua itu? Kayaknya sejak saat itu, semuanya makin gila. Yang gue nggak ngerti, kenapa kita yang jadi sasaran?” Rina meniup asap rokoknya, matanya menerawang jauh.
Lila mendesah, lalu ngelihat ke luar jendela. “Gue nggak yakin, Rin. Tapi yang jelas, ada sesuatu yang nggak beres sejak kita dateng ke sana. Dan gue rasa kita harus cari tau apa yang sebenernya terjadi.”
Rina ngangguk, tapi wajahnya jelas masih penuh ketakutan. “Kita harus hati-hati, Lil. Jangan sampe kita ngelakuin sesuatu yang bikin mereka makin marah.”
Lila diam, pikirannya melayang-layang antara ketakutan dan keingintahuan. Sebagai seorang indigo, Lila udah terbiasa ngeliat hal-hal yang orang lain nggak bisa lihat. Tapi kali ini, apa yang dia hadapi terasa beda. Ini bukan sekadar arwah penasaran atau roh halus yang gentayangan, ini sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap.
“Rin, gimana kalo kita coba cari seseorang yang bisa bantu kita?” usul Lila, akhirnya ngerasa mereka butuh bantuan dari luar. “Mungkin ada paranormal lain atau seseorang yang lebih ngerti tentang hal-hal kayak gini.”
“Lu yakin? Paranormal yang terakhir aja malah bikin kita makin bingung dan ketakutan,” jawab Rina sambil menghembuskan napas panjang.
“Tapi kita nggak punya pilihan lain, Rin. Kalo terus-terusan gini, kita nggak akan selamat,” Lila menjawab tegas. “Kita harus coba segala cara.”
...****************...
Setelah diskusi panjang, mereka berdua mutusin buat nyari seorang paranormal yang lebih terpercaya. Nama Ibu Sari muncul dalam pembicaraan. Katanya, Ibu Sari ini udah lama terkenal sebagai orang yang bisa “membersihkan” energi negatif dan makhluk halus.
Mereka berangkat ke rumah Ibu Sari di pinggiran kota. Rumahnya kecil dan sederhana, tapi aura tenangnya langsung kerasa begitu mereka sampai di sana. Ibu Sari, seorang wanita paruh baya dengan mata yang tajam tapi penuh kedamaian, menyambut mereka dengan senyuman.
“Kalian berdua kelihatan letih sekali. Masuklah,” ajak Ibu Sari dengan suara lembut.
Mereka berdua masuk, duduk di ruang tamu yang penuh dengan aroma dupa. Tanpa banyak basa-basi, Lila langsung ceritain semua yang mereka alami sejak pergi ke gedung tua itu.
Ibu Sari dengerin dengan seksama, kadang-kadang matanya terpejam seperti mencoba merasakan sesuatu. Setelah Lila selesai cerita, Ibu Sari menghela napas panjang.
“Yang kalian hadapi ini bukan sekadar arwah gentayangan biasa,” kata Ibu Sari, suaranya berubah serius. “Ada sesuatu yang lebih kuat dan lebih jahat yang terhubung dengan tempat itu. Energi yang ada di gedung tua itu sudah sangat lama, dan mungkin sudah terlalu kuat untuk diusir begitu saja.”
Rina langsung pucat. “Jadi, kita udah terkutuk gitu?”
“Bukan terkutuk,” Ibu Sari menjawab pelan, “Tapi kalian sudah terlibat dengan kekuatan yang lebih besar. Makhluk yang kalian lihat itu adalah bayangan dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang ingin menggunakan kalian sebagai jalan masuk ke dunia ini.”
Lila dan Rina saling pandang dengan wajah ngeri. Ini jelas lebih parah dari yang mereka bayangkan.
“Terus, apa yang bisa kita lakuin, Bu? Kita nggak bisa terus-terusan kayak gini,” tanya Lila, mulai putus asa.
“Kalian harus memutuskan koneksi dengan tempat itu,” jawab Ibu Sari. “Satu-satunya cara adalah dengan kembali ke sana, menghadapi apa yang menunggu, dan menutup portal yang sudah terbuka.”
Rina langsung terbatuk. “Maksud Ibu, kita harus balik lagi ke gedung itu?! Nggak mungkin!”
“Tapi itu satu-satunya cara,” Ibu Sari menjawab tegas. “Jika tidak, makhluk itu akan terus mengikuti kalian, dan pada akhirnya, dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya.”
Lila terdiam. Hatinya berdebar keras, tapi dia tahu Ibu Sari benar. Ini bukan soal pilihan lagi, ini soal bertahan hidup.
“Kita harus lakuin ini, Rin,” kata Lila akhirnya. “Kita nggak punya pilihan.”
Rina menghela napas panjang, terlihat takut setengah mati, tapi akhirnya mengangguk. “Oke, Lil. Kalo ini satu-satunya cara, gue akan ikut.”
Ibu Sari tersenyum kecil. “Saya akan membantu sebisa mungkin, tapi pada akhirnya, kalian yang harus menghadapi ini sendiri.”
...****************...
Malam itu, mereka kembali ke gedung tua yang penuh kegelapan dan misteri. Kali ini, mereka datang dengan persiapan lebih matang, membawa dupa dan barang-barang yang dikasih Ibu Sari untuk melindungi mereka. Tapi tetap saja, begitu mereka mendekat, aura mencekam langsung menyergap, bikin bulu kuduk mereka berdiri.
“Kita beneran mau masuk lagi ke sini?” bisik Rina sambil memegang lengan Lila erat-erat.
“Nggak ada pilihan lain, Rin. Kita harus selesaiin ini malam ini,” jawab Lila sambil mencoba menenangkan diri, meski dalam hati dia sendiri juga ketakutan.
Mereka melangkah masuk ke dalam gedung yang gelap dan sunyi. Di dalam, suasana jauh lebih dingin daripada yang mereka ingat. Lila bisa ngerasa ada sesuatu yang ngamatin mereka dari kegelapan, sesuatu yang besar, licik, dan sabar menunggu.
Langkah demi langkah, mereka mendekati ruangan tempat simbol-simbol aneh itu ditemukan. Dan ketika mereka sampai di depan ruangan itu, udara terasa semakin berat. Pintu terbuka dengan sendirinya, seperti mengundang mereka masuk.
Lila menghela napas dalam-dalam, lalu melangkah masuk. Rina mengikutinya, meski jelas dia gemetar ketakutan.
Di dalam ruangan itu, bayangan hitam yang mereka lihat sebelumnya sudah menunggu. Kali ini, bayangan itu lebih besar, lebih nyata, dan lebih menyeramkan. Tatapan kosongnya seolah-olah menembus jiwa mereka.
Lila mengangkat dupa yang dibawanya, menyalakannya seperti yang diajarkan Ibu Sari. Asap putih mulai memenuhi ruangan, dan bayangan itu tampak bereaksi. Ia bergerak gelisah, tapi tetap tidak mundur.
“Sekarang, Lila! Cepat!” teriak Rina panik.
Dengan gemetar, Lila melangkah ke tengah ruangan, menempatkan dupa di lantai, lalu mulai membaca doa yang diajarkan Ibu Sari. Suara Lila bergetar, tapi dia berusaha tetap fokus.
Bayangan itu mendekat, lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Ruangan terasa semakin gelap dan dingin, seolah seluruh bangunan itu siap runtuh kapan saja.
Lila terus membaca doa dengan cepat, matanya nggak lepas dari bayangan hitam yang semakin mendekat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Gimana hari kalian guys
baik baik aja kan??