"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29 : Tidak Mau Mengaku
..."Mungkin ragamu yang melukai jiwa dan tubuhku, tetapi hatimu masih menyimpan ruang untuk mencintaiku. Entah itu nyata atau mimpi, aku berharap itu adalah mimpi yang menjadi nyata, dan itu akan segera terjadi."...
...~~~...
Dilihat tidak kunjung mendapatkan jawaban, karena Alaska malah terus memeluknya tanpa berkata sepatah katapun. Arumi pun memberanikan diri untuk angkat bicara.
"Mas ih jawab! Kenapa aku bisa ada di kasur ini?" tanya Arumi kembali.
Mendengar suara istrinya, Alaska pun mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Arumi.
"Ya, kamu pikir aja sendiri. Aku kan semalam tidur di sini," jawab Alaska asal.
Arumi mengerutkan keningnya, merasa heran dengan jawaban dari Alaska.
"Iya, tapi kan Arumi enggak mungkin dong tiba-tiba berada di kasur ini, sedangkan Mas jelas tahu bahwa semalam aku tidur di sofa," balas Arumi membuat nyali Alaska menciut.
"Kamu semalam yang tiba-tiba tidur di sini kali, aku gak tau. Mungkin kamu berjalan saat tertidur. Sudahlah jangan dipikirin! Aku masih ngantuk. Mau tidur lagi," ujar Alaska mengelak dan mengalihkan pembicaraan.
"Tidak mungkin Mas, Arumi enggak pernah berjalan saat tidur. Ini pasti ulah Mas Alaska kan? Ngaku loh!" ucap Arumi mencurigai suaminya sendiri.
"Shiittt! Cewe ini tidak bisa dibodohi. Cukup pintar untuk aku kelabui," batin Alaska berucap.
"Mas kok diam saja si? Pasti bener kan dugaan aku?" Arumi kembali menyudutkan Alaska karena tidak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Kamu menuduhku? Jelas-jelas aku tidak menginginkanmu, mana mungkin aku yang memindahkanmu ke mari," ucap Alaska menimbulkan kecurigaan bagi Arumi.
"Hayo loh! Mas yang bawa aku ke kasur ini kan? Itu jelas kamu bilang memindahkanku, sedangkan aku tadi enggak menanyakan itu," kata Arumi menohok.
"Enggak ya! Aku tidak melakukan itu. Kamu ngarang aja," ucap Alaska tetap mengelak apa yang dikatakan oleh istrinya itu.
"Mas pasti bohong kan? Mas yang lakuin ini. Kalaupun enggak suka sama Arumi, tatapi tangan Mas masih melingkar di pinggangku. Apa Mas mau tetap mengelak bahwa Mas tidak memindahkan tubuhku?" tanya Arumi sontak membuat Alaska kalang kabut.
Deg!
"Sial! Ini tangan pake meluk cewe ini si? Kan jelas aku enggak suka sama dia. Kok tangan ini malah main lingkar saja di pinggangnya dia? Harusnya jijik, kok aku malah nyaman si? Serba salah," gumam Alaska di dalam hatinya setalah menyadari apa yang dia lakukan.
"Enggak mana ada! Ini tidak sengaja saja karena sedang tidur," kata Alaska berusaha keras mengelaknya.
"Hihi ... Mas lucu banget si? Udah jelas Mas ini sudah bangun, tapi masih meluk tubuh Arumi. Berarti Mas sengaja meluk aku, tapi enggak papa kok malah Arumi suka. Sering-sering begini ya Mas?" ucap Arumi sembari tertawa dan tersenyum manis.
"Hih! Apa-apaan si? Geer banget! Sana bukannya mau shalat, malah diem aja," kata Alaska membuat Arumi mengingat sesuatu.
"Astaghfirullah! Mas kok gak ingetin si? Udah jam berapa ini? Keburu abis waktunya," balas Arumi begitu kaget karena melupakan niat awalnya.
"Setengah enam," jawab Alaska santai sembari mengeratkan pelukannya, karena saking nyamannya dan tidak peduli dengan pemilik tubuh itu yang nampak gelisah.
"Mas ih! Enggak bilang dari tadi," ucap Arumi dengan bibir yang sedikit maju ke depan.
"Loh kamu nyalahin aku? Beraninya kamu! Lihat saja nanti aku beri pelajaran!" tegas Alaska langsung membuat Arumi diam.
"Udah ah Mas, aku harus segera shalat sudah terlambat. Tolong lepasin pelukannya Mas!" pinta Arumi, ia tidak ingin membuang waktu lagi.
"Ya udah sama pergi! Aku mau tidur lagi," ucap Alaska sembari melepaskan tangannya yang sempat terlingkar di tubuh Arumi.
"Terimakasih Mas, tapi Mas kita sekalian shalat saja yuk?" ajak Arumi penuh semangat.
"Kamu duluan saja, aku sedang tidak ingin," balas Alaska ketus dan kembali menutup matanya.
"Ya udah. Jangan lupa nanti shalat subuh!" ucap Arumi kemudian yang tidak ditanggapi oleh suaminya.
Pada akhirnya Arumi pun melaksanakan shalat subuh sendirian lagi, walaupun sempat ingin shalat berjamaah dengan suaminya. Namun, itu sangatlah tidak mungkin untuk saat ini, karena dilihat Alaska bersikap tidak wajar kepadanya.
****
Pukul delapan pagi, kini Arumi dan juga Alaska sedang berada di meja makan menyantap sarapan paginya. Hari ini hari minggu, sehingga membuat Alaska santai tidak terburu-buru seperti biasanya. Namun, sikapnya tetap dingin kembali, walupun sempat ramah sebelumya kepada Arumi.
"Assalamualaikum. Arumi, ini Mama. Kamu di mana?" panggil Mama Rina yang tiba-tiba saja datang ke rumah Arumi dengan membawa masakan kesukaan Alaska.
"Wa'alaikumsalam. Eh itu suara Mama Mas, aku temui dulu ya?" kata Arumi membuat Alaska menatap tajam istrinya itu.
Arumi hanya menunduk, ia bingung harus bagaimana karena suaminya tidak kunjungan menjawab dan memberikan izin.
"Loh ada di sini ternyata. Mama kangen kamu," ucap Mama Rina yang tiba-tiba saja berada di belakang Arumi sontak membuat keduanya kaget.
Arumi masih terdiam sampai Mama Rina memeluk tubuhnya, seketika ia pun menyembunyikan kedua tangannya yang memerah akibat kena air teh panas semalam.
"Loh, kok Arumi diam saja? Apa ada masalah?" tanya Mama Rina menatap Arumi penuh kasih sayang.
"Enggak Ma, enggak ada apa-apa. Ini Arumi lagi sarapan sama Mas Alaska. Mama mau ikut juga?" tanya Arumi berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Oh iya sayang, Mama bawakan opor ayam kesukaan Alaska. Belum selesai kan makannya sayang?" Mama Rina melirik Alaska yang tetap bersikap dingin terhadap dirinya.
"Belum kok Ma. Sini biar Arumi hidangkan. Mama duduk saja ya? Kita makan bersama," ucap Arumi seakan mewakili Alaska yang tidak kunjung menjawab.
Mama Rina hanya menurut dan bergabung bersama anak menantunya di meja makan, walupun Alaska nampak tidak menyukai kehadirannya, berbeda dengan Arumi yang sangat senang dengan kedatangan mama mertuanya itu.
"Mas, ini Mama buatin spesial loh buat Mas. Ayo dimakan," ucap Arumi yang sudah menyampurkan opor ayam ke dalam pusing Alaska.
"Maaf sayang, aku sudah tidak berselera lagi untuk makan," balas Alaska membuat Mama Rina sakit hati.
"Eh, Mas. Duduk dong di sini, kan belum selesai makannya. Ada Mama juga loh, masa Mas mau pergi gitu aja?" ujar Arumi berusaha membujuk suaminya, karena ia tahu sikap Alaska itu tidaklah benar.
"Enggak sayang! Mas banyak urusan, kamu makan saja berdua sama Mama," ucap Alaska masih kekeh dengan keputusannya di awal.
"Mas tunggu! Arumi suapin deh ya makannya. Mau kan?" kata Arumi yang membuat Alaska mengangguk begitu saja.
"Baiklah, tapi yang bener!" jawab Alaska kembali duduk dan makan bersama Mama Rina.
Arumi terseyum, akhirnya suaminya mau juga ikut makan bersama Mama Rina.
Dengan telatan Arumi menyuapi Alaska, sampai suapan terakhir Alaska menghabiskan makanannya, membuat Arumi terseyum lega.
"Mas ini munum dulu," ucap Arumi memberikan segelas air kepada suaminya.
"Terimakasih sayang," balas Alaska dengan begitu lembut, walupun Arumi tahu itu hanya sandiwara.