Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung
Aku terbangun dari tidurku begitu merasakan pagi sudah tiba. Cahaya matahari masuk ke sela-sela jendela, menandakan aku bangun kesiangan. Aku meraih ponsel dan kuliat ternyata sudah menunjukkan jam 7:00. Aku menatap kedepanku, dimana ada Mas Saga yang sedang memelukku erat, menyembunyikan wajahnya di dadaku.
Caranya memeluk sangat posesif hingga aku kesulitan untuk bergerak, tapi tiba-tiba saja pipiku bersemu merah mengingat kejadian tadi malam.
Beberapa saat membiarkan posisi ini, aku perlahan melepaskan lilitan tangan Mas Saga yang masih tidur nyenyak dengan suara nafas yang tenang. Dengan hati-hati aku menyelimuti Mas Saga, lalu berjalan kearah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Saat aku sudah selesai dengan urusanku, rupanya Mas Saga masih terlena dengan tidur nyenyaknya. Aku merasa sangat segar karna sudah mandi juga keramas. Mendekat ke arah ranjang dan duduk kembali disana, aku mengusap pelan rambut Mas Saga sebelum aku memanggil namanya, untuk membangunkannya. "Mas ayo bangun, udah pagi, " ucapku walaupun tak tega karna pasti dia sangat kelelahan mengingat dia menceritakan padaku satu minggu ini dirinya sangat sibuk di kantor pusat maupun cabang.
"Mas, ayo bangun," ucapku sekali lagi dengan mengelus pipinya lembut.
Mas Saga bergumam pelan, mencari posisi paling nyamanannya dengan kembali memeluk tubuhku. Terpaksa kini aku sudah kembali berbaring di dalam dekapannya.
Dengan jarak sedekat ini, aku bisa melihat dengan jelas wajah Mas Saga, sungguh tampan dengan alis tebalnya, bulu matanya yang panjang, hidungnya mancung, garis rahangnya yang tegas. Juga bibirnya tidak hitam, padahal dia laki-laki. Sungguh tak ada celah untuk menjelekkan wajahnya.
"Jam berapa?" tanya Mas Saga dengan mata yang masih tertutup.
"Udah setengah delapan, Mas masih ngantuk?"
Mas Saga hanya kembali bergumam pelan menyahuti perkataanku.
"Lepas dulu Mas, aku mau turun buat sarapan," pintaku setelah beberapa saat hanya terdiam menunggu Mas Saga bangun, tapi tak terlihat tanda-tanda laki-laki yang berstatus suamiku itu akan bangun.
"Tidur lagi aja, ada dua art yang buat sarapan."
Aku tak mengindahkan perkataannya dengan mencoba melepaskan lilitan tangan Mas Saga di pinggangku. "Aku mau buat menu sarapan sendiri, biar bisa ganti hari-hari yang ga layanin Mas."
Walaupun enggang, Mas Saga akhirnya membiarkan aku lepas dari pelukannya. Dengan malu-malu aku memberi kecupan di pipinya, aku yang menciumnya duluan tapi malah pipiku yang bersemu merah.
Mata Mas Saga yang tadinya masih tertutup kini sudah menatapku, dengan gelagapan aku menatap ke arah mana saja yang penting tidak menatapnya balik. "A—aku udah siapin baju, Mas mandi abis itu turun sarapan."
Setelah berkata seperti itu aku buru-buru meninggalkan Mas Saga, yang dapat ku tangkap raut wajahnya nampak terkejut setelah mendapat kecupan dari ku. Bukan apanya, tapi pertama kalinya aku berperilaku seperti itu semenjak kami menikah atas dorongan diriku sendiri.
Aku akhirnya sampai di dapur dan mendapati sudah ada kedua art yang sedang memasak, saling membagi tugasnya. Tapi, aku mengatakan kepada mereka bahwa aku saja yang memasak, ingin memasakkan Mas Saga buatan ku sendiri karna aku yang jarang di rumah. Bukan jarang lagi tapi ini pertama kalinya aku menginap disini.
...*****...
Setelah sarapan selesai, aku berinisiatif mengajak Mas Saga kerumah Ibu. Aku sudah rindu sekali bertemu dengannya juga rindu ke Ayah dan Adikku.
Mas Saga tentu tak menolak, tapi kami memutuskan kesana saat siang saja. Mas Saga masih ingin menghabiskan waktu berdua dengan ku, karna ketika sudah berada di rumah orang tuaku, tak mungkin kami berduaan terus seperti itulah dia berkata.
"Mas kita nginep disana ngga?" tanyaku menatap Mas Saga lewat cermin, karna aku sedang memoles make up di wajahku.
Bukannya menjawab dia malah balik bertanya padaku. "Kamu mau nginep?"
"Mau, kalau Mas bolehin."
Lelaki itu mengangguk tampak berdiri dari duduknya. "Iya sayang, kita nginep. Kenapa harus ga boleh nginep di rumah Ibu, sedangkan kamu jarang pulang kesini." Kini Mas Saga sudah berada di belakang ku, memeluk pinggangku dan menatap wajah ki di cermin. "Belum selesai itu makeupnya sayang?"
"Belum Mas, dikit lagi. Sabar ya..."
Mas Saga bergumam pelan menanggapi. "Makeupnya belum selesai aja kamu udah kelihatan cantik sekali."
Pujian itu sontak membuat pipiku bersemu merah.
...****...
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya aku dan Mas Saga sampai di rumah orangtuaku. Kami masuk kerumah berjalan bersisihan dengan tangan yang saling bertaut.
Aku langsung berhambur ke pelukan Ibuku begitu melihat wanita paruh baya itu berjalan menghampiri kami. "Ibu!!" seru ku.
Ibu membalas pelukanku, mengelus rambutku penuh kasih sayang. Menanyakan kabar ku dan tadi malam sampai jam berapa lalu aku bergantian memeluk Ayahku yang baru saja datang dari arah kamarnya. Setelah sesi melepas rindu itu kami angsung diajak untuk makan siang, karna Ibuku sudah menyiapkan semuanya.
Tak lupa juga, Ibu dan Ayahku menyambut dengan hangat menantu kesayangannya itu, siapa lagi kalau bukan suamiku, Mas Saga.
Aku mengisikan makanan pada piring Mas Saga yang bertepatan suara dari Adikku datang dari arah luar.
"Wah, orang jakarta udah datang ini," serunya begitu tiba langsung mengambil duduk di samping Mas Saga, menyapa Kakak iparnya itu lalu kembali berujar padaku. "Ga lupakan oleh-oleh buat gue, Mbak."
Aku mendelik kesal, memberikan piring Mas Saga kembali dan menjawabnya perkataan Adnan dengan ketus. "Apa, ngga ada oleh-oleh buat lo," kataku menyendokkan nasi ke piringku sendiri.
"Tega banget lo, padahal gue udah excited nungguinnya," ujar Adnan tampak kecewa.
Ibu ku pun mulai ikut menyahuti perkataan kami berdua. Tepatnya lebih ke menegur Adnan dengan halus. "Biarin Mas sama Mbak mu makan dulu, mereka baru sampai kamu sudah tanyain oleh-oleh. Itu oleh-oleh dari Mbak mu ada di ruang tamu."
"Kan cuma ingetin Bu," cicit Adnan mulai menyendokkan nasi ke dalam mulutnya yang sebelumnya sudah di ambilkan oleh Ibuku.
Setelah itu percakapan pun di gantikan oleh pembahasan lain, tentang bagaimana aku di jakarta, bagaimana perjalanan aku kesini dan dapat libur berapa hari. Dan akhirnya aku tidak jadi menginap di rumah Ibuku, karna besok acara resepsi pernikahan sepupu Mas Saga di mulai jam 9, tentu kami perlu banyak waktu untuk bersiap apa lagi aku harus menggunakan make-up yang memakan waktu sedikit lama.
Walaupun begitu aku merasa sedih tidak jadi menginap, perasaan aneh muncul memikirkan dulu ketika aku pulang ke Jogja aku tentu saja menginap disini, tapi sekarang aku sudah bagaikan tamu di rumah kedua orang tuaku sendiri yang hanya datang berkunjung lalu pulang ke rumahku dan Mas Saga.