Anton Nicholas Akbar, 27 tahun, sebelumnya bernama Anton Nicholas Wijaya. Arsitek muda dari B Group dengan jabatan sebagai Direktur Divisi Architecture & Landscaping di B Group.
Hal yang baru ia sadari, ternyata dia bukanlah yang dia kira. Dia bukan cucu kandung di Keluarga Wijaya. Dia bukan orang Indonesia. Dia juga bukan lelaki biasa karena darah biru yang mengalir dari orangtuanya.
Tanda lahir berbentuk bulan sabit biru, membuatnya harus menerima takdirnya sebagai penerus dari Legenda Bulan Sabit Biru juga sebagai satu-satunya pewaris Wang Corporation di Negeri Cina.
Sebelum itu, ia harus menemukan Gadis Lotusnya agar dapat memenuhi takdirnya. Sebagai pewaris dan juga sebagai Pangeran Bulan Sabit Biru.
Dibantu para Naga yang merupakan sahabatnya juga mafia Spanyol dan Yakuza untuk melawan Kelompok Belati Hitam yang tergabung dalam TRIAD.
Novel sekuel dari 3 novel sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ough See Usi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 – SAAT AGUNG LEBIH BERSINAR
...🌷biasakan beri like di setiap babnya, jangan menabung bab agar sistem bisa melakukan penilaian retensi pembaca, dimohon kerjasamanya 🌷
...
...----------------...
Petang itu juga Nainai hijrah. Dia dan Nainai menjadi satu keyakinan. Mereka berdua menangis berpelukan.
Hal yang sangat disyukuri oleh Anton adalah hijrahnya Nainai. Karena bila salah satu di antara mereka meninggal terlebih dahulu, maka mereka bisa mengurusi jenazahnya. Keluarga yang dari dulu sangat dekat. Walau sekarang ia tahu bahwa Nainai bukanlah nenek kandungnya.
Ucapan di luar kesadaran Agung yang mengatakan bahwa salah satu diantara mereka semua akan meninggal dalam keadaan berlumuran darah sangat membekas dalam benaknya. Dirinya merasa, Nainai lah yang akan meninggal nanti. Tubuhnya meremang setiap memikirkan itu.
Tanpa sepengetahuannya, Indra menghubungi Pria Naga dari Cina. Pria Naga yang menyelamatkannya dari kejamnya keluarga besar Papanya. Hingga detik ini, identitasnya sebagai putera satu-satunya dari Wang Yuchen dan Liu Fang Gua masih tersimpan rapat.
Dia menangis saat melihat tato Naga di lengan dalam Paman Michael. Tato Naga yang timbul karena luka bakar.
Dia bisa mengingat tangan bergambar Naga di kanan dan kirinya saat menggendong dirinya. Dia mengingat dengan jelas.
Di pertemuan pertama mereka lewat panggilan video di ruang kerja Indra, dia sudah mengecewakan Paman Michael dan Bibi Cathy.
Bukan bermaksud untuk mengalah kepada Paman dan Bibi juga para sepupu dari pihak Papanya. Tapi ia hanya ingin hidup damai. Toh sekarang ia tidak kekurangan uang. Jadi untuk apa merebut kembali haknya sebagai pewaris sah Wang Corporation di Chongqing sana?
Bramasta dan Indra menasehatinya dengan cara mereka yang lebih mengenal karakternya dibandingkan Paman dan Bibinya yang baru saja ia temui lewat panggilan video.
Ingatannya kembali kepada saat mahasiswa tingkat akhir dulu. Saat baru mengenal duo petinggi B Group itu. De javu. Karena suasananya sama.
Dan akhirnya ia menyadari kesalahannya.
***
Seharusnya perjalanan menjelang sore itu biasa saja. Andai saja tidak ada motor yang tiba-tiba memotong jalurnya. Pengendara dengan jaket kurir makanan.
Nyaris saja bumper depan mobilnya membentur motor yang rupanya hilang kendali saat menyalip mobilnya karena pecah ban.
Tangannya reflek membanting stir ke kiri. Membuat Agung, Sang Calon Pengantin yang tinggal menunggu hari terbentur brutal kaca jendela mobilnya.
“Subhanallah, Ton!”
“Sorry Bang! Sorry... Gue reflek menghindari motor yang tiba-tiba memotong jalur kita.”
Agung mengelus pelipisnya.
“Sorry Bang.. Memar kayaknya. Agak benjut dikit..,” Anton merasa bersalah.
“Euleuh. Jabaning mau jadi pengantin lagi..,” melihat pelipisnya dengan bantuan spion dalam, “Eh, motornya jatuh!”
“Ah, dasar woman! Bawa motor seenaknya!” Anton bersungut kesal.
Mereka bergegas turun. Klakson panjang terdengar dari kendaraan di belakang mereka. Beberapa pengemudi motor dengan jaket yang sama yang dikenakan pemotor tadi berhenti. Juga jaket perusahaan kurir yang berbeda. Solidaritas salam satu aspal.
“Gawat nih.. Kita bisa dikeroyok kurir online kalau situasi tidak mendukung kita,” gumam Agung sambil membuka pintu mobilnya.
Agung berlari ke arah wanita kurir makanan itu. Membantunya berdiri.
“Teteh tidak apa-apa? Bisa berdiri?”
Wanita yang masih mengenakan helm full face-nya mengangguk.
Sementara Anton membantu memberdirikan motornya.
“Kunaon atuh Teh? Kenapa memotong jalur saya?”
“Maaf,” dia berucap pelan lalu mendesis sambil memegangi siku lengannya.
“Siku jaket kamu berlubang. Jaketnya dibuka dulu saja. Mungkin siku kamu terluka,” Agung memperhatikan jaket perempuan itu.
“Ton, ambil kotak P3K di mobil. Siku si Teteh berdarah..”
Anton bergegas kembali ke dalam mobilnya. Mengambil kotak P3K. Sambil berjalan ke arah mereka, dia memperhatikan interaksi antara Agung dengan perempuan itu.
Agung terlihat begitu luwes terhadap orang yang baru dikenalnya. Luwes tapi tidak genit. Setidaknya Adinda akan selalu aman hatinya.
Tapi karena keluwesan Agung, banyak wanita yang jadi baper kepadanya. Untungnya Agung bukan tipe pemain.
“Lukanya harus dibersihkan Teh. Khawatir infeksi. Ada pasir yang masuk juga ke dalam luka,” Agung menerangkan saat wanita itu menolak.
Dan sore yang terik itu, Anton menuntun motor perempuan yang masih betah mengenakan helm full face-nya dan masker. Saat perempuan itu diminta untuk naik mobil saja agar lebih praktis, perempuan itu menolak.
Anton berdecih. Menyebalkan sekali. Sudah juga hampir membuat mereka semua celaka yang membuat dirinya sendiri cedera, masih saja menolak bantuan.
“Kamu khawatir motor kamu bakal saya bawa kabur?”
Mata gadis itu mengerjap, beberapa emosinya terlihat jelas pada matanya. Sesaat terkejut dengan ucapan Anton, kemudian berubah menjadi tatapan rasa bersalah. Selanjutnya berubah cepat menjadi tatapan khawatir. Berikutnya bingung.
Anton terpana dengan perubahan ekspresi matanya. Seperti melihat proses terbentuknya hujan di langit dalam speed video yang dipercepat. Sejelas itu ekspresi di matanya. Seperti cermin.
“Tidak Pak. Ya Allah.. Bagaimana saya mengatakannya? Saya hanya tidak ingin menyusahkan Bapak dan Pak Agung. Apalagi di sini saya yang bersalah. Saya yang menyebabkan kecelakaan ini.”
Agung lebih tenar daripada dirinya yang lebih sering berada jauh dari jangkauan kamera. Hanya beberapa kali dirinya tampak jelas dalam frame foto ataupun video publik. Termasuk saat beberapa kali konferensi pers yang diadakan oleh pihak Keluarga Sanjaya juga Keluarga Kusumawardhani.
“Kamu gak gerah pakai helm dan masker seperti itu? Sore ini panas banget loh,” Anton menyeka keringat yang mengalir pada pelipisnya.
Ekspresi ragu-ragu tampilan pada mata perempuan itu.
“Kemarikan helm kamu,” tangan Anton terulur, kemudian melihat ke arah mobilnya di belakang mereka, Agung memberi kode ia duluan ke arah bengkel di depan sana.
Anton mengangguk. Melambaikan tangannya.
“Pak Agung baik banget ya orangnya...,” kata perempuan itu sambil menyerahkan helmnya kepada Anton.
[Gue nolongin Lu, bawain motor Lu, terus yang Lu lihat cuma kebaikan Bang Agung doang?] dongkol.
Bajunya sudah lengket melekat di bagian punggungnya karena teriknya matahari sore itu.
“Sabtu ini Bang Agung menikah,” entah kenapa Anton berucap seperti itu kepada perempuan yang baru mereka temui.
Toh mereka baru kenal. Toh mereka tidak seakrab itu. Tapi kenapa malah memberitahukan hal yang tidak diberitakan di media manapun tentang rencana pernikahan Agung?
Dan Anton menjadi kesal sendiri.
“Astaghfirullah.. Saya malah membuat wajah Pak Agung memar dan sedikit benjol...,” lagi, ekspresi khawatir dan bersalah tampak jelas di mata perempuan itu.
Anton mencebik. Semakin kesal dan dongkol kepada perempuan di sampingnya.
[Bang Agung lagi, Bang Agung lagi yang dikhawatirkan. Memangnya tugas sebagai pendamping pengantin laki-laki itu gak penting, gitu?! Gue juga butuh tampil glowing mempesona tapi malah dibuat bermandikan sinar matahari juga debu jalanan seperti ini! ]
Rambut lepek perempuan itu sudah mulai meriap karena tertiup angin. Melepas helm membuat rambutnya bisa bernafas lagi.
Anton melirik sekilas. Aroma matahari mengalahkan aroma shampo yang dipakai perempuan itu. Ikatan rambutnya terlihat kempes jelek karena tertekan helm. Sama sekali tidak menarik.
“Gak baik terlalu lama memakai masker. Karbondioksida yang dikeluarkan lewat nafas kamu akan terhirup kembali. Itu akan membuat kamu pusing hingga mengalami migrain,” Anton melirik lagi ke arah perempuan berkulit terang itu.
“Pantas saja.. Saya sering sakit kepala...,” perempuan itu melepas maskernya. Melihatnya lalu meletakkan ke dalam saku jaketnya.
Dia menengok ke arah Anton, sambil tersenyum. Wajahnya tirus dan pucat. Warna bibirnya alami, liptint yang dipakainya sudah luntur.
Wajahnya biasa saja. Tidak menarik mata apalagi menarik hati.
“Bapak pasti tidak pernah memakai masker ya? Secara kan Bapak pakai mobil yang tertutup rapat. Tidak terkena asap dan debu knalpot kendaraan lain.
“Saya gak punya motor. Dan saya pakai masker saat berada di tempat proyek,” Anton menjawab singkat.
“Pak Agung itu...”
[Bang Agung lagi yang ditanya! ]
“.... temannya Bapak?”
“Dia kakak saya. Sudah seperti adik kakak.”
Bengkel masih jauh di depan sana. Dia bisa melihat mobilnya berhenti beberapa ratus meter dari tempatnya sekarang.
.
🌷
*bersambung*
🌷
Langsung gas pol ya.
Pertemuan awal mereka.
Ton, segitunya Lu Ton.
Kalau Disti atau Dinda tahu kelakuan Lu, keknya Lu gak bakal selamat dari amukan mereka berdua.. 😁🤭
🌷
Bagaimana?
Suka ceritanya?
Bantuin Author untuk promosikan novel ini ya.
Jangan lupa like, minta update, sawerannya, subscribe dan beri penilaian bintang 5nya ya🥰
Follow akun Author di Noveltoon 😉
Love you more, Readers 💕
Jangan lupa baca Qur’an.
🌷❤🖤🤍💚🌷
Selalu do’akan kebaikan untuk negeri yang sedang tidak baik-baik saja.
💙🔵🔵🔵🔵🔵🔵💙
(Tergantung Mimin nge-review-nya 🤭)
cerita keren abis dan selalu dinanti.
semangat teteh.. kalau bisa double up 😊