Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Airi kedapur untuk membuang mangga yang tadi jatuh sekaligus meredakan detak jantungnya yang sempat memburu. Kenapa seperti ini? Dia merasakan debaran yang aneh saat berdekatan dengan White, padahal dulu biasa saja. Apakah ini artinya, dia sudah jatuh cinta dengan pria itu?
Airi menyandarkan punggungnya dikulkas sambil memejamkan mata. Astaga, baru saja matanya terpejam, bayangan White yang melintas, bukan lagi Ryu seperti biasanya. Dan akhir-akhir ini, dia sudah tak pernah merindukan mantannya itu. Semoga saja suatu saat ketika mereka kembali bertemu, dia sudah benar-benar move on dari Ryu. Tapi rasa bersalahnya pada Ryu, sampai kapanpun tidak pernah hilang.
"Ai."
"Iya Bang," sahutnya cepat karena tak mau mendengar omelan White.
"Kamu kemana, lama banget?" Airi tergelak mendengar itu.
"Kenapa Bang, kangen ya sama Ai?" sahunya sambil berjalan kembali menuju tempat White duduk. Ditangannya ada sebuah lap basah yang akan dia gunakan untuk membersihkan sofa.
"Ternyata penyakitmu makin parah."
"Penyakit apa?" Airi mengerutkan kening.
"Over PD." Airi kembali tergelak. Dia menyuruh White berdiri sebentar agar bisa membersihkan sofa yang kotor. Setelah bersih, baru dia menyuruh White kembali duduk. Tiba-tiba, terlintas sebuah ide dikepalanya. Dia lalu mengajak White ke kamar.
"Mau ngapain sih?" tanya White saat Airi menuntun lengannya menuju kamar.
"Mau bikin Abang enak pokoknya." Jawaban ambigu itu membuat otak White seketika traveling. Kira-kira, apa yang membuatnya enak. Jangan-jangan Airi mau mengajaknya...ah gak perlu disebutkan, readers pasti paham.
White duduk gelisah disisi ranjang. Sementara Airi, dia tak tahu sedang sibuk apa. Yang pasti, dia disuruh menunggu sebentar.
Perasaan White tak karuan, suhu tubuhnya mendadak naik dan jantungnya berdebar. Beberapa saat kemudian, dia bisa merasakan ranjang yang dia duduki bergerak saat Airi naik keatas ranjang.
"Sini Bang." Jantung White rasanya mau meledak saat Airi menarik lengannya ketengah ranjang. Nafasnya memburu dan darahnya berderis. "Abang rebahan dulu gih."
Tubuh White seperti tersengat listrik saat Airi mendorong pelan dadanya hingga telentang. Rasanya, seperti ada petasan didadanya yang meletup letup. Dia menelan ludahnya susah payah. Apakah Airi lebih suka diatas? Apakah dia tipe wanita dominan yang lebih suka memimpin? Atau karena dia tak bisa melihat, Airi jadi meragukan kemampuannya?
"K-kau mau apa?" White tak bisa menyembunyikan kegugupannya.
"Aku bakalan ngtreat Abang semaksimal mungkin."
Glek
White langsung menelan ludah. Tubuhnya terasa panas dingin. Dan sesuatu dibawah sana, tak bisa dicegah untuk menggeliat manja.
"Ngetreat gimana?"
"Di oles, dipijit , terus kalau udah selesai, aku lap pakai tisu, astaga, kapas maksudnya."
White seketika merinding, akan seperti apa rasanya miliknya nanti saat dipijit-pijit oleh tangan lembut Airi.
"Pokoknya Abang nikmatin aja, biar aku yang ngelakuin semuanya." White hanya menanggapi dengan anggukan karena dia sudah sangat tidak sabar.
White terkejut saat merasakan sesuatu yang dingin menempel dipipinya. Sayang itu bukan bibir Airi, melainkan sesuatu yang tercium harum.
"Ai bersihin muka Abang dulu sambil aku pijit-pijit bentar, setelah itu Ai pakaiin masker." Dalam sekejab, White yang sempat melayang keangkasa mendadak terhempas kedasar laut. Siapa yang salah disini? Pikirannya atau ucapan ambigu Airi yang menggiring otaknya traveling ke loket perjalanan menuju surga. Ya, baru sampai diloket, tapi tak jadi beli tiket menuju surga tapi malah putar balik, kembali ke alam nyata. Dan itu sungguh menyebalkan, karena ekspektasi yang tak sesuai kenyataan.
Masalahnya sekarang, ada yang lebih serius dari pada sekedar membersihkan wajah. Karena milikya yang dibawah, sudah terlanjur bereaksi karena pikirannya yang udah traveling tadi. White mengambil bantal disebelahnya lalu meletakkan diatas miliknya. Jangan sampai Airi melihat sesuatu yang menggembung dan menggeliat.
Airi membalurkan pembersih wajah di muka White. Memijit-mijit pelan sambil meratakan lalu membersihkannya dengan kapas. "Enakkan Bang?"
"Sakit," sahut White reflek.
"Apanya?"
"E-enak maksudku."
"Ohh...Ya udah, kalau gitu, kita lanjut maskeran. Biar muka Abang tetap cakep, gak jerawatan." Airi mengaduk masker dimangkuk kecil yang tadi sudah dia siapkan kemudian mengapliksikannya kewajah White. "Dinginkan Bang, enak? Udah kayak treatmen diklinik mahal."
White sama sekali tak mempedulikan omongan Airi. Karena sekarang, dia sedang gelisah memikirkan yang dibawah sana.
Melihat White yang tampak gelisah, Airi jadi bingung. "Kenapa Bang, kok gelisah gitu? Maskernya gak panaskan diwajah? Perasaan aku biasa pakai dingin kok."
"Eng-enggak kok."
"Ya udah, aku lanjutin ya Bang." Airi lanjut mengoles masker keseluruh wajah White. Tapi dahinya kembali mengkerut karena White masih saja tampak tak nyaman. "Abang kenapa sih?"
"A-aku kebelet." Terlalu memalukan untuk mengatakan jika sesuatu dibawah sana telah membuatnya gelisah.
Mendengar itu, Airi mempercepat memakaian masker diwajah White. "Udah selesai, Abang bisa ketoilet." Airi hendak mengambil bantal yang ada dibawah perut White, tapi pria itu menahannya.
"Biar aku saja." White bangun dengan tangan tetap memegangi bantal. Dia tak mau Airi sampai melihat miliknya yang tegang.
Dengan tergesa gesa, White turun dari ranjang. Tapi karena tergesa-gesa itu juga, dia jadi salah ambil ancang-ancang, alhasil malah jatuh dari ranjang.
"Abang!" pekik Airi sambil membantu White untuk bangun. "Hati-hati dong Bang. Sakit ya? Mana yang sakit?"
"Kepala."
"Pasti kepala Abang membentur lantai tadi. Coba aku lihat, kali aja ada yang benjol."
"Gak usah, aku mau ke toilet." White mengambil tongkat yang ada didekat ranjang lalu pergi ke toilet."
Sudah 10 menit lebih, tapi White belum juga keluar, membuat Airi yang ada diluar jadi cemas. Airi memang selalu cemas jika White didalam kamar mandi terlalu lama, takut terjadi sesuatu.
Tok tok tok
Airi menggetuk pintu kamar mandi. "Bang, belum selesai?"
"B-belum?"
"Abang ngapain sih didalam, lama amat?"
"Bentar lagi."
Airi kembali menunggu, tapi sampai 5 menit, belum juga ada tanda-tanda White keluar. Dia jadi takut White mengalami kesusahan didalam. Pria itu tak bisa melihat, pasti ada beberapa hal yang sulit dia lakukan.
"Apa ada yang perlu Ai bantu?" teriak Airi dari balik pintu.
"Enggak."
"Ai masuk ya Bang."
"JANGANNNNN!"
/Whimper//Whimper/
ai semoga selalu di beru kuatan
semangat ai