Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kok Enak Sih?
Cairan bening mulai menggenang di sudut mata Pelangi. Awan yang masih mengungkungi tubuhnya menyeringai menyeramkan, kemudian berbisik, “Lo nggak usah geer! Meskipun lo nggak pakai apa-apa sekalipun, gue juga nggak akan tertarik atau berselera sama perempuan kayak lo!”
Awan menggeser posisi tubuhnya dan berbaring membelakang. Sementara Pelangi yang masih syok duduk di tepi tempat tidur. Bibirnya mengatup rapat, berusaha menahan air mata agar tak sampai terlihat lemah di hadapan suaminya.
“Sabar Pelangi, yang kamu hadapi ini manusia biasa. Mas Awan bukan malaikat yang tidak punya kekurangan.” Hanya pikiran itu yang terus ia tanamkan dalam benaknya.
Beberapa menit berlalu, Pelangi melirik Awan yang tak lagi bergerak. Napasnya yang teratur menandakan pria pemabuk itu telah tertidur. Dalam diam Pelangi segera beranjak menuju lemari dan mengeluarkan selimut. Malam ini ia memilih tidur di sofa saja. Bukankah Awan juga berkata tak menginginkannya?
.
.
.
Pagi-pagi sekali Pelangi sudah berada di dapur. Membuat Bik Minah dan dua asisten rumah tangga yang lain terheran. Tak pernah sebelumnya anggota keluarga Dewanto berada di dapur untuk memasak. Mulai dari sang nyonya rumah sampai menantu pertama di keluarga itu. Mereka berasal dari keluarga berada yang hidupnya selalu dilayani.
“Biar kami saja, Mbak Pelangi. Bapak bisa marah kalau tahu Mbak Pelangi kerja di dapur.” Bik Mina mencoba mengingatkan.
“Saya kan tidak sedang kerja, Bik. Cuma bantu masak.”
“Tapi kan Mbak Pelangi menantu di rumah ini. Tugas kami untuk melayani. Malah Mbak Pelangi yang masak.”
Pelangi menerbitkan senyum ramah. Tangannya bergerak dengan cekatan mengolah masakan. Bik Minah yang melihatnya menjadi kagum. Wanita itu pun meyakini bahwa Pelangi sudah terbiasa dengan urusan dapur. Sangat berbeda dari anggota keluarga Dewanto yang lain. Bahkan Ninda, istri dari kakak laki-laki Awan tidak pernah melakukannya saat masih tinggal di rumah itu.
“Kalau Mas Awan suka sarapan apa, Bik?” tanya Pelangi setelahnya.
“Den Awan jarang sarapan di rumah, Mbak. Kalau sempat sarapan biasanya minta nasi goreng putih. Bawang gorengnya yang banyak ditabur di atasnya. Minumnya teh tawar.”
Pelangi kembali tersenyum. “Kalau begitu saya buat sarapan untuk Mas Awan dulu ya.”
“Silahkan Mbak Pelangi.”
.
.
.
Pelangi meletakkan menu sarapan ke atas meja. Seperti yang diberitahukan oleh Bik Minah, ia membuat nasi goreng putih dengan taburan bawang goreng di atasnya dan juga ada secangkir teh tawar. Ia melirik ke arah kamar mandi. Suara gemercik air menandakan suaminya sedang mandi. Sambil menunggu, Pelangi merapikan tempat tidur.
Beberapa menit berlalu, terdengar suara pintu terbuka. Pelangi langsung menundukkan pandangannya saat melihat Awan keluar hanya dengan handuk putih yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Rasa panas terasa merambat di pipi, Pelangi yakin bahwa saat ini pipinya sudah semerah udang rebus. Ia mendesahkan napas pelan, sekilas melihat punggung kokoh suaminya ternyata dipenuhi tato.
“Aku buat sarapan untuk kamu, Mas,” ucap Pelangi sesaat setelah suaminya selesai berpakaian.
"Gue nggak lapar!" Awan hanya melirik sepiring nasi goreng putih kesukaannya dengan tatapan dingin. Setelah memastikan penampilannya telah rapi, ia duduk di sofa dan meletakkan sepatu di lantai.
Tetapi suara memalukan yang berasal dari perut mematahkan ucapannya barusan. Awan gelagapan, sudah pasti bunyi yang membuktikan dirinya tengah merasa lapar itu terdengar sampai ke telinga Pelangi. Wajah Awan pun mendadak memerah.
"Lo yang buat ini?" Ia menunjuk menu yang terhidang dengan matanya.
"Iya. Maaf, kalau rasanya tidak seenak yang biasa dibuat Bik Minah."
Suara memalukan itu lagi-lagi terdengar, yang membuat Awan mendengus kesal. Walaupun sangat terpaksa, ia akhirnya meraih sendok dan mencicipi masakan buatan istrinya.
"Kok enak sih?" Ia termangu.
Nasi goreng putih buatan Pelangi jauh lebih enak dibanding yang biasa dibuat Bik Minah. Dengan tidak tahu malunya, Awan malah melahap hingga tak tersisa.
***