Viola merasa di tipu dan dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Menyuruh Viola kuliah hingga keluar negeri hanyalah alibi saja untuk menjauhkan Viola dari pria itu karena tidak suka terus di ikuti oleh Viola.
Hingga 8 tahun kemudian Viola kembali untuk menagih janji, tapi ternyata Pria itu sudah menikah dengan wanita lain.
"Aku bersumpah atas namamu, Erland Sebastian. Kalian berdua tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak"
~ Viola ~
Benar saja setelah 3 tahun menikah, Erland belum juga di berikan momongan.
"Mau apa lo kesini??" ~ Viola ~
"Aku mau minta anak dari kamu" ~ Erland ~
Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Viola yang sudah amat membenci Erland??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Takdir
"Halo??"
"__________"
PRAAKKK....
Ponsel Erland terjatuh begitu saja dari genggamannya karena mendengar kabar dari Vino.
Badannya terasa lemas, jantungnya berpacu begitu kencang. Telinganya berdengung hingga rasanya tak bisa mendengar suara disekitarnya.
Erland menunduk meraih kembali ponselnya yang jatuh, tangannya bergetar memegang benda pipih itu.
"Gue ke sana sekarang!!" Ucap Erland setelah menempelkan kembali ponselnya ke telinga.
Dengan berpegangan pada ujung meja, Erland mencoba berdiri menopang tubuhnya yang lunglai itu.
"Aris, batalkan semua jadwal ku hari ini, ada urusan penting yang harus aku urus!!" Ucap Erland pada sekretarisnya itu.
"Baik Pak"
Erland masih tidak percaya dengan kabar dari Vino tadi. Rasanya ingin cepat sampai di rumah sakit untuk memastikan sendiri.
Jalanan kota Jakarta yang sedikit lenggang di jam kerja seperti ini membuat Erland dengan cepat bisa sampai ke rumah sakit.
Badannya yang terbalut jas rapi itu terus mengeluarkan keringat karena rasa terkejutnya yang belum juga hilang. Erland melangkah dengan lebar menuju ruangan yang sudah ia hafal betul letaknya.
Dengan cepat Erland membuka pintu ruangan Viola. Dan benar saja, apa yang di katakan Vino tadi adalah sebuah kebenaran.
Wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu, wanita yang dua minggu lebih tak menunjukkan semangat untuk kembali hidup kini sedang di bantu oleh Endah untuk meneguk minumannya.
Erland yang masih terdiam di depan pintu karena keterkejutannya menarik semua orang yang ada di dalam.
"Abang??" Gumam Endah.
Erland melangkah masuk, menatap tak berkedip wanita yang juga tengah menatapnya dengan sorot mata tajam.
"Mau apa dia kesini??" Kalimat pertama yang Erland dengar dari seseorang yang baru sadar dari tidur panjangnya.
"Vio, jangan begitu sayang" Tegur Maminya.
Beca mengusap lengan Viola untuk menenangkannya.
Erland terus mendekat pada Viola, membuat Endah sedikit bergeser dari tempatnya.
Viola masih terus menebarkan aura permusuhan pada Erland. Tapi pria itu seolah tak peduli, dia justru membuat Viola terkejut karena mengangkat tangan kanan Viola dengan tiba-tiba.
"Aku ingin melihat keadaan istriku!!" Jawab Erland atas pertanyaan Viola tadi dengan menunjukkan cincin yang melingkar di jari manis Viola.
Mata Viola membelalak, dia tidak sadar jika di jarinya sudah tersemat cincin yang tidak tau itu milik siapa.
"Ap-apa maksudnya ini?? Siapa yang lo maksud istri lo??" Viola menarik tangannya dengan paksa dari tangan Erland.
Viola menatap semua orang yang berada di sana hanya terdiam.
"Vio, Papi akan jelaskan" Dito tak tega melihat tatapan kebingungan dari putrinya.
"Sebenarnya...." Mengalirkan cerita diman Dito dan Vino meminta Erland untuk menikahi Viola.
"Engak, Vio nggak mau pi. Vio nggak mau menikah sama dia!!" Tunjuk Viola pada Erland.
"Tenang Vi, kamu harus tenang" Beca menahan Vio yang ingin bangun dari ranjangnya.
"Vio, semua ini sudah takdir Allah. Dokter yang mengatakan kamu sudah tidak ada harapan lagi. Jadi kami memutuskan hal ini kemarin. Kami harap dengan ini kami bisa melepas mu dengan kebahagiaan" Via menangis di hadapan Viola.
"Tapi Mi, aku sudah tidak ingin lagi berhubungan dengan pria pengkhianat ini!! Aku membencinya Mi, aku benci!!" Viola masih menatap lurus pada Erland.
"Viola, tenang dulu. Kamu baru sadar. Kita bicarakan masalah ini dengan kepala dingin" Kini giliran Vino yang menenangkan Viola. Adiknya itu sangat marah hingga sulit di kendalikan saat ini.
"Vio, maafkan Abang karena menikahi kamu tanpa meminta persetujuan kamu" Rasanya tak tega melihat Viola terus memberontak seperti itu.
"Nggak, gue nggak bakalan maafin lo!! Gue benci sama lo!!" Hanya kata itu yang terus keluar dari bibir Vio sejak tadi. Bahkan Erland menyadari jika tutur kata Viola padanya sudah berubah. Tidak lagi lembut seperti dulu. Saat Viola marah di pesta pernikahannya saja Viola masih menggunakan bahasanya uang halus.
"Om, Tante, semuanya. Bisakah saya bicara berdua dengan Viola??"
Viola ingin menolak tapi tubuhnya yang lemas serta jawaban Papinya yang mengijinkan Erland membuat Viola tak bisa menolak.
"Kita akan keluar. Jangan gunakan emosi kalian, bicaralah dengan kepala dingin" Erland mengangguk pada Dito.
Satu persatu dari mereka berangsur keluar dari ruangan Viola. Menyisakan pasangan suami istri itu di dalam sana.
Erland menarik kursi untuk duduk di sisi Viola. Meski istrinya itu tidak mau menatapnya, Erland tetap duduk tenang di sana.
"Kenapa lo setuju sama permintaan Papi dan Bang Vino??" Tanya Viola enggan mantap Erland.
"Apa lo nggak mikir, lo justru bikin gue semakin sakit dengan pernikahan s*alan ini!!" Umpat Viola.
"Istighfar Vi. Abang ikhlas menikahi kamu"
"Buls*it!! Gue tau, lo pasti melakukannya karena rasa bersalah lo kan?? Tenang aja gue nggak akan menuntut apapun dari lo. Gue bahkan menyesal pernah mencintai lo!!" Kini tatapan mereka bertemu, tapi hanya Viola yang menunjukkan sorot matanya yang tajam.
"Jaga bicara kamu Vio, biar bagaimanapun sekarang kamu adalah istri Abang!!" Tegas Erland.
"Kalau gitu ayo bercerai!!"
Erland bahkan sampai beristighfar di dalam hati karena ucapan Viola itu.
"Pernikahan bukan mainan Vi, tidak segampang itu menikah lalu bercerai. Bukankah dulu kamu sangat ingin menikah dengan Abang?? Kenapa saat ini kamu terus menolak??" Erland mulai geram dengan Viola.
"Benar, pernikahan bukan mainan. Tapi kenapa dengan mudahnya lo nikahin gue?? Seenaknya menjadikan gue istri ke dua lo. Memang menikah sama lo itu dulu impian gue tapi sebelum gue tau kebusukan lo. Sekarang gue nggak sudi!!"
Kalimat-kalimat kasar terus saja keluar dari bibir yang dulunya hanya bisa mengucapakan kata-kata manjanya saja.
"Abang sudah tidak tau lagi harus menjawab kamu dengan apa lagi Vi. Sekarang lebih baik kamu istirahat. Tenangkan dulu pikiran kamu. Kita tidak bisa bicara kalau kamu terus saja marah-marah seperti ini. Terima tidak terima kamu sekarang tetap istri Abang, kamu tanggung jawab Abang. Meski kamu istri ke dua Abang, sebisa mungkin Abang akan berusaha adil untuk kedua istri Abang. Abang keluar dulu"
Erland beranjak dari kursinya, meninggalkan Viola yang dadanya masih naik turun karena amarahnya yang membuncah. Benar-benar permainan takdir yang tidak bisa di tebak.
Kalau pada akhirnya Viola akan menikah dengan Erland, kenapa harus melewati drama seperti ini. Bunuh diri, kritis dan hampir saja meninggal.
"Ayo kita bercerai!!"
Lagi-lagi kalimat itu keluar dari bibir Viola yang tipis itu.
"Tidak akan!!" Balas Erland dengan melirik Viola tajam.
"Kalau gitu jangan muncul di hadapan gue sampai kapan pun!!"
Tanpa jawaban persetujuan atau penolakan dari Erland, pria itu malah pergi keluar meninggalkan Viola.