Ronan Adgar. Dia kecelakaan saat berusia 13 tahun dan berakhir koma selama 5 tahun.
Setelah sekian lama koma, akhirnya dia kembali sadar dan menyadari banyaknya perubahan pada dunia.
Keluarganya yang sebelumnya kaya raya kini hancur.
Kedua orang tuanya meninggal, menyisakan adiknya yang bekerja sebagai pelayan di kafe pinggir jalan.
Tidak ada lagi bisnis besar.
Sahabatnya bahkan kini mengabaikannya dan menjauh dari dirinya membawa tunangannya yang juga telah kehilangan minat pada dirinya.
Melihat semua perubahan itu, Ronan merasakan perasaan kecewa, kesedihan dan penderitaan.
Dalam penderitaan itu tiba tiba sesuatu muncul di udara yang kosong.
-Host Dengan Kriteria Terbaik Telah Ditemukan.
-Apakah Host Menginginkan Balas Dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RyzzNovel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Selama beberapa saat, Ronan terus mengumpulkan informasi tanpa henti, dia berpindah dari sel sebelah ke sel lainnya hingga akhirnya mencapai ujung sel.
Di sel penjara terakhir, Ronan melihat seorang wanita dengan gadis kecil yang mungkin berusia baru sekitar 8-10 tahun.
Tidak seperti tahanan lainnya, keduanya terlihat lebih baik dan tidak kekurangan makanan. Ronan menatap keduanya, memandang wanita tersebut dengan tajam.
Wanita itu juga menatapnya, memeluk gadis kecil itu di dalam dekapannya seakan khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada mereka.
Namun, Ronan tersenyum.
“Lama tidak bertemu.. Anna.“
Ronan berkata dengan tenang, suaranya yang tenang serta senyuman diwajahnya yang familiar mengejutkan wanita itu.
“Ka-kamu..! Tu-tuan muda?“
Ronan merasa puas saat akhirnya istri dari Richard mengenalinya dengan cepat, Ronan berpikir bahwa Anna mungkin akan mengenalinya agak lambat.
“Ya. Lama tak bertemu.“
Pancaran cahaya menyinari sekitar sudut pandang Anna saat dia menatap Ronan, matanya berbinar begitu terang.
“Wah..! Tampan sekali! Seperti yang diharapkan.. pada saat itu kamu masih kecil dan juga BLA BLA BLA..“
Entah bagaimana, Anna mulai mengoceh dalam situasi ini seakan-akan dia tidak terpengaruh pada bau busuk disekitar.
Ronan juga merasa bingung, ini adalah yang kedua kakinya dia bertemu dengan seorang wanita yang mulutnya tidak ingin berhenti bicara.
Seperti yang dia lakukan dulu, Ronan berdehem.
“Ekhem.. Anna.“
“Ups…”
Menyadari perbuatannya, Anna menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya, terdiam sejenak kemudian tersenyum dengan lembut.
“Benar.. Anda disini tuan muda, tapi.. bagaimana bisa?“
Sungguh Ronan bingung bagaimana bisa wanita ini tetap santai saat dia berada di tempat yang menyeramkan ini.
“Anna.. tenang dulu.. apakah kamu tidak takut?“
Anna terlihat memiringkan kepalanya, bukannya menganggap serius ucapan Ronan, dia malah tersenyum kekanakan:
“Ey..? Kenapa begitu? Menyeramkan? Bukankah tuan muda akan melindungiku?“
Ronan terdiam sejenak, mencerna ucapan Anna kemudian teringat akan sesuatu yang memalukan sebelum akhirnya Ronan menundukkan kepalanya dengan wajah yang memerah.
'Si-sial..'
Ronan tidak masalah dengan apapun, tapi yang satu ini dia tidak bisa.
Ronan memiliki suatu kenangan masa kecilnya yang sangat memalukan, pada saat itu Ronan entah bagaimana pernah menyukai Anna.
Intinya pada saat itu Ronan benar benar masih terlalu kecil.
Dia berlutut mengikuti apa yang ada di film romansa saat itu, menodongkan bunga lalu berkata sembari mengenakan seragam pahlawan:
“Anna, meski kamu sudah menikah, aku akan selalu mencintaimu dan akan melindungimu.“
Ini adalah apa yang Ronan ucapkan dulu, sesuatu yang sangat memalukan bagi Ronan. Apalagi Ronan dulu mengatakannya dengan begitu lantang dan keras.
Ronan menutupi wajahnya menggunakan tangannya, dia kemudian mengintip Anna dari balik celah tangannya.
“Yah, pokoknya, aku akan mengeluarkanmu da-”
Belum sempat Ronan menyelesaikan ucapannya, sesosok pria muncul dari belakang.
“Makanan sudah da-”
Pria itu menatap Ronan dikala Ronan juga menatapnya, mereka ada berdua dan masing masing membawa sebuah gerobak makanan kecil yang diisi dengan roti yang keras dengan sup yang dibuat dengan sayur sayuran yang sangat sedikit.
“Siapa kau? Tunggu.. penyusup?“
Setelah mengatakan itu, pria yang berbicara itu tiba tiba melihat sebuah tongkat besi yang terbang melesat ke arahnya dengan begitu cepat.
Tongkat besi itu mengenai wajahnya dan mengeluarkan percikan listrik yang mengerikan sebelum membuat pria itu terjatuh.
“Glup.. he-hey..? Apa kamu baik baik saja..?“
Pria yang satunya melihat kondisi temannya yang pingsan, kemudian dengan keringat dingin dan panik menatap ke belakangnya.
Apakah tongkat itu baru saja terbang dari sampingnya?
Pria itu tidak mengerti, namun setelahnya dia langsung mengerti, bukan tongkatnya yang terbang, melainkan penyusup sebelumnya telah mengambilnya kembali dan penyusup itu berada di belakangnya.
Dengan susah payah, pria itu melirik ke belakangnya, melihat sebuah tongkat besi yang sudah berada tepat di depan wajahnya.
“Guahkk..!!“
Wajahnya menjadi gosong seketika sebelum akhirnya pria itu pingsan di tempatnya.
'Membunuh..'
Ronan memikirkan perasaannya sebelumnya, dia sebelumnya berpikir untuk membunuh seluruh penjaga yang berada di villa ini.
Tapi, entah bagaimana, Ronan memikirkan sebuah ide cemerlang yang lebih baik daripada membunuh semuanya.
Ronan tersenyum kecil.
Ronan mengeluarkan handphone nya dan menghubungi Kaden Ludwig.
Apa yang Ronan katakan pada Kaden Ludwig berisi tentang rencana yang akan Ronan gunakan untuk menghancurkan dua orang disaat yang sama pada satu waktu.
Yang pertama tentunya adalah kepala sekolah yang telah memutuskan untuk menjadikannya musuhnya, lalu yang kedua adalah pelaku dari kejahatan penculikan ini, Albert Tyfall.
***
Sementara itu, disuatu tempat dimana ruangan tersebut begitu gelap dan hanya dipenuhi dengan cahaya dari layar komputer yang memperlihatkan beberapa rekaman rekaman tertentu.
Di tiap dinding ruangan tersebut juga dipajang begitu banyak foto, dari dinding, lantai hingga ke atap, semuanya berisi satu foto seseorang.
Bahkan dilayar komputer yang begitu banyak itu juga diisi dengan foto dan rekaman dari satu seseorang.
Di atas kursi yang dapat berputar dengan bebas, seorang gadis dengan pupil mata merah muda menatap rekaman tersebut dengan wajah memerah yang dipenuhi dengan obsesi.
Wajahnya tersenyum seakan-akan melihat hal terpenting di dunia ini daripada hidupnya sendiri atau apapun itu.
Gadis itu tersenyum menawan namun menyeramkan disaat yang sama, suaranya yang lembut namun agak psiko terdengar..:
“Ah.. pangeranku.. sungguh.. sungguh.. tampan sekali.. tampan tampan tampan.. milikku.. dia milikku..!“
Semua foto yang berada di ruangan itu, semua rekaman atau seluruh figuran dan boneka atau pakaian yang ada di saja, semuanya memiliki foto dari satu orang yang sama.
Orang itu adalah, Ronan Adgar.
Suara ketukan pintu terdengar dari pintu ruangan tersebut, gadis itu menghentikan aksinya, dia kemudian bangkit dan membuka pintu itu lalu memasang muka polos seakan-akan ekspresi obsesinya yang sebelumnya tidak ada sama sekali.
“Ada apa.. kakek?“
Seorang pria tua dengan sedikit bungkuk terlihat, rambutnya sudah menjadi penuh dengan uban dan wajahnya dipenuhi dengan keriput.
Meski begitu, pancaran dari kewibawaannya masih terlihat sangat jelas dari auranya yang kuat dan mengintimidasi.
“Kamu baik baik saja? Kakek hanya khawatir karena kamu belum pernah keluar..“
Gadis itu keluar dari kekamarnya lalu segera menutup pintunya agar kakeknya tidak melihat apapun di dalamnya.
Gadis itu tersenyum polos kemudian menyentuh jidatnya sendiri:
“Ah..ya.. maaf sudah membuatmu khawatir kek, sejujurnya belakangan ini aku merasa tidak enak dan umm.. karena itulah aku akan menunda waktu masuk sekolahku.. apa tak masalah..?“
Kakeknya menatapnya dengan wajah yang panik seketika.
“Tunggu..! Kamu sakit? Apa perlu kakek panggilkan dok- tidak tidak, ayo kita ke rumah sakit, ini adalah masalah yang serius, kita ha-”
“Tunggu kakek..“
Gadis itu mengangkat kedua tangannya dan menyilangkannya menjadi tanda salah dengan wajah cemberut.
“Karena inilah aku tidak memberitahu kakek, ini hanya demam kecil dan kakek khawatir terlalu berlebihan.. jadi.. jangan khawatir dan istirahat saja oke? Aku juga mau istirahat..“
Gadis itu menjawab dengan ekspresi yang berubah menjadi tersenyum, kakeknya yang terlihat mabuk akan senyuman itu mulai menganggukkan kepalanya dengan setuju.
Melihat kakeknya yang pergi, gadis itu menghela nafas kasar lalu kembali masuk ke kamarnya, melanjutkan aktivitasnya sebelumnya.
***
alurnya t3pat