Raya Lituhayu (25) kecewa karena sang kekasih menikahi sekretaris pribadinya yang sudah hamil duluan. Bayu Agung Gunawan (27), menyimpan cinta untuk tetangga yang berprofesi sebagai pengacara dengan status janda.
Orangtua Raya dan Bayu berniat menjodohkan mereka untuk semakin mendekatkan dua keluarga. Tentu saja ditolak, apalagi hubungan mereka layaknya Tom and Jerry. Satu insiden membuat mereka akhirnya menerima pernikahan tersebut.
Kehidupan rumah tangga yang penuh drama dan canda, menimbulkan cinta. Namun, semua berantakan ketika kerjasama dua keluarga besar terpuruk. Bunda Bayu terluka dan Papi Raya harus mendekam di penjara. Hubungan Raya dan Bayu semakin renggang dan berujung perpisahan. Tidak mudah bagi Raya menjalani hidup setelah keterpurukan keluarga bahkan dalam kondisi hamil.
“Benci dan rindu itu batasnya tipis, sekarang kamu benci bentaran juga rindu sampai bucin. Ayolah, jangan jadikan kebencian ini mendarah sampai anak cucu kita."
===
Jangan menumpuk bab 😘😘😘🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29 ~ Rahasia
Hamil, mungkin saja ia benar hamil seperti yang disampaikan Bibi. Bahkan setelah diingat-ingat, setelah menikah Raya belum juga mendapatkan periodenya. Berniat memastikan kondisinya esok hari, hari ini jiwa dan raganya cukup lelah dan hanya ingin istirahat.
Kenyataan tidak seperti yang diharapkan, Raya dan Rama harus fokus pada Prasetio. Apalagi ada tambahan bukti lain yang semakin memberatkan. Sidang terkait kasus kecelakaan Erika dijadwalkan dua minggu lagi. Sedangkan kasus wanprestasi masih berjalan.
Kadang Raya menangis setelah bertemu Papinya. Berusaha untuk tetap kuat saat bertemu, tapi lemah di belakang. Dengan Bayu benar-benar tidak ada komunikasi, Raya sudah mencoba menghubungi tapi tidak ada respon. Membuatnya mengalah untuk sementara, berharap ada situasi yang lebih baik. Namun, tidak dengan Rama yang ingin menemui Bayu. Tidak menemukan pria itu di rumah sakit, disusulnya ke kantor tempat Bayu bekerja.
“Bayu,” panggil Rama yang kebetulan melihat pria itu di lobby.
Bayu menoleh, hendak menghindar pun percuma. Mereka berada di tempat umum.
“Bisa kita bicara,” pinta Rama dan Bayu pun mengajak ke ruang kerjanya.
“Maaf, aku tidak ada banyak waktu. Kondisi Bunda menyita waktu dan perhatian kami."
“Tidak, aku tidak akan lama,” ujar Rama. “Semoga tante Erika cepat pulih, tidak ada yang menduga akan seperti ini. Meskipun aku yakin kalau Papi … tidak bersalah.”
Terdengar tarikan nafas Bayu, yang mungkin saja kesal dan emosi mendengar pendapat Rama. Bukti dan saksi yang ada menunjukan kalau Pras bersalah, bahkan kepolisian pun sudah menyatakan itu.
“Langsung saja, apa yang perlu kita bicarakan,” cetus Bayu dengan raut wajah malas.
“Raya, apa dia harus ikut bersalah? Katakanlah Papi memang bersalah, tapi Raya tidak. Hubungan kalian ….”
“Maaf Bang, situasi ini sangat tidak terduga. Wanita yang aku hormati yang sangat aku junjung tinggi dan sudah melahirkan aku ke dunia ini, terbaring tidak berdaya dan tidak sadar antara hidup dan mati. Penyebabnya adalah Papi kalian. Menurutmu apa aku bisa baik-baik saja bertemu dan hidup dengan Raya seperti biasa. Sedangkan setiap melihat wajahnya aku akan ingat betul kalau Papi kalian yang menyebabkan Bunda celaka.”
“Aku paham. Yang kamu rasakan sangat manusiawi, tapi bisakah temui Raya dan bicarakan kejelasan hubungan kalian. Aku tidak menuntut kalian untuk baik-baik saja, karena tidak akan mungkin.”
Bayu mengusap kasar wajahnya, kadang ia juga memikirkan perempuan yang masih berstatus sebagai istrinya. apalagi sudah beberapa hari ini tidak ada telpon atau pesan masuk darinya. Mungkin saja bosan atau marah karena tidak ada yang direspon.
“Oke. Aku akan temui Raya.”
“dan ….” Ucapan Rama terhenti karena dering ponselnya, di layar tertera kontak dari rumah.
“Maaf bang, saya sibuk. Sepertinya pertemuan kita cukup.” Bayu sudah berdiri, Rama pun mau tidak mau ikut berdiri. Kalau tidak berada pada posisi bersalah, rasanya ingin sekali menghajar wajah Bayu. Memberikan bogem mentah berkali-kali, sebagai balasan karena sudah membuat Raya bersedih dan merasa diabaikan.
Sambil berjalan meninggalkan ruangan, Rama menjawab panggilan.
“Halo, Mas Rama.”
“Iya Bik.”
“Mbak Raya, mas.”
Rama terdiam, dari suara Bibi terdengar nada panik. Berharap tidak ada hal buruk yang terjadi pada adiknya.
“Raya, kenapa Bik?”
“Mbak Raya, pingsan lagi mas.” Rama mengusap wajahnya, mulut pun mengumpat meski tidak terdengar. “Sudah saya bawa ke klinik terdekat, Mas Rama langsung ke sini saja.”
Gegas ia meninggalkan kantor Bayu dan semakin yakin kalau adik iparnya itu tidak bisa diandalkan. Dianggap mampu menjaga Raya, nyatanya tidak. Bahkan belum merusak atau mencoba memperbaiki hubungan mereka meski ada masalah dengan orangtua.
“Raya, kamu harus kuat,” gumam Rama sambil fokus mengemudi.
Sampai di klinik tidak jauh dari tempat tinggalnya, Rama memarkir mobil lalu gegas menanyakan di mana Raya berada. Terbaring tidak berdaya dengan wajah pucat dan bibik duduk di samping ranjang. Jika diperhatikan, wajah Raya lebih tirus artinya berat badan atau tubuhnya lebih kurus.
“Bik, apa kata dokter?”
“Mas Rama temui saya, tadi ditanyakan. Dokter ingin bertemu suami atau keluarga. Bibi nggak ngerti dan nggak berani.”
Rama pun mencari perawat dan menanyakan dokter yang menangani Raya.
“Tidak sadarkan diri, keluhannya sakit kepala, lemas dan mual. Setelah kami periksa, tekanan darah cukup rendah dan kurang asupan nutrisi dan glukosa.”
“Jadi, adik saya sakit apa dok?”
“Bukan sakit, tapi ini gejala. Gejala awal kehamilan.”
Entah Rama harus bagaimana menyikapi kondisi dari Raya. Hamil ditengah masalah yang cukup pelik, bahkan nasib pernikahannya kemungkinan berakhir dan ternyata Raya sedang hamil.
“Ha-mil, dok?”
“Betul. Nyonya Raya sangat lemah, bukan hanya pengaruh awal kehamilan dan keluhan seputar itu. Sepertinya dia sedang ada masalah atau dalam tekanan. Ini bisa berbahaya dan beresiko bagi kandungannya
Rama hanya bisa mendengarkan apa yang disampaikan oleh dokter. Termasuk rawat inap untuk sementara, sampai kondisi Raya lebih baik.
“Bang,”panggil Raya kala ia memasuki kamar perawatan. “Dokter bilang apa?”
“Kamu ….”
“Apa aku hamil?”
Rama menatap Raya , wajah sendu mata sembab menandakan kalau ia dalam keadaan kalut dan bersedih. Mungkin sering menangis, tanpa ada yang tahu.
“Iya, kamu hamil Ray. Jangan takut, ada abang. Kita akan lewati semua ini.”
“Kehamilan ini, tolong rahasiakan. Jangan sampai Mas Bayu tahu.”
\=\=\=\=
Ini bab2 penuh air mata ya, 😁. Sambil nunggu update, boleh mampir ke karya teman author
double up dong Thor 🙏