NovelToon NovelToon
Danyang Wilangan

Danyang Wilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Mata Batin / Roh Supernatural
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: neulps

RONDHO KANTHIL SEASON 2

4 tahun setelah tragedi yang menjadikan Desa Wilangan tak berpenghuni. Hanum masuk usia puber dan kemampuan spesialnya bangkit. Ia mampu melihat kejadian nyata melalui mimpi. Hingga mengarah pada pembalasan dendam terhadap beberapa mantan warga desa yang kini menikmati hidup di kota.
Hanum nyaris bunuh diri karena setiap kengerian membuatnya frustrasi. Namun seseorang datang dan meyakinkannya,
“Jangan takut, Hanum. Kamu tidak sendirian.”

CERITA FIKTIF INI SEPENUHNYA HASIL IMAJINASI SAYA TANPA MENJIPLAK KARYA ORANG LAIN.
Selamat membaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neulps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Akhirnya Bertemu

“Kak Mir?” panggil Mahesa, matanya berkaca-kaca. Kaki melangkah tanpa sadar. Tapi Febri justru menarik lengannya dengan kasar.

“Jangan, Bang!”

Mahesa menoleh, tatapan matanya menyiratkan rasa heran. “Itu Kak Mir, Feb!”

Febri menggeleng cepat. Lalu dialihkannya pandangan pada sosok Mirandani di depan. “Siapa kamu?” tunjuk Febri. “Kamu bukan Mirandani!” teriaknya penuh amarah.

Kartika membeku di balik kemudi. Memperhatikan dua pemuda yang tengah berhadapan dengan sosok Mirandani. Kartika paham dengan keadaan Mahesa yang emosional karena ia pun merasa rindu dan senang melihat sosok itu. Tapi dirinya juga masih coba mempertahankan akal sehat, setuju pada Febri yang bersikap waspada.

“Feb, kamu—”

Febri mengarahkan telunjuk tangannya ke bawah kaki Mirandani. Mahesa mengikuti. Dan sontak ia terkejut mendapati fakta bahwa sosok yang dirindukannya itu tak menapak.

Tangan Febri mengepal. Geram, karena sosok wanita terkasihnya yang telah meninggal dibuat jejadian. Tak buang waktu, Febri berjingkat kembali ke mobil dan mengambil tongkat bisbol Mahesa yang disimpan di bagasi.

Kemudian Febri berlari dan mengayunkan senjatanya untuk memukul jejadian Mirandani. Namun makhluk itu terus menghindar dengan gesit. Mahesa dan Kartika membatu di tempat masing-masing. Mereka menonton perkelahian Febri melawan kuntilanak Mirandani. Tanpa bisa berbuat apa-apa untuk membantu ataupun mencegah amukan Febri.

“Berani-beraninya kamu jadi Mirandani di depanku?!” tunjuk Febri dengan tongkatnya.

Mahesa dan Kartika makin emosional. Keduanya juga ikut merasakan kekalutan Febri, antara sedih, rindu, dan kesal. Sedangkan sosok kuntilanak itu tampak mulai marah karena terdesak. Tapi anehnya, makhluk jejadian itu tak melawan balik Febri dengan usaha apa pun. Ia justru hanya mendesis dengan raut muka jengkel.

Hingga satu ayunan tongkat Febri mengenai rambut panjang Mirandani. Febri berhenti sejenak, tampak tak tega dan penuh sesal. Tapi kemudian ia ayunkan lagi tongkat itu dan—

“Hentikan!”

Pukulan tongkat Febri tiba-tiba ditangkap Pak Dirman. Sorot mata pria tua itu berkilat tajam terkena headlamp. Membuat tiga anggota timnya membelalak, terkejut, bingung, tapi juga senang.

“Pak Dirman!” teriak Kartika dari dalam mobil.

Mahesa masih diam mengawasi keadaan. Sedangkan Febri masih mencoba menyerang jejadian Mirandani lagi setelah Dirman melepas genggamannya dari tongkat. “Hentikan, Febri!” bentak Dirman.

Ayunan tongkat Febri keburu mengenai jejadian itu. Bukannya terpukul, tongkat Febri menembus tubuhnya. Sosok itu lalu melayang mundur dan hilang ditelan kegelapan. Sedetik kemudian kepala ular yang sangat besar melesat cepat ke arah Febri.

“Aaakh!” Kontan badan Febri limbung dan jatuh terjerembab cukup keras di jalan aspal. Mahesa terkejut dan buru-buru menghampiri Febri untuk dibantunya berdiri.

Ular besar itu terus maju menuju mobil Kartika. Detak jantung Kartika seolah berhenti dibuatnya. Mahesa, Febri, bahkan Dirman pun merasakan kengerian yang sama. Terlebih saat Hanum tiba-tiba memekik kesakitan lalu duduk dari posisi berbaringnya semula.

“Hanum!” jerit Febri ketika melihat kepala ular besar itu menuju pintu penumpang. Napas Kartika tertahan. Dengan tangan gemetaran, ia membuka pintu lalu keluar. Menuju pintu penumpang sebelah, membukanya, lalu menarik lengan Hanum. Sementara tiga pria di luar tampak tergemap melihat Hanum dan ular besar itu saling bertatapan mata.

“Hanum, ayo keluar!” ajak Kartika dengan suara bergetar.

“Tunggu!” teriak Dirman. Ia melangkah pelan menuju tempat Kartika. “Tidak apa-apa. Danyang akan membantu kita.”

DEG!

“Danyang?” ucap Febri, Mahesa, dan Kartika bersamaan.

***

Mobil merah Kartika yang diambil alih kemudinya oleh Dirman mengerem pelan di depan rumah joglo dalam hutan. Sangat gelap karena sengaja tak diberi penerangan. Dirman yang keluar mengikuti Danyang tadi hanya menggunakan flashlight HP untuk membantunya berjalan di kegelapan hutan.

Dirman keluar mobil lebih dulu tanpa mematikan headlamp karena butuh penerangan untuk mengambil lentera di beranda. Setelah semua turun dan memastikan keamanan, barulah Dirman memandu tiga muridnya itu menuju halaman belakang—tempat latihan.

“Pak Febri...” erang Hanum di gendongan Febri.

“Iya, Num? Kamu nggak nyaman? Makin sakit?” panik Febri.

Hanum menggeleng pelan. “Udah... nggak terlalu... sakit.”

Febri membelalak. Suhu badan Hanum yang semula terasa panas di gendongannya sekarang berangsur reda. Kartika dan Mahesa bertanya padanya dengan kedikan dagu. Febri tersenyum sekilas lalu mengangguk. “Kayaknya Hanum beneran udah agak membaik.”

Seketika Mahesa dan Kartika menghela napas lega.

Sesampainya di halaman belakang, Febri, Mahesa, dan Kartika dibuat tercengang. Pasalnya, tempat terbengkalai itu tampak baik-baik saja seperti saat belum ditinggalkan bertahun-tahun yang lalu. Dan kini tempat itu cukup ramai. Bukan oleh hiruk pikuk manusia melainkan hantu anak-anak kecil sedang bermain.

“Ah... mereka...” Dirman menggantung kalimatnya. “Anak-anak tumbal yang di-among oleh Danyang.” Seketika raut wajah ketiga muridnya berubah sendu. Dirman tak mau menjelaskan lebih jauh lagi. Ia bergegas membukakan pintu dapur lalu mengambil alih Hanum dari gendongan Febri.

“Kalian duduklah. Biar anak ini kubaringkan di kamar,” ujar Dirman.

“Tapi, Pak, saya harus nemenin Hanum,” kata Febri dengan ekspresi penuh kekhawatiran.

“Ada Danyang di dalam,” sahut Dirman dengan suara bergetar. Febri dan yang lain melihat Dirman merasa ketakutan meski pria tua itu berusaha tak menampakkannya. Febri pun mengangguk menurutinya.

Dan tak lama kemudian, Dirman keluar lalu bergabung bersama tiga muridnya yang tampak sedang bernostalgia dengan tempat yang penuh kenangan itu. “Dulu, Ozza sama Aneska pernah dipukuli Pak Dirman di ruangan itu,” bisik Mahesa sambil menunjuk ke ruangan berpintu gebyok yang dijadikan Dirman membaringkan Hanum barusan.

Dirman berdeham. Mahesa seketika terdiam. Febri yang ingin bertanya lebih lanjut tentang ruangan itu pun jadi urung dan ikut diam. Di masa latihan dulu, Febri dan kelompok KKN hanya menggunakan halaman belakang tanpa diperbolehkan masuk ke dalam rumah.

“Danyang memang sudah memberi tahu padaku bahwa Hanum akan datang. Tapi bagaimana kejadiannya dia bisa sampai seperti itu?” tanya Dirman sembari melipat kakinya, bersila di tikar tua depan kamar.

Febri dan dua rekannya segera duduk di tikar bersama Dirman. “Hanum mimpi merasuk ke tubuh perempuan hamil sampai dua kali, Pak.” Febri memulai kisahnya.

Hanum merasa tak nyaman selama merasuki ibu panti dan wanita jahat yang hendak mencelakai suaminya dengan santet. Selain kondisi kehamilan tua yang tak bisa membuatnya bergerak bebas, Hanum juga turut merasakan emosi yang labil dua perempuan tersebut. Lalu Ireng—sosok astral yang membantu Hanum—mengamuk sesuka hati pada si dukun wanita. Mungkin hal itu juga yang menyebabkan kondisi fisik dan spiritual Hanum kian menurun. Hingga gadis itu mengigau minta diantarkan bertemu Danyang.

“Begitu rupanya?” Dirman manggut-manggut. “Pertama kali aku tiba di sini, tempat ini memang terbengkalai. Rungkut, jadi hutan lagi. Lalu aku membersihkannya berhari-hari sembari berharap bisa bertemu Danyang yang aku pun sebenarnya belum tahu sosoknya seperti apa.”

Dirman melanjutkan. Dirinya akhirnya bertemu Danyang berupa ular sanca mistis berukuran raksasa setelah putus asa dan memutuskan akan kembali ke kota. Ya, tepatnya kemarin. Anak-anak astral yang membantunya. Sedangkan gangguan sinyal yang didapatkannya saat bertelepon sejak pertama datang ke Wilangan merupakan perbuatan Danyang supaya tak ada lagi orang lain yang datang ke sana.

“Jadi... suara kayak radio rusak tiap Pak Dirman telepon itu karena ulah Danyang yang nggak ngizinin?” gumam Febri.

“Betul. Aku coba hubungi kalian untuk memberi tahu kalau kondisi di sini baik-baik saja supaya kalian dan juga Ambarwati tidak khawatir padaku.”

Kini ketiga murid Dirman lega akhirnya mengerti dengan kondisinya.

“Kalian tidak apa-apa kan tidur di lantai—”

“Siap, Pak!” tukas Febri dengan sorot mata berapi-api. Dirman mengangguk pelan, yakin bahwa muda-mudi itu tak akan mudah dinasihati.

“Tapi besok kita balik yuk, Feb,” ajak Mahesa, “masih kerja satu hari kita.”

Febri menggeleng. “Udah terlanjur di sini, Bang, aku mau nemenin Hanum sampe pulih beneran.”

“Feb—”

“Yaudah, gini aja. Besok biar aku sama Mahesa yang balik duluan,” timpal Kartika setelah melihat raut muka tegang Mahesa karena tersulut rasa kesal. “Nggak apa-apa, Sa, dia bolos sehari. Atau kamu aja yang pamitin ke Bu Fatma.”

“Yaudah, iya!” sahut Mahesa secepatnya.

“Ngomong-ngomong, di dalem Hanum diapain Danyang, Pak?” tanya Kartika.

Dirman menggeleng. “Entahlah. Kita tunggu saja.”

Rahang Febri mengerat. “Kenapa dia harus pakai sosok Mirandani, sih? Aku nggak terima!”

“Jangan asal bicara dan bersikap terhadap Danyang, Feb,” tegur Dirman. “Beliau yang jaga Wilangan dan akan menyembuhkan Hanum.”

Kartika menepuk pelan pundak Febri. Febri kemudian teringat tentang ular besar yang pernah disebut Ozza sedang menuntun perjalanan mereka saat pertama kali datang ke basecamp. “Maaf,” ucap Febri pada akhirnya. Melihat sosok ular mistis itu dengan mata kepala sendiri langsung membuatnya merinding, bagaimana bisa mental Ozza sekuat itu dulu?

***

Semua kejadian hari itu membuat semuanya cepat terlelap, tak terkecuali Febri. Namun kemudian ia terjaga sekitar pukul dua. Mendadak indra pendengarannya menangkap nyanyian tembang Jawa yang terlantun samar. Febri mengernyit lalu memfokuskan pendengaran.

Tetap saja suara nyanyian perempuan itu tak jelas terdengar karena berbaur dengan suara anak-anak yang ramai bermain di halaman belakang. Febri tak tenang. Ia sangat penasaran. Diliriknya Mahesa yang pulas di sampingnya, Kartika tidur membelakangi mereka jauh di sudut ruang tamu. Sedangkan Dirman tak tahu berada di mana.

Febri putuskan untuk segera bangun. Lalu melangkah gontai mengelilingi ruang tamu. Kemudian langkah kakinya seolah tertuntun menuju sumber nyanyian itu. Membawanya berhenti di depan pintu gebyok—tempat Hanum memulihkan diri. Di sana, suara nyanyian merdu perempuan kian jelas terdengar.

Detak jantung Febri menggebu, napasnya memburu. Menelan ludah, Febri mengedar pandang ke sekitar. Mendapati situasi aman karena dirinya sendirian, tangannya terulur ke gagang. Didorongnya pintu itu dengan sangat perlahan. Dan Febri pun tercekat.

“M—Mir?”

1
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
reska jaa
aq bca dini hari thour.. senang aja ad kegiatan sambil mencerna mkann 🤭
n e u l: monggo monggo
terima kasih /Joyful/
total 1 replies
Ali B.U
ngeri,!
lanjut kak
n e u l: siap pak! /Determined/
total 1 replies
Andini Marlang
Ini lebih menenangkan 🥴🥴🥴🥴🥴
Bukan teror aja tapi ktmu org2 psikopat langsung 😔
n e u l: /Cry/
total 1 replies
Lyvia
lagi thor
n e u l: siap /Determined/
total 1 replies
Ali B.U
next
Andini Marlang: Alhamdulillah selalu ada Pakdhe Abu ... Barakallahu fiik 🌺
total 1 replies
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
lanjut
n e u l: siap pak /Determined/
total 1 replies
Andini Marlang
makin seru ...💙💙💙💙💙

apa kabar ka ..... insyaa Allah selalu sehat juga sukses karya2 nya 🌺 🤲aamiin ......
Andini Marlang: Alhamdulillah sae .....🌺

sami2 .... Barakallahu fiik 💙
n e u l: alhamdulillah
apa kabar juga bund?
aamiin aamiin 🤲 matur suwun setia mengikuti karya ini ☺️
total 2 replies
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
n e u l: sami-sami /Joyful/
total 1 replies
Ahmad Abid
lanjut thor... bagus banget ceritanya/Drool/
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
reska jaa
wahhh.. masih sempat up.. thank you👌
Lyvia
suwun thor u/ upnya
Ali B.U
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!