Mengandung Benih Kakak Ipar

Wisnu pun akhirnya melajukan mobilnya dengan segera, Aya duduk dengan wajah cemberut tatkala Wisnu menyuruhnya untuk tidak mengingat lagi tentang Bima.

"Lama-lama makin ngeselin nih orang! Ya Tuhan, tolong bebaskan aku dari masalah ini! Aku ingin hidup tenang, jika waktu memungkinkan aku ingin minta maaf kepada Mas Bima, dia pasti terkejut dengan keputusanku yang tiba-tiba. Tapi untuk kembali padanya, rasanya itu tidak mungkin, aku bukan gadis lagi, aku sudah ternoda!" gumam Aya sembari menyandarkan kepalanya pada jok mobil.

Kali ini ia pasrah, tidak mungkin bisa pergi begitu saja dengan kondisi berbadan dua. Dengan sangat terpaksa, ia harus mengikuti perintah Wisnu, meskipun dalam hati kecilnya ia ingin sekali bebas dari sang kakak ipar.

Setelah beberapa saat, akhirnya mobil Wisnu tiba di depan sebuah rumah sederhana minimalis. Rumah itu terletak di daerah yang tidak terlalu banyak penduduknya namun masih bisa menjangkau ke tempat fasilitas umum dengan mudah.

Terlihat seorang pria sedang berdiri menunggu kedatangan Wisnu. Iya, dia adalah Ferry, sahabat sekaligus asisten baru yang akan menggantikan Boy. Wisnu segera turun lalu ia berlari kecil ke pintu belakang mobil di mana Aya duduk di sana.

"Kita sudah sampai, ayo turun!" titah Wisnu sembari membuka pintu tersebut, sejenak Aya terdiam karena menurutnya, perlakuan sang kakak ipar terlalu berlebihan.

"Kamu tidak usah repot-repot bukain pintu, aku bisa buka sendiri!" sahut Aya tanpa ekspresi. Wisnu menghela napas mendengar kata-kata Aya yang tidak pernah lembut di telinga.

"Siapa bilang aku membukakan pintu untukmu, aku sedang membukakan pintu untuk anakku dan dia masih di dalam kandunganmu, apa aku salah?" sahut Wisnu dengan santainya. Aya semakin cemberut, gadis itu langsung turun dari mobil dengan sedikit mendorong tubuh sang kakak ipar.

"Minggir, jangan menghalangi jalan!" ucapnya dengan ketus. Wisnu cuma menggelengkan kepalanya melihat sikap Aya yang terlalu kasar padanya, gadis itu tampak menghampiri Bi Asri dan lebih memilih untuk bersamanya. Lantas, Wisnu pun segera berbicara dengan Ferry tentang semua persiapan untuk pernikahan dadakan antara dirinya dan Aya.

"Apa semuanya sudah siap?"

"Sudah, mereka sudah menunggu di dalam, ayo!" jawab Ferry sembari mengantarkan Wisnu untuk masuk ke dalam rumah. Aya pun juga ikut ke dalam, gadis itu memperhatikan sekeliling rumah itu, untuk sekilas rumahnya sangat sejuk dan tenang hanya saja jarak ke rumah lainnya lumayan jauh sehingga tidak bisa dipungkiri pasti rumah terlihat sepi.

"Ini rumah nggak punya tetangga satupun, gimana kalau nanti aku butuh bantuan?" gumam Aya bingung. Tanpa sengaja Bi Asri mendengarnya.

"Non Aya tidak usah cemas, nanti biar Bibi yang nemenin Non tinggal di sini, biar saya bicara sama Tuan Wisnu supaya diijinkan untuk tinggal bersama, Non!"

"Bener ya, Bi? Soalnya aku takut tinggal sendirian. Tapi, kalau Bibi tinggal bersamaku, terus gimana kalau Mama tanya? Bibi jawab apa?" sahut Aya.

"Itu masalah gampang, Bibi bisa bilang mau pulang kampung, nanti Nyonya Aida pasti ngizinin. Pokonya Bibi akan menemani Non Aya sampai melahirkan!" Ucapan wanita itu setidaknya membuat Aya sedikit tentang.

Sesampainya di dalam, tampak beberapa orang yang sudah menunggu kedatangan Wisnu dan Aya. Iya, mereka adalah seorang pemuka agama sekaligus penghulu dan dua orang yang akan menjadi saksi pernikahan mereka.

Wisnu menghampiri Aya lalu dengan lembut pria itu berkata. "Hari ini kita akan menikah, aku sudah menyiapkan semuanya. Anak itu akan lahir dan ayahnya akan tetap bersamanya. Jangan khawatir! Kakakmu tidak akan pernah tahu!"

"Berjanjilah padaku, Mas! Setelah anak ini lahir, kamu akan menceraikan aku!" balas Aya dengan tatapan matanya yang tajam.

Wisnu tidak menjawabnya dengan jelas, pria itu cuma menganggukkan kepalanya lalu ia segera memalingkan wajahnya. Karena sejatinya pria itu tidak akan bersedia untuk menceraikan Aya.

"Mas, jawab pertanyaanku dulu, kok malah diam?!" desak Aya.

"Sudah, jangan banyak bertanya, jika kamu tidak ingin aku menyakiti kakakmu. Maka, kamu harus melakukannya dan jangan tanyakan itu lagi karena untuk saat ini aku sedang bertanggung jawab atas dirimu dan bayi yang ada di dalam rahimmu, mengerti! Sekarang masuk dan bersiaplah untuk ijab kabul. Mulai saat ini kamu akan tinggal di rumah ini sampai bayi itu lahir, dan untuk Anna. Biar aku yang akan mengatasinya!"

Kata-kata Wisnu begitu jelas, Aya tidak bisa berbuat apa-apa. Gadis itu pun terpaksa menuruti permintaan sang kakak ipar untuk menjadi madu untuk sang kakak.

Setelah beberapa saat, akhirnya Aya keluar dari kamar. Dengan berdandan sederhana dan tanpa make up yang berlebihan, gadis itu masih terlihat cantik dengan memakai dress panjang berwarna putih, sedangkan rambutnya dihias dengan selendang warna putih yang sangat cocok dengan bentuk wajahnya yang oval.

Wisnu menatap kedatangan sang adik ipar tanpa berkedip. Entah apa yang dipikirkan oleh pria itu sehingga membuat Ferry tersenyum meledek sang sahabat.

"Biasa aja kali lihatnya. Atau jangan bilang kalau kamu mulai naksir dia, ya! Kelihatan banget kalau kamu simpati sekali sama Aya. Tapi aku lihat-lihat ya, Bro! Kayaknya si Aya ini dari luarnya aja kalem tapi sebenarnya dia badas nggak sih, Cuyy!" bisik Ferry sambil tersenyum kecil.

Wisnu tersenyum simpul mendengar ucapan asistennya itu. "Ya, kamu benar, dia memang jutek, keras kepala, tapi sebenarnya sangat badas dan sangat menggairahkan tapi aku sangat suka!" Secara tidak sadar, Wisnu membuat sang asisten melongo mendengar pengakuan pria itu.

"Gila kamu, Wis. Ternyata diam-diam kamu menyukainya. Pantas saja kamu ngotot pingin nikahin nih cewek!" balas Ferry yang sukses membuat Wisnu semakin tersipu malu.

BERSAMBUNG