Laura Agatha 20 tahun merupakan gadis yatim piatu yang di tinggal di sebuah kota metropolitan. Ia mengabdi kepada satu keluarga terkaya di kota tersebut sudah hampir 5 tahun lamanya.
Majikannya seorang blasteran Indo Belanda yang berdomisili sejak tahun 90 an. Awalnya ia hanya ia hanya menjadi baby sitter cucu majikannya yang sudah renta itu.
"Laura, kau sudah siap nak?" ucap nyonya Laurent kepada Laura.
Laura hanya menatap wanita tua itu, matanya berkaca-kaca. Ia ingin menolak pernikahan ini. Ya! Laura terpaksa menikahi anak majikannya itu. Yang tak lain dan tak bukan ayah dari anak yang selama ini di asuhnya.
"Kemari lah, penghulu sudah tiba. Kau akan segera melangsungkan izab kabul" sambung nyonya Laurent.
Laura bangkit dan mendekati wanita tua itu, ia berjalan beriringan dengan wanita itu. Laura melihat ke kanan dan ke kiri, di sana hanya terdapat beberapa kerabat yang hadir menyaksikan acara sakral tersebut.
Laura di persilahkan duduk di samping anak majikannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Damian datang ke rumah sakit. Ia berniat untuk mengunjungi istrinya. Namun sayang setelah sampai di sana Laura sudah tidak lagi berada di sana.
"Kapan istri saya di pergi Sus?" tanya Damian kepada perawan di sana.
"Baru saja tuan" sahut perawat itu.
Damian mengambil ponsel nya dari dalam saku celananya. Ia mencoba menelepon ibunya. Namun ibunya tak mengangkat panggilannya. Damian berpikir akan langsung menemui Laura di villa.
Damian segera mengendarai mobilnya. Ia langsung memutar arah menuju villa.
"Apakah Laura sudah kembali?" tanya Damian kepada Karyo begitu dia sampai di villa.
Karyo merasa heran melihat majikan nya itu dan ia juga merasa aneh sudah 2 hari Laura tidak kembali ke villa. "Sudah 2 hari ini nona tidak kembali ke sini tuan" ungkap Karyo.
Mendengar penjelasan Karyo,Damian terdiam."Apakah hari ini Laura belum ke sini?"tanya Damian lagi.
"Belum tuan" sahut Karyo singkat.
Damian bergegas meninggalkan villa itu. Dia mencoba menuju ke restoran milik istrinya. Sementara Laura sudah di bawa nyonya Laurent kembali di kediaman nya. Nyonya Laurent tidak ingin membuat Laura kecapean dan merasa sendirian.
"Sayang, kau harus istirahat" ucap nyo ya Laurent.
Laura menurut semua permintaan mertuanya itu. Termasuk kembali ke tempat itu.
"Ma, Laura tak ingin berada di kamar ini" ungkapnya.
Nyonya Laurent tak memiliki pilihan lain. Ia ingin menyatukan mereka kembali. Dengan susah payah membujuk Laura untuk ikut bersamanya. Ia tak ingin membuat Laura merasa di paksa.
"Sayang, suasana di kamar ini sangat nyaman. Cocok untuk mu. Apalagi kau sedang hamil. Kau butuh ruangan yang luas. Dan kau lihat di sana, itu sungguh pemandangan yang indah" bujuk nyonya Laurent.
Benar sekali apa yang dikatakan nyonya Laurent. Kamar Damian memang sangat luas dan dari balkon pemandangan taman belakang terlihat jelas.
Laura tak lagi membantah. Ia menerima segala saran mertuanya itu.
"Baiklah sayang, mama akan menyiapkan makan siang untuk mu" ucap nyonya Laurent.
Setelah mengatakan itu nyonya Laurent segera turun dan menyiapkan makan siang untuk menantu dan calon cucu nya.
"Ma, dimana Laura?" ucap Damian begitu ia masuk ke dalam rumah itu.
Nyonya Laurent menatap putranya. "Ada apa kau mencarinya? Kau mencemaskan nya?" tanya nyonya Laurent menelisik.
"Bukan begitu Ma" sahut Damian gugup.
"Lalu apa, Dam?" tegas nyonya Laurent.
"Aku"
Belum sempat Damian berbicara nyonya Laurent menyela ucapannya.
"Laura di kamar mu! Pergilah!" titah nyonya Laurent.
"Satu lagi jangan buat Laura stres!" ancam nyonya Laurent.
Damian terlihat senang mendengar ucapan ibunya. Ia langsung naik ke atas dan menemui istrinya.
ceklek
Laura menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka. Laura terkejut setelah melihat siapa yang membuka pintu itu. Namun ia mencoba agar tetap tenang.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Damian begitu ia masuk dan mendekat ke arah Laura.
Laura hanya diam, ia tak ingin berbicara dengan suaminya itu.Damian mendekati ranjang dan duduk di dekat Laura.
"Baiklah kalau begitu aku tak akan memaksa mu" ucap Damian lagi.
Damian bangkit dari sana. Ia segera membersihkan tubuhnya. Setelah itu Damian meninggalkan Laura di kamar itu. Damian turun untuk menemui ibunya.
"Kau sudah makan siang Dam?" tanya nyonya Laurent ketika melihat Damian mendekat ke arahnya.
"Sudah!" sahutnya singkat.
"Ma, aku ingin bicara!" ungkapnya.
Nyonya Laurent menatap putranya itu. "Apa yang ingin kau bicarakan?".
" Mengapa mama membawa nya kembali?"tanya Damian menelisik.
Nyonya Laurent mencoba mencari alasan kepada Damian mengapa menantunya itu di bawa kembali ke rumah mereka.
"Kau menolaknya?Kau ingin Laura meninggalkan rumah ini lagi?" ucap nyonya Laurent bertubi-tubi.
"Bukan begitu Ma?".
" Lalu apa? Apa yang kau cemaskan?".
Damian terdiam. Dalam hatinya ia ingin Laura tetap di sini. Namun sikap Laura tadi membuat dirinya membuat dirinya tak bisa menahan emosinya.
"Sudahlah Dam, mama tak ingin kau mengusik Laura selama dia berada di rumah ini".
Setelah mengatakan itu nyonya Laurent meninggalkan Damian dan naik ke kamar Laura untuk membawakan makan siang yang tadi ia buat.
Damian hanya menatap kepergian ibunya itu. Ia membuang nafas pelan.
Arrrggghhh
Damian mengusap rambutnya kasar. Damian mencari putri nya, namun beberapa saat kemudian bik Rum menegurnya.
"Anda mencari nona Abel, tuan?".
" Di mana dia bik?"
Bik Rum menjelaskan hari ini Abel sedang mengikuti kursus piano. Nyonya Laurent mendaftarkan cucunya untuk les piano. Mendengar itu Damian mengangguk.
"Sayang kau harus makan ya, nanti kau sakit?" bujuk nyonya Laurent.
"Laura tidak lapar Ma, nanti saja!" sahutnya.
"Baiklah sayang, kalau begitu kau istirahat saja" ucap nyonya Laurent sambil meletakan makan siang itu di atas meja. kemudian ia keluar dari kamar itu.
Damian bingung harus bagaimana. Tubuhnya terasa lelah.Namun ia tak ingin mengganggu Laura.
"Ada apa Dam?" tanya nyonya Laurent.
Damian menatap ibunya. "Bagaimana Laura. Apa dia sudah makan?".
" Kau mencemaskannya?"ucap nyonya Laurent namun Damian tak menjawabnya.
"Apa kau masih menemui wanita itu?" tanya nyonya Laurent lagi.
Damian terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan ibunya. "Apa mama menguntit ku?".
Nyonya Laurent tertawa simpul. " Untuk apa? Kau bukan anak kecil!"sahut nya.
Damian terdiam mendengar ucapan ibunya. Ia bahkan tahu ibunya tidak mungkin melakukan hal itu kepadanya.
"Kau ingin menceraikan Laura demi wanita seperti dia? Sudah cukup kau dengan Camilla, Dam!" tegas nyonya Laurent.
"Satu lagi, Dam. Kau akan menyesali itu jika kau melakukannya!" sambung nyonya Laurent lagi.
Damian mengerutkan dahinya. "Menyesal?Apa maksud mama sebenarnya?" ucapnya menelisik.
"Sudahlah!Aku tak ingin membahasnya !".
Setelah mengatakan itu nyonya Laurent kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Hari ini memang terasa penat. Sementara Damian masih bertanya-tanya dengan apa yang dibicarakan ibunya.
"Menyesal?" batinnya.
