Malam itu, Gwen seorang gadis remaja tidak sengaja memergoki cowok yang dia kejar selama ini sedang melakukan pembunuhan.
Rasa takut tiba-tiba merayap dalam tubuhnya, sekaligus bimbang antara terus mengejarnya atau memilih menyerah, Karena jujur Gwen sangat takut mengetahui sosok yang dia puja selama ini ternyata seorang pria yang sangat berbahaya, yaitu Arsenio.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Darren fokus pada berkas-berkasnya sampai pintu terbuka, menampilkan sahabatnya, Vincent dan Arsenio.
"Wih, hot daddy lagi sibuk nih," celetuk Vincent sambil duduk santai di sofa, diikuti Arsenio dengan ekspresi datar.
Darren hanya tersenyum sinis. "Ternyata lo bawa si bocah tengik ke sini. Sejak kapan dia suka datang ke tempat kayak gini?" sindirnya sambil berhenti sejenak dari pekerjaannya, tapi tetap duduk di meja kerjanya.
"Lo pikir dia ke sini buat apa? Pasti ada maunya lah," sahut Vincent, "Kalo ga, boro-boro mau nginjek kaki ke kantor," Sindirnya lagi.
Arsenio hanya memutar matanya, bosan melihat mereka yang selalu beradu mulut setiap bertemu. "Aku mau Gwen"
Darren, yang sedang memeriksa berkas di tangannya, berhenti dan menatap Arsenio dengan pandangan tajam, lalu melirik sahabatnya, seolah bertanya apa maksudnya.
Vincent hanya mengangkat bahu, tak memberi jawaban.
"Aku ingin melamar Gwen, Om," ucap Arsenio lagi.
Darren langsung menggeleng cepat. "Ga bisa, ga mungkin saya serahin anak kesayangan saya ke kamu, bocah tengik," tolaknya tegas.
"Om yakin ga mau kasih Gwen buat aku?" tanya Arsenio lagi, dengan seringai yang licik.
"Mau kasih apa kamu ke anak saya? kamu aja masih kuliah, belum punya kerjaan. Saya enggak mungkin kasih anak saya, Gwen masih kecil. Dia masih gadis kecil labil yang ga ngerti jalin hubungan," ujar Darren dengan nada tinggi.
Akan tetapi, Arsenio tak bergeming, "Aku akan ajarin dia ga labil lagi. Aku tetap mau Gwen, walau harus lawan Om" katanya dengan nada keras kepala.
Darren hanya mengangkat alisnya, memandang Vincent yang hanya bisa meringis melihat sikap Arsenio yang begitu nekat.
"Vin, dia lebih parah dari lo," kata Darren sambil menggeleng-gelengkan kepala, takjub melihat keras kepalanya Arsenio yang melebihi sahabatnya itu.
Vincent hanya bisa menyindir, "Gue juga bingung, kenapa bisa punya anak keras kepala banget melebihi gue, setinggi gunung Everest."
"Udahlah, jangan banyak mikir lo. Lo sama si Ell sama-sama keras kepala, makanya anak lo itu tambah dobel keras kepalanya," sahut Darren tanpa kaget.
Vincent menghela nafas berat," Bukan itu aja tujuannya ke sini, lo liat aja apa yang dia bawa"
Darren hanya menaikkan sebelah alisnya, menatap heran ke arah Arsenio yang duduk santai, seolah tak terjadi apa-apa.
"Tetap aja, cari cewek lain aja," ucap Darren dengan nada tegas.
Arsenio hanya tersenyum sinis, mendekat ke meja Darren sambil membawa sebuah map. Dia menyerahkannya. "Mungkin Om nggak bisa nolak, soalnya aku udah bilang bakal ngelakuin apa aja buat dapetin Gwen," katanya dengan nada penuh keyakinan. "Termasuk obrak-abrik markas gengster kalian!"
Darren membuka berkas itu dengan teliti, matanya membulat sempurna saat dia menatap Arsenio yang kini sudah kembali duduk sambil tersenyum lebar.
Darren kemudian menoleh ke sahabatnya yang hanya bisa meringis. "Gimana dia bisa tahu, Vin? Padahal kita udah sembunyiin ini semua," tanyanya kepada Vincent.
"Mana gue tahu. Gue aja kaget, apalagi lo" jawab Vincent.
"Gimana, Om? Om masih nggak mau restuin aku sama Gwen?" Arsenio puas melihat ekspresi terkejut Darren, mirip dengan ekspresi ayahnya saat pertama kali melihat berkas itu. "Aku penasaran reaksi Gwen saat tahu perbuatan bejat kalian,"
Berkas itu berisi bukti perbuatan keji Darren dan Vincent di masa lalu, menjual organ manusia dan senjata secara ilegal.
Darren menatapnya tajam, "Sialan, lo bocah tengik!" katanya dengan nada penuh amarah.
Vincent menghela nafas panjang, "Restuin aja kenapa sih? utun gue nih masih ori, belum pernah dekat sama wanita manapun, kecuali maminya. Asal lo tahu, gue juga di ancem. Baru kali ini ada yang bisa ngalahin kita berdua, yang sialnya darah daging gue sendiri," ungkapnya sambil memijat pelipisnya dengan rasa tidak percaya.
Tiba-tiba suara Gwen terdengar di ambang pintu. "Papi, cepat dong Papi, aku dari tadi nungguin Papi, tapi Papi malah masih kerja. Aku bakal bakar berkas itu ya, semenjak Mami ga ada Papi terus aja gila kerja!" ujarnya sambil menarik napas dalam satu helaan, matanya berbinar kesal tidak menyadari kehadiran Vincent dan Arsenio di ruangan tersebut.
Darco dengan sigap menyelipkan berkas-berkas ke dalam laci meja kerjanya, berkas dari Arsenio dan juga yang sedang ia kerjakan, berharap semua itu luput dari perhatian anaknya.
"Gwen, cari mami baru aja," ucap Vincent tiba-tiba.
Gwen tersadar, segera menoleh, matanya membulat sempurna, tidak terkejut dengan ejekan Vincent, melainkan kaget menemukan keberadaan mereka berdua.
"Kak Nio? "