Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.
Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.
Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18.
...Nana Aoi dan Hikari Yuna...
Sementara itu, Di ruang pengawas sekolah, Ayaka duduk santai di depan monitor CCTV, matanya fokus memperhatikan layar. Sejak awal, dia sudah tahu tentang pertemuan di rooftop. Dan kini, dia menyaksikan Yuki berbicara dengan penuh wibawa di hadapan para petarung kelas 1. "Hah,,, jadi ini alasan kenapa banyak orang ngikutin dia," gumam Ayaka sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.
Dia merasa kagum. Yuki bukan hanya kuat, tapi punya aura pemimpin yang alami. "Sepertinya Tuan Hayashi gak bakal mewarisi kepemimpinannya ke Nana." Ayaka menyeringai kecil. "Lebih cocok buat menantunya aja. Gue sih lebih semangat kalau dipimpin sama dia."
Dengan cekatan, Ayaka mengambil potongan video itu dan menyimpannya di ponselnya. Tapi dia tidak berhenti di situ. Ayaka berdiri dari kursinya, mengambil ponsel, lalu berjalan ke ruang pengeras suara sekolah. Tujuannya Memutar ulang rekaman suara Yuki. Di seluruh penjuru sekolah, suara Yuki terdengar jelas. Baik kelas 1, kelas 2, maupun kelas 3, semua aktivitas mendadak terhenti. Para siswa fokus mendengarkan suara lantang yang keluar dari speaker.
"Gue lebih suka kita ketawa bareng dalam sebuah ikatan pertemanan. Gak ada yang perlu membungkuk sama gue"
"Kita ini bukan geng. Kita cuma anak sekolah yang nyari kesenangan dalam pertarungan."
"Kita bakal lebih kompak tanpa ada yang merasa tertekan. Kita bakal ngerasain sakit yang sama kalau salah satu dari kita kena masalah."
Sementara itu, Di dalam kelas 2E, seorang perempuan berambut panjang dengan ekspresi dingin mengangkat kepalanya dari buku yang sedang ia baca. Ia adalah Kexin Yue. Pemimpin kelas 2. Mata Kexin Yue menyipit. Ia mendengarkan rekaman itu dengan serius. "Siapa ini?" gumamnya dalam hati.
Tak hanya itu. Di kelas 3A, seorang pria dengan rambut hitam rapi tersenyum tipis sambil menyandarkan dagunya di tangannya. Ia adalah Rei Tanaka.bPemimpin kelas 3. Tatapannya tajam, menyiratkan rasa penasaran yang sama. "Orang ini, menarik," pikir Rei sambil mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja.
Sekolah ini penuh dengan petarung kuat, tapi tidak sembarang orang berani berbicara seperti itu. Dan kini, nama Yuki Kaze mulai terdengar di seluruh sekolah.
**
Di rooftop, Yuki yang sedang menikmati makanannya mendadak terdiam. Suara rekamannya sendiri kini terdengar dari speaker sekolah. "Sial! Si Ayaka ini!" seru Yuki sambil memijat pelipisnya.
Kai menoleh dengan alis terangkat. "Lu yakin yang muterin ini Bu Ayaka?" tanyanya.
"Siapa lagi kalau bukan dia?" Yuki menghela napas panjang. "Itu kerjaannya banget."
Di sampingnya, Nana yang sejak tadi bersikap cuek tiba-tiba menatap Yuki tajam. Tatapan dingin yang menusuk. Yuki sekilas melirik Nana, lalu langsung berpaling. "Anjir, ngeri banget ekspresinya," gumam Yuki dalam hati. Dia tahu Nana sedang kesal. "Jadi males pulang kalau kayak gini" pikir Yuki pasrah.
**
Saat Bel pulang sekolah berdering. Nana langsung menyambar tasnya dan keluar kelas tanpa menoleh sedikit pun ke arah Yuki. Sejak pagi, dia tidak menegur Yuki sama sekali.
Dari bangku depannya, Keisuke yang memperhatikan sikap Nana mengangkat alis. "Bro, si Nana kenapa? Kayaknya cuek banget sama lu."
Yuki menghela napas panjang, lalu mengangkat bahu. "Entahlah, cewek sulit ditebak."
Dari sampingnya, Naoki yang sudah siap pulang ikut menimpali. "Lu berantem sama dia?"
Yuki berdiri, menyampirkan tas ke bahunya. "Kayaknya dia lagi marah sama gue." Mereka berjalan menuju gerbang. Di tengah perjalanan, Yuki tiba-tiba mempercepat langkahnya. "Gua duluan, ya."
Naoki dan Keisuke hanya saling pandang, lalu Keisuke terkekeh. "Sepertinya dia lagi galau." Naoki berbisik ke Keisuke, yang hanya mengangguk setuju.
Sesampainya Di kontrakan, Yuki langsung menjatuhkan diri di atas kasurnya. Menatap langit-langit, dia merasakan ada sesuatu yang kosong di dalam dirinya. "Kenapa gue merasa kehilangan ya? Tiba-tiba kangen sama marahnya dia." Yuki mengacak rambutnya. Tidak tahan dengan perasaan itu, dia akhirnya memutuskan untuk pergi ke kontrakan Nana.
Namun begitu saat membuka pintu dia terkejut melihat Ayaka berada di balkon Masih mengenakan pakaian formal, sebatang rokok terselip di bibirnya.
Mata Yuki langsung tertuju pada rokok yang hampir habis. "Sejak kapan lu di sini?" tanyanya.
Ayaka mengangkat rokoknya, memperlihatkan seberapa pendek batangnya.
Yuki mengerti. Itu berarti Ayaka sudah ada di sini sekitar 10 menit. Tanpa menunggu jawaban, Yuki berdiri di sampingnya. "Mau apa kesini?"
Ayaka tersenyum miring. "Gua kangen sama lu."
Yuki mendengus. "Lu udah tua, kenapa sih suka sama gua?"
"Anjir lu, cuma beda lima tahun doang!, lagian semalem lu menikmati tubuh gue yang lu bilang tua ini" Ayaka langsung mendorong kepala Yuki pelan.
Yuki hanya tertawa kecil, mengingat kembali momen semalam saat bersama Ayaka.
Ayaka melirik ke dalam kontrakan yang pintunya masih terbuka. "Lu gak nawarin gua masuk?" tanyanya santai.
"Mau ngapain?" Yuki menyipitkan mata curiga.
Tanpa menjawab, Ayaka langsung melangkah masuk kedalam kontrakan.
"Oi, oi! Mau ngapain?" seru Yuki.
Ayaka tidak peduli. Dia langsung duduk di kasur Yuki, menepuk-nepuk tempat di sampingnya.
Yuki mendecak, lalu berjalan mendekat. "Mau ngopi?" tanyanya.
"Tawarin gue kopi kek, " ucap Ayaka.
Yuki mendengus, lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi. Beberapa menit kemudian, dia kembali dengan dua gelas kopi dan menyerahkannya ke Ayaka. Mereka duduk berdampingan di kasur, menyalakan rokok masing-masing.
"Nana masih marah sama lu?" tanya Ayaka, meniup asap rokoknya ke udara.
Yuki menghela napas. "Yah, begitulah."
"Emang lu betah pacaran sama dia?"
Yuki hanya diam tidak bisa menjawab pertanyaan Ayaka.
Ayaka tersenyum kecil. Lalu, dia bergerak lebih dekat, menggenggam tangan Yuki. "Putusin aja dia," bisiknya. "Mending sama gua."
Yuki masih tidak menjawab.
Ayaka menarik dagu Yuki, mendekatkan wajahnya. Bibir mereka beradu. Yuki sudah tidak ragu lagi, karna semalam juga ia melakukannya. Ciumanpun terjadi.
Di saat bersamaan
Brakk!
Pintu mendadak terbuka dengan keras. Di ambang pintu, Nana, dan Yuna. Keduanya terdiam membeku, mata mereka membelalak melihat Yuki dan Ayaka berciuman. Nana tidak mengatakan apa-apa. Matanya berkaca-kaca, tangannya mengepal, lalu Dia berbalik dan berlari turun dari kontrakan.
"Nana!" Yuki bangkit refleks ingin mengejar, tetapi,,
BUKK!
Yuna meninju wajah Yuki dengan keras. Tubuh Yuki terpental ke lantai. "Brengsek!" Dengan marah, Yuna langsung berlari menyusul Nana.
Yuki masih terduduk di lantai, sementara Ayaka berdiri di sampingnya. Dia mendekati Yuki, tapi Yuki menepis tangannya dengan kasar. "Gua harus kejar dia!" Yuki berdiri, hendak mengejar Nana, tetapi Ayaka menarik lengannya.
"Ini semua gara-gara lu!" bentak Yuki, mencoba melepaskan genggaman Ayaka.
Namun, Ayaka tetap tidak melepaskan. "Lu yakin Nana bakal dengerin lu bicara saat ini?"
Yuki terdiam.Dia tahu sifat Nana. Jika dia mengejar sekarang, itu hanya akan menambah kemarahan Nana. Yuki mengepalkan tangannya. "Maaf telah membentak lu."
Ayaka menarik Yuki ke dalam pelukannya. "Gua yang salah," bisiknya pelan.