Kinanti Amelia, remaja pintar yang terpaksa harus pindah sekolah karena mengikuti ayahnya.
Ia masuk ke sekolah terbaik dengan tingkat kenakalan remaja yang cukup tinggi.
Di sekolah barunya ia berusaha menghindari segala macam urusan dengan anak-anak nakal agar bisa lulus dan mendapatkan beasiswa. Namun takdir mempertemukan Kinanti dengan Bad Boy sekolah bernama Kalantara Aksa Yudhstira.
Berbekal rahasia Kinanti, Kalantara memaksa Kinanti untuk membantunya belajar agar tidak dipindahkan keluar negeri oleh orang tuanya.
Akankah Kala berhasil memaksa Kinan untuk membantunya?
Rahasia apa yang digunakan Kala agar Kinan mengikuti keinginanya?
ig: Naya_handa , fb: naya handa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpus
Di perpustakaan Kinanti tengah membuka-buka buku Biologi. Ia ingin membuat jurnal ilmiah agar bisa mendaftar olimpiade. Beberapa buku ia tumpuk lalu ia bawa ke meja yang ia pilih. Tangannya yang kecil sampai kesulitan untuk membawa semuanya.
Belum sampai di meja, tiba-tiba kaki seseorang sengaja menyandungnya.
“Akh!” Kinanti sampai jatuh terduduk dan buku-buku di tangannya jatuh berantakan.
“Hahahahaha …” beberapa orang gadis malah tertawa melihat penderitaan Kinanti. Siapa lagi kalau bukan Frea dan teman-temannya.
“Apa yang sedang kalian lakukan? Kenapa berisik sekali. Ini perpustakaan,” ucap petugas penjaga perpustakaan.
“Okey sorry, kami gak berisik lagi,” seru Frea menimpali.
Petugas perpustakaan itupun kembali ke mejanya dan membiarkan para siswi itu di tempatnya.
Setelah merasa tidak ada yang memperhatikan mereka, Frea pun melanjutkan apa yang ingin ia lakukan pada Kinanti.
“Sakit ya? Mau gue bantu bangun?” Frea mengulurkan tangannya pada Kinanti.
“Nggak usah, makasih.” Kinanti lebih memilih bangun sendiri karena ia tahu kalau Frea hanya akan mengerjainya.
Kinanti berhasil bangkit berdiri walau bokong dan pergelangan kakinya sakit karena terjatuh di lantai. Ia mengusap bajunya yang kotor juga sikutnya yang terasa seperti tersengat listrik karena membentur kaki meja.
“Aduh, baju lo juga kotor.” Frea mendekat dan pura-pura mengusap baju Kinanti untuk membersihkannya sambil menatapnya dengan sinis.
Ia memandangi Kinanti beberapa saat sebelum kemudian mencondongkan tubuhnya mendekat pada Kinanti.
“Gue sering liat lo sama Kala, apa lo lupa pesan gue beberapa hari lalu?” pertanyaan Frea pelan namun penuh intimidasi.
Kinanti langsung terhenyak, rupanya Frea melihat kalau Kala dan Kinanti sering pergi bersama. Padahal mereka selalu paling akhir pulang dari sekolah, menunggu keadaan benar-benar sepi karena menghindari pandangan orang lain.
“Aku cuma bantu Kala belajar. Tidak lebih.” Kinanti memilih untuk berkata jujur.
“Oh ya? Lo pikir gue percaya?” Frea menepuk pipi kanan Kinanti membuat gadis manis itu memalingkan wajahnya dengan paksa.
Kalau bukan karena sedang di perpustakaan, mungkin Frea akan menamparnya.
“Aku gak bohong.” Kinanti tetap dengan jawabannya.
“Ya, sebenernya gue pengen percaya, tapi gue gak bisa. Apalagi saat ngeliat lo selalu deket-deket sama Kala. Lo sengaja ya, pengen nantangin gue?” Frea berkata dengan jelas di telinga Kinanti membuat telinga Kinanti sedikit berdengung.
Kinanti menggeleng karena ia memang tidak memiliki maksud apapun pada Kala. Kalau saja remaja laki-laki itu tidak mengancam akan memberitahukan masalah pembulyan pada ayahnya, mungkin ia tidak akan membantu Kala.
“Lo bisa gak sih lebih sadar diri dikit? Biasain deh untuk mendekati apa yang memang milik lo dan menjauhi apa yang bukan milik lo. Apa orang tua lo gak pernah ngajarin kalau jadi orang rendahan kayak lo harus memiliki kesadaran diri yang lebih?” pertanyaan Frea terdengar begitu menyakitkan di telinga Kinanti.
Bagaimana bisa bibir cantiknya berbicara dengan lancang tentang orang tua yang sangat Kinanti hormati?
“Oh, gue lupa. Lo kan dari kalangan bawah, mana tau caranya sadar diri. Yang ada, lo pasti bersemangat saat melihat sesuatu yang menarik ada di depan lo walaupun bukan punya lo.”
Kata-kata Frea semakin menyebalkan saja. Ia sadar secara status sosial, ia memang jauh di bawah Frea. Tapi bukan berarti ia layak direndahkan.
“Frea, aku memang bukan orang terpandang seperti kamu. Tapi aku tau cara menghormati dan menghargai orang lain. Kenapa kamu selalu bersikap seperti ini sama aku? Padahal aku gak ngerugiin kamu sedikitpun.” Kinanti berusaha membela dirinya.
“Wah, rupanya lo berani ngejawab gue. Keren!” lagi Frea menepuk wajah Kinanti beberapa kali lalu mengacungkan kedua ibu jarinya di depan wajah Kinanti.
Kinanti mengibaskan tangan Frea tapi Frea malah menjambak rambut Kinanti.
“Akh!” Kinanti meringis kesakitan. Matanya sudah merah dan berkaca-kaca menahan perih di kulit kepalanya.
“Hihihi….” Frea dan teman-temannya terkekeh, senang melihat Kinanti tersiksa seperti ini.
“Makanya, lain kali pikir-pikir dulu kalau mau berurusan sama gue. Jangan sampe lo nyesel. Paham?!” seru Frea seraya mentoyor kepala Kinanti hingga Kinanti terdorong dan dan tertahan oleh meja. Frea dan teman-temannya hanya tertawa melihat Kinanti yang berhasil mereka sudutkan. Rambutnya saja tampak berantakkan, menyedihkan.
“Frea!” panggil seseorang yang baru datang.
Frea segera menoleh dan hanya tersenyum pada remaja yang datang menghmpirinya.
“Wah, pangeran berkuda putih datang. Hay Demian….” Frea menyapa Demian dengan santai.
Demian tidak menimpali. Ia lebih dulu menghampiri Kinanti. “Kamu gak apa-apa?” laki-laki itu menatap Kinanti dengan khawatir.
“Nggak, aku gak apa-apa.” Kinanti berusaha terlihat baik-baik saja.
“Aduuhh repot yaa kalau cewek lemah, di ajak ngobrol dikit dikira diapa-apain. Padahal gue kan kita cuma ngobrol santai.” Frea berbicara dengan tingan sambil memainkan kuku extensionnya.
“Frea, tolong berhenti mengganggu Kinanti. Dia gak punya salah sama kamu. Apa untungnya kamu bersikap kasar sama dia?” Demian mencoba berbicara dengan baik-baik pada Frea.
Frea hanya mendelik sebal sambil menggaruk telinganya. Gatal mendengar ucapan basi Demian.
“Udah deh, lo gak usah sok belain dia. Lo sama cewek kampung ini sama-sama pecundang. Cocok banget. Jagain nih cewek, biar gak gatel sama Kala!” Frea berujar dengan sinis.
“Sikap kamu selalu keterlaluamn Frea, aku bisa mengadukan kamu ke orang tua kamu.” Demian balas mengancam.
Tentu saja Frea tidak mengalah begitu saja.
“Duh susah yaa kalau urusan sama orang tukang ngadu dan tukang cari muka. Terserah aja deh lo mau ngapain. Toh orang tua gue bakalan lebih percaya sama gue di banding sama anak pelakor kayak lo.” Frea tidak mau kalah.
“Kamu-” Demian sudah berseru kesal tapi Kinanti segera menahan tangannya dan menggeleng sebagai isyarat agar Demian berhenti. Ia tidak mau membuat keributan di tempat ini dan membuat siswa lain terus memperhatikan mereka.
Demian pun terpaksa menahan kekesalannya dalam-dalam. “Kamu liat aja, sekali lagi kamu ganggu Kinanti, kamu akan tau akibatnya,” ancam Demian.
“Uuhhh takuuttt… hahahahaha….” Dengan mudahnya Frea dan teman-temannya menertawakan ucapan Demian yang menurut mereka lucu seperti lawakan.
Tidak ingin menimpali, akhirnya Demian dan Kinanti memilih pergi. Tidak ada gunanya berdebat dengan orang seperti Frea.
“Makasih udah belain aku. Tapi seharusnya, kamu gak perlu ikut campur. Jangan menambah masalahmu hanya karena membelaku,’ ucap Kinanti saat sampai di pintu perpustakaan.
“Aku bukan mau ikut campur, aku hanya gak suka Frea memperlakukan kamu seperti itu.” Demian beralasan.
“Iya, tapi tetep aja sebaiknya kamu juga gak bermasalah sama Frea cuma gara-gara aku. Jadi aku mohon, jangan libatkan lagi diri kamu dalam masalahku,” tegas Kinanti dengan penuh kesungguhan.
Tanpa Kinanti ketahui, tidak jauh dari ia dan Demian, ada kala yang sedang memandanginya. Entah sejak kapan remaja itu ada di sana. Yang jelas ia mendengar beberapa kalimat pembicaraan Kinanti dengan Demian.
“Ada apa ini?” Kala menatap Kinanti penuh tanya.
“Bukan apa-apa,” sahut Kinanti yang kemudian pergi meninggalkan Demian dan Kala begiru saja.
“Kinanti!” seru Kala.
Tetapi Kinanti tidak berbalik, Ia lebih memilih pergi untuk menenangkan dirinya.
****