BIARKAN AKU JATUH CINTA
Ig @authormenia
Akbar diundang ke SMA dan bertemu dengan Ami yang muda dan cantik. Hatinya terasa kembali pada masa dia masih muda, bagaikan air dingin yang dituangkan air mendidih. Dia menemukan jiwa yang muda dan menarik, sehingga dia terjerumus dalam cinta yang melonjak.
Akbar menjalin hubungan cinta dengan Ami yang berumur belasan tahun.
Bagaimana hubungan dengan perbedaan usia 16 tahun akan berkembang?
Bagaimana seorang gadis yang memutuskan untuk menikah muda harus berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Virus MU
"Ate bawa apa? Oleh-oleh buat Aa ya?" Rasya mencegat langkah Ami yang akan memasuki ruang tengah. Paper bag yang ditenteng Ami mencuri perhatiannya.
"Ini....iya oleh-oleh buat Aa tapi di kamar ya ngasih oleh-olehnya." Ami segera menuntun Rasya menuju kamarnya sebelum terciduk Puput dan diitrogasi karena melihat brand di permukaan papar bag. Untung masih punya cemilan di kamar.
Pintu kamar didorong, Ami melihat Padma sedang berbicara menghadap ponsel.
"Iya, Yah. Padma besok siang pulang." Padma menoleh melihat kedatangan Ami dan Rasya.
"Love you too, Ayah. Wa'alaikum salam." Padma melambaikan tangan dan tersenyum lebar.
"Ayah Anjar ya, Padma?" Tany Ami sambil membuka laci dan menukar isi paper bag dengan dua jenis cemilan saat Rasya naik ke tempat tidur.
"Iya. Ayah ngingetin meskipun libur sekolah, jangan lupa hafalannya. Padma bilang tiap sebelum tidur suka setor sama Ami." Padma beralih memperhatikan paper bag yang dibawa naik ke tempat tidur.
"Nih oleh-oleh buat Aa." Ami mengeluarkan minuman yogurt strawbery dan biskuit egg roll. Kemudian berusaha membujuk Rasya dengan lembut agar keluar dari kamar. Namun keponakannya itu bergeming.
"Aa mau bobo sama Ate Ami sama Ate Pama." Ucap Rasya yang kadang susah jika menyebut nama Padma. Harus mengeja perlahan.
"Ami itu kan cemilan...." Ucapan Padma menggantung karena Ami memberi isyarat kerjapan mata.
"Padma...Ami.....ada Rasya gak?" Terdengar suara Puput memanggil diiringi ketukan pintu.
"Tuh Aa dicari Umma." Ami bergegas turun dari ranjang untuk membuka pintu. Namun Rasya bergeming dengan rebahan di kasur sambil mendekap oleh-olehnya.
"Ami, gimana acaranya? Wajar bin lurus-lurus aja?" Puput mengamati wajah Ami.
"Lempeng, Teh. Orang tuanya Almond juga ada sampe acara beres. Gak ada pesta jedag jedug goyang triping macam gitulah." Lapor Ami.
Puput bernafas lega. Beralih menatap Rasya. "Aa, itu ada Papa pulang."
Rasya terperanjat dan bangun sekaligus dengan wajah berbinar. "Yes, Pa pa pulang...Pa pa pulang." Ia lupa keinginannya untuk tidur bersama Ate nya. Bergegas meninggalkan kamar. Membuat Ami merasa merdeka.
"Ami abis shopping apa ini?" Padma melihat paper bag kecil yang tersimpan di meja rias. Namun tidak ada isinya. "Terus itu cemilan kenapa dibilang oleh-oleh. Itu kan sembako kita." Ia menatap Ami menunggu penjelasan.
"Aku gak shopping, Padma. Tapi dapat hadiah jam." Ami mengeluarkan kotak jam yang disembunyikan tadi di dalam laci. "Terus tadi aku dicegat Rasya minta oleh-oleh. Jadinya pura-pura cemilan itu sebagai oleh-oleh."
Padma manggut-manggut. Beralih mengamati kotak jam. "Wow ini jam pasti mehong. Mana isinya?" Ia mengerutkan kening karena isi kotak hanya bantalan jam serta kartu.
Ami menarik lengan panjangnya. "Ini....tapi Padma jaga rahasia ya. Ini hadiah dari Panda. Hadiah karena aku juara kelas katanya." Ia memilih jujur lebih dulu karena Padma pasti akan mengintrogasi.
"Jadi Panda juga hadir di ultahnya Almond. Wow, jamnya bagus banget, Mi. How much?" Padma memegang lengan Ami dengan tatapan kagum.
"Bukan. Aku ketemu gak sengaja di resto yang sama. Panda juga lagi ada acara disana. Harganya gak tau. Aku nerimanya tanpa struk." Sahut Ami santai. Membuat Padma mencebikkan bibir karena sebal.
"Padma kepo akut. Mau cek harga ah." Padma mengambil ponselnya. Mengetikkan kode jam seperti yang tertera di kartu brand.
"Harganya amazing kalau buat kantong pelajar, sembilan koma tiga juta. Mi, itu si Panda rela ngeluarin tabungan segitu atau gesek credit card emaknya kali ya? Jangan-jangan Ami udah jadian sama Panda? Ih Ami juga belum jawab itu Panda skul dimana? Atau dia mahasiswa?" Cecar Padma penuh rasa ingin tahu.
Ami melebarkan mata mendengar harga jam tangannya. Padahal ia ngasih kado ke Almond saja jam tangan sport harga 400 an.
"Panda itu usianya di atas aku, Padma. Udah punya usaha sendiri. Dia nganggap aku adik. Jadi mungkin buat Panda ngeluarin duit segitu mah gak amazing, biasa aja." Ami sedikit demi sedikit mulai terbuka.
"Pertanyaan selesai. Plis Bestie, JAGA RAHASIA!" Ami menempelkan telunjuk di depan bibirnya melihat Padma sudah membuka mulut seperti ingin bertanya lagi.
Padma mengerucutkan bibir melihat Ami langsung pergi ke kamar mandi. Padahal belum puas bertanya.
***
"Papa bakalan kangen sama Aa, sama dedek." Rama mengangkat tubuh Rasya tinggi-tinggi hingga anak pertamanya itu tergelak. Ia sengaja pulang ke rumah di jam makan siang sekalian untuk melihat anak istrinya yang akan berangkat ke Ciamis.
"Papa sama Umma gak kangen?" Tanya Rasya dengan polos. Ia mengalungkan kedua tangan di leher papanya itu. Masih betah menggelayut. Tidak ingin turun.
"Sama Umma juga sama, kangen juga dong." Rama melihat Puput baru selesai berdandan. Dua koper yang isinya lebih banyak pakaian Rasya dan Rayyan, sudah lebih dulu dimasukkan ke dalam mobil.
"Papa ikut sama Aa aja sekalang. Bial Papa nanti malam bobonya gak nangis, gak ada Umma." Rasya merayu.
Rama tertawa lepas. Dengan gemas menggesek-gesekkan hidungnya ke dada Rasya. Yang membuat anaknya itu tergelak lagi. "Papa nanti nyusul sama Om Zaky, ya sayang. Happy holiday di rumah Oma dan rumah Uyut."
"Rasya aja tau siapa bayi besar yang suka manja tiap malam." Sindir Puput yang mendekat sambil mengulum senyum.
Rama menurunkan Rasya. Beralih memeluk Puput dengan erat. "Sayang, empat hari lagi kan waktunya buka puasa. Beraaat...kepala atas bawah bakal berat," bisiknya. Jangan sampai terdengar oleh Rasya yang lagi aktif banyak bertanya dan selalu ingin tahu.
"Astaga. Papa rajin amat ngitung. Aku aja sampai lupa." Puput mencubit punggung Rama dengan gemas. Karena suaminya itu dengan sengaja menekankan bagian inti tubuh yang mengeras.
Di lantai bawah, Ami dan Padma sudah menunggu di ruang tamu sambil scroll media sosial. Melihat yang lagi viral saat ini. Tak lama kemudian Puput mengajak masuk ke dalam mobil bersiap berangkat.
"Kak, aku pulang. See you di Ciamis." Ami lebih dulu menyalami Rama disusul Padma. Sudah tahu kakak iparnya itu akan menyusul dengan Zaky di minggu depan menjelang acara lamaran Aul.
"Salam sama semua keluarga Ciamis ya. Tak care!" Rama menggendong dulu Baby Rayyan sebelum perpisahan.
***
Tiba di rumah jam delapan malam. Perjalanan jauh dan pertama kali untuk Baby Rayyan yang baru berusia lima minggu. Alhamdulillah tidak rewel. Langsung disambut Ibu Sekar dan Aul dengan penuh sukacita. Membaringkan bayi mungil itu di kamar Ibu.
"Padma, see you again." Usai semuanya turun, Ami adu tos dengan Padma yang akan pulang ke rumah Enin. Sekalian sopir akan menginap disana dan akan kembali pulang ke Jakarta besok.
"Babay, Marimar." Padma melambaikan tangan sebelum pintu sliding menutup sempurna.
[Kak, aku baru aja sampe di rumah]
Sebuah pesan dikirimkan Ami kepada Akbar. Mengabari karena diminta 'sang kakak', usai siang tadi mengingatkan makan. Bergegas menaiki tangga menuju kamar yang sudah ditinggalkannya cukup lama.
[Alhamdulillah. Seneng deh dengernya. Gnite, Cutie. Rest well]
Ami tersenyum lebar mendapat balasan cepat dari Akbar yang terkesan penuh perhatian itu. Ia tidak lagi membalas. Usai membersihkan diri dan sholat isya, langsung terbang ke alam mimpi dengan damai.
Sehari menjelang soft opening cafe, Ami ikut membantu kesibukan Aul dan Puput yang sedang briefing karyawan baru berjumlah 10 orang di area pantry. Sementara ia yang berada di ruang kantor mini kakaknya itu, mengamati komentar netizen tentang iklan Cafe Dapoer Ibu, yang sudah diposting di medsos sejak tiga hari yang lalu. Apalagi soft opening diberikan diskon 30% all food and beverage.
"Ya Salam, udah jam 12 aja." Ami terkaget sendiri. Itu artinya jam satu siang waktu Kuala Lumpur. Saatnya mengingatkan makan.
Ami : [It's time to lunch, Panda]
Akbar : [Ah iya. Aku lagi sakit nih 😷]
Ami mengalihkan fokus dari laptop yang masih menyala. Kaget membaca isi balasan Akbar. Jempolnya menari lincah membuat balasan.
[Jangan sakit dong. Aku jadi syedih. Btw, sakit apa?]
Balasan Akbar :
[Di KL lagi musim virus, Cutie]
[Aku kena virus MU. Gejalanya sesak nafas, jantung berdebar-debar, konsentrasi menurun]
Ami : [😱 virus MU tuh siapanya mang covid? baru denger]
Akbar: [Virus MU itu Missing You 😉]
Ami : [Ish ish ish ☺️🤸🤸🤸]
Akbar: [😂😂😂]
"Hei, terciduk nih ya. Lagi chatingan sama siapa, hayoh?!" Puput melipat kedua tangan sambil berdiri di samping meja. Memperhatikan Ami yang terjengit sampai ponselnya lepas dari tangan. Untung jatuhnya di meja.
"Teteh ih bikin kaget aja." Ami menghembuskan nafas panjang dengan wajah terkesiap. Bergegas keluar dari room chat dan mengunci layar.
"Apakah Ami udah mulai pacaran?" Giliran Aul yang menggoda Ami dengan mata memicing. Ia dan Puput sempat berdiri beberapa menit menyaksikan Ami yang cekikikan dan senyum-senyum sendiri.
"Apa sih, Teh. Aku lagi chatingan sama grup kelas. Lagi becandaan. Lagi fokus, terus teteh tiba-tiba aja datang. Ya kaget dong." Kilah Ami. Dalam hati meminta maaf terpaksa berbohong.
"Iya, Teteh percaya sama Ami. Gak akan ikutan seperti mereka yang sekolah sambil pacaran. Senang dipegang-pegang, mau dipeluk-peluk. Ih, murahan." Puput beralih duduk di kursi kosong di samping Ami.
"Ih amit-amit, gak mau seperti itu. Kehormatan seorang perempuan itu harusnya mahal. Teh, waktu ujian kemarin juga di sekolah lain ada yang lahiran di WC. Tidak ada yang tau sebelumnya kalau dia itu hamil." Ami menggedikkan bahunya. Ia pun tidak mau terjerumus pergaulan bebas.
"Mi, Teteh dua kali melahirkan normal. Proses melahirkan tuh luar biasa sakit. Makanya pahalanya syahid. Tapi, rasa itu, pahala itu, tidak berlaku bagi mereka yang hamil di luar nikah. Makanya kita sering dengar yang zina itu lahirannya mudah, bisa sendiri, tanpa bantuan bidan. Terus tega membuangnya."
"Iya bener itu, Teh. Kenapa ya mudah gitu, kayak buang air besar aja. Lancar....." Sahut Ami. Menjadi antusias membahas fenomena akhlak manusia zaman sekarang.
"Ya karena buat pelaku zina, lahirnya anak bukan jadi nikmat dan kebahagiaan. Tapi jadi siksa dan ketakutan. Pahala saat hamil sampai melahirkan, Allah cabut. Rasa sakit pas melahirkan juga diangkat, makanya mudah melahirkan sendirian. Terus rasa kasih sayang seorang ibu diangkat juga. Mati rasa. Makanya sampai tega anaknya dibuang atau dibunuh."
"Naudzubillah min dzalik. Keluarga kita gak boleh ada yang seperti itu." Sahut Aul yang ikut pula menyimak dengan antusias.
"Pengalaman Teteh dulu, sesuai Ami tuh lagi seneng-senengnya mencoba berbagai hal. Penasaran pengen tau ini itu. Ami harus bijak menggunakan gadget untuk hal positif. Apapun yang bikin Ami bingung dan galau, jangan malu untuk curhat sama Ibu, sama Teteh, atau sama Teh Aul." Pungkas Puput. Momen berkumpul dengan adik-adiknya itu dimanfaatkan dengan sharing. Meski tujuannya menasehati, tapi tidak terkesan menggurui.
"Asiap, Tetehku. Thank you." Ami memeluk Puput penuh sayang. Kakak yang selalu mengayomi semua adik-adiknya tanpa pilih kasih.
Waktunya kembali ke rumah usai meninjau semua persiapan yang sudah 100%. Tinggal menunggu besok gunting pita.
"By the way, Teh Puput nikah umur berapa sih? Terus Teh Aul juga umur berapa sekarang?" Ami menjadi penumpang seorang diri di jok belakang. Dimana Aul menjadi driver.
"Teteh nikah umur 25. Teh Aul berarti 23 ya." Puput menoleh menatap Aul yang fokus menyetir. Dijawab Aul dengan anggukkan.
"Wuah, semakin ke bawah semakin menurun. Berarti aku nanti nikah umur 19 ya." Ucap Ami dengan santai.
"APAA?!" Kompak Puput dan Aul dengan nada terkejut. Puput menoleh ke belakang. Sementara Aul melihat dari rear visson mirror.
"Paduan suara mulai keluar lagi. Kurang A Zaky. Hihihi" Ami cengengesan tanpa rasa bersalah.