Biarkan Aku Jatuh Cinta
"Namanya Selena. Umur 26 tahun lulusan University of Cambridge. Pekerjaan konsultan keuangan di___" Leo menjelaskan secara detail isi berkas CV keempat yang dibacakannya. Bukan rekruitmen untuk mencari calon sekretaris baru, tapi seleksi untuk calon pacar Akbar, bossnya. Inisiatif itu pun bukan dari Akbar. Melainkan dari ibunya Akbar. Mengingat si sulung itu di usia yang akan menginjak 33 tahun, masih saja belum punya calon istri.
Akbar dengan malas-malasan mendengarkan diiringi menguap panjang. Serasa sedang dibacakan dongeng mungkin. Hingga berefek mengantuk. Sudah empat berkas CV dibacakan Leo dan ia hanya membuka lembar demi lembar dengan menatapnya sekilas. Ingin sekali membantah dengan menoyor bahu asistennya itu agar menyudahi presentasi. Tapi mengingat ultimatum Sarmila, Mama tercinta yang merepet di kala tadi sarapan pagi. Mau nggak mau ia manggut-manggut karena pasti Leo harus memberi laporan pada Mama Mila.
"Next....namanya Loly." Leo menyerahkan berkas kelima ke tangan Akbar. Sementara ia akan membacakan dari Tab yang ada di pangkuannya. Masih ada sekitar delapan tumpukan berkas yang belum dibuka.
"Ah, ngantuk gue. Udah aja kalau Mama nanya, lagi diseleksi. Lo kenapa mesti bacain satu persatu segala. Kerjaan di meja numpuk tuh. Ini malah presentasi yang nggak penting." Akbar mendecak kesal. Memilih merubah posisi menjadi telentang di sofa ruang kerjanya itu, tanpa rasa bersalah.
Leo menghela nafas. “Bar, kalau bukan tugas dari Tante Mila, gue juga ogah kali. Lo tau nggak, Tante Mila sampe bisik-bisik nanya, katanya jangan-jangan Akbar punya pacar cowok. Soalnya tiap punya pacar gak ada yang bertahan lama. Gue jawab maybe yes maybe no,” ujarnya diiringi tawa lepas sampai puas. Di kala sedang berdua seperti sekarang ini ia dan Akbar bersikap layaknya sahabat, mengesampingkan wibawa.
Akbar terperanjat bangun dari tidurannya. Ia mendengkus kesal. Sejak memutuskan hubungan dengan Vero yang merupakan pilihan Mama Mila, ia belum lagi memiliki pacar. Lebih banyak tinggal di Singapura mengurus perusahaan keluarga di sana yang mengalami pailit. Hingga dalam kurun waktu dua tahun lebih, perusahaan tersebut pelan tapi pasti berangsur sehat. Baru dua bulan ini ia kembali ke perusahaan miliknya sendiri di Jakarta. Yang selama ditinggalkan dipercayakan pada Leo, sahabat sekaligus asistennya.
“Eh, jangan salah ya. Gue jadi jomblo itu pilihan bukan nasib. Ngapain nikah buru-buru hanya demi menghindari pertanyaan tiap Lebaran ditanya kapan nikah. Kalau cuma ngejar status doang, seorang Akbar Pahlevi Bachtiar tinggal tunjuk jari pengen cewek cantik dari kalangan apa, model or singer or anak konglomerat di negeri ini. Cetek itu. Tapi gue sangat menghormati kesakralan nikah. Mending jadi JOMAT dulu dah sampai ketemu cewek yang klik dengan hati.” Jelas Akbar tanpa beban.
“Apaan jomat?!” Leo mengerutkan keningnya. Ia meneguk kopi yang tersisa di gelasnya sembari menatap Akbar.
“Jomat, jomblo terhormat. Istilah dari si Ami itu. By the way, kabar Ami sekarang gimana ya? Udah SMA mungkin ya? Masih centil gak ya?” Akbar berbicara sendiri dengan sorot mata berbinar. Tiba-tiba teringat bocah narsis yang kalau tersenyum lebar baru kelihatan memiliki dua lesung pipit yang manis. Ia segera mencari nomor kontak Ami. Mendadak ingin menghubunginya. Namun beberapa kali dihubungi, nomornya tidak aktif.
“Nomer Ami udah gak aktif. Ganti nomor mungkin ya.” Akbar mendesah kecewa. Melempar dengan asal smartphone dengan logo apel digigit itu ke samping tempat duduknya.
“Ganti nomer kali. Minta aja sama Rama. Mau aku teleponin?” Tawar Leo. Bersiap membuka layar ponselnya.
Akbar menggeleng. “Gak usah. Besok agenda ke Tasik sekalian aja silaturahmi ke Enin sama mampir ke rumah makan Dapoer Ibu. Kangen sama menunya sekalian silaturahmi sama Bu Sekar. Kali aja ketemu Ami juga.”
Leo mengangguk. “Jadi ini gimana? Mau lanjut dengerin presentasi kandidat nyonya Akbar gak nih? Gue bakal disidang Tante Mila kalau gak ngasih laporan menyenangkan.” Ia kembali pada pembahasan seleksi calon pacar.
“Pilih buat lo aja deh. Lo mau nambah bini, kan?” Akbar tersenyum menyeringai. Ia bangkit dari duduk dan membuka jasnya.
“Semprul kau. Bini gue satu aja gak bakalan habis.” Sarkas Leo dengan bersungut-sungut. Ia sudah menikah dengan gadis pujaannya bernama Tasya, satu setengah tahun yang lalu. Kini sang istri sedang hamil usia tiga bulan.
Akbar hanya menanggapi dengan tertawa. Ia melonggarkan dasinya dan menggulung lengan baju sampai ke sikut.
“Lo mau kemana? Kita lanjut bahas project aja.” Leo mengernyit melihat Akbar seperti akan pergi. Sementara beberapa berkas di meja, terhampar berantakan.
“Apa sih, posesif banget. Gue mau setor. Mau nemenin, sayang?” Akbar mencolek dagu Leo diiringi kedipan mata.
“Amit-amit jabang bayi.” Leo bergidik dan menggosok-gosok dagunya serta bersikap ingin muntah. Ia melempar punggung Akbar yang berjalan menuju pintu kamar mandi dengan sebuah bantal sofa. Ditanggapi Akbar dengan tertawa lepas.
***
Huft, lega. Ami mengusap perutnya usai buang air kecil yang sudah ditahan sejak di dalam kelas. Ditahan karena sedang tanggung menyelesaikan ulangan Bahasa Indonesia. Kini gadis berseragam putih abu-abu itu berjalan cepat menuju kelasnya, kelas X MIPA 3. Karena waktunya pergantian jam pelajaran. Pelajaran terakhir, Biologi.
“Mi, Pak Yaya gak akan masuk. Ada halangan mendadak. Dan gak ada tugas. Daripada boring, kita konser yuk, Mi!” Ucap Marga yang berdiri di luar pintu kelas seolah sengaja menunggu kedatangan Ami.
“Gasss.” Ami menjentikkan jari dan mengajak Marga masuk.
“Guys, Pak Yaya gak masuk. Sambil nunggu jam pulang, kita konser aja biar gak ngantuk. Siap, guys?” teriak Ami yang berdiri di depan white board memberi komando.
“Gass!” kompak teman sekelasnya bersuara. Semua orang tahu konser seperti apa yang dimaksud Ami. Bisa dibilang gak ada Ami gak rame. Karena siswi yang memilih bangku di baris ketiga dan paling belakang itu pandai menyatukan semua murid satu kelas tanpa ada pengelompokkan alias genk-genk seperti yang ada di kelas lainnya. Mau orangtuanya kaya atau biasa, anak seorang pejabat pemerintahan atau anak penjual gorengan, semuanya berbaur dan akur.
“Lagu apa, Mi?” teriak Vino yang sudah siap bertalu meja.
“Lagu Chrisye aja judul Anak Sekolah. Ayo bagian paduan suara, cari liriknya di Mbah!” Ami menerima uluran sapu injuk dari temannya. Karena ia berdiri di depan menjadi pemimpin dalam bernyanyi. Sapu digunakan sebaga mic nya.
“Oke, siap-siap! Kamera…roll….action.” teriak Marga yang menjadi seksi dokumentasi.
Bukan aku tak tertarik
Dengan kata rayuanmu
Saat matamu melirik
Aku jadi suka padamu
Tiap kali kau bermanja
Gemetar rasa di dada
Ingin kubisikkan cinta
Tapi hati ini malu jadinya
Engkau masih anak sekolah, satu SMA
Belum tepat waktu 'tuk begitu-begini
Anak sekolah datang kembali
Dua atau tiga tahun lagi
Dengan riang, Ami dan sepuluh orang lainnya yang berkerumun di bangku depan, menyanyi bersama. Ada dua orang yang bertalu. Yang lainnya menonton saja dari bangku masing-masing. Namun kemudian suara menjadi senyap seketika. Menyisakan Ami yang masih semangat bernyanyi di depan kelas, melanjutkan nyanyi solo.
Wo-wo-wo-wo
Ah-ya-ya-ya-ya, ya-ya
Wo-wo-wo-wo
Ah-ya-ya-ya-ya, Pak Yaya
Ami terkikik karena mempelesetkan kata terakhir dengan sebutan na
ma guru biologi sekaligus wali kelasnya itu.
“Lanjut lagi, guys. Malah pada diem.” Protes Ami yang melihat teman-temannya kembali duduk di bangku masing-masing.
Bukan mendapat jawaban, tapi malah semua orang menunduk dan menahan tawa. Dari bangku belakang tempatnya duduk, ia melihat teman sebangkunya menunjuk dengan dagu ke arah pintu. Ia pun menoleh ke sebelah kiri dan terkejut.
“Eh, ada Pak Yaya.” Ami mengangguk dan tersenyum. Ia segera berlari sembari membawa sapu injuk.
“Mau kemana, Rahmi? Kembali ke sini!” Pak Yaya memanggil Ami yang sudah duduk di bangkunya.
Ami menurut. Sembari berjalan, menyempatkan mencubit setiap bahu teman-teman yang dilewatinya karena sudah kompak membiarkan terciduk oleh sang guru. Ia pun berdiri di samping Pak Yaya.
“Rahmi alias Ami Selimut, kamu tahu sekarang pelajaran siapa, kan?” Pak Yaya melipat kedua tangan di dada. Ini adalah semester dua. Sebagai wali kelas, ia sudah mengenal semua anak didik kelas X MIPA 3 yang berjumlah 34 orang itu. Termasuk Rahmi yang terkenal dengan nama tenar Ami selimut, adalah murid pintar dengan peringkat rangking satu. Dan bulan kemarin mewakili sekolah menjadi juara satu pertandingan silat tingkat SMA dan sederajat se Priangan Timur.
“Tahu, Pak. Sekarang pelajaran Bapak. Tapi kata Marga, Bapak gak masuk, ada halangan. Jadi daripada ngantuk, kita nyanyi-nyanyi, Pak.” Sahut Ami sejujurnya. Kemudian menatap Marga dengan tajam yang terlihat cengar cengir.
"Awas lho ya, Marga satwa!” Ancam Ami yang tersirat dari pelototannya.
“Marga, maju ke depan! kamu dan Ami berdiri di samping white board!”
Ami merasa cukup senang karena Marga pun terkena hukuman.
“Kalian berdua berdiri selama dua jam pelajaran, kecuali bisa menjawab pertanyaan Bapak, boleh duduk.” Tegas Pak Yaya.
Ami dan Marga bersamaan mengangguk.
“Pertanyaan soal Animalia. Siapa yang bisa jawab lebih cepat, acungkan tangan.” Pak Yaya memperbaiki posisi kacamatanya sebelum memberikan soal. “Ubur-ubur termasuk hewan apa dan jelaskan ciri-cirinya.”
Ami sigap mengangkat tangannya dengan percaya diri. “Ubur-ubur termasuk hewan Coelenterata. Cirinya, tubuh bersel banyak, mempunyai tentakel, tidak mempunyai anus. Untuk berkembang biak, hewan ini melalui fase hidup asek sual sebagai polip atau tunas yang menempel di dasar laut, dan sek sual sebagai medusa yang berenang bebas.”
“Kamu boleh duduk!” Ucap Pak Yaya. Itu artinya jawaban Ami benar.
Ami mengangguk dan tersenyum lega. Menyempatkan menoleh ke arah Marga sembari memeletkan lidah.
“Marga, satu pertanyaan lagi. Kalau nggak bisa jawab, tetap berdiri di sini!” Tegaas Pak Yaya.
Dan faktanya, Marga tidak bisa menjawab pertanyaan dari Pak Yaya. Alhasil mendapat sorakan dari teman sekelasnya dan harus berdiri sampai jam pelajaran berakhir.
Bel pelajaran terakhir berbunyi. Waktunya pulang. Kelas pun mulai gaduh oleh ******* kelegaan dari mulut sebagian murid.
“Anak-anak, sebentar. Bapak lupa menyampaikan pengumuman.” Pak Yaya meminta atensi semua murid yang sedang membereskan buku pelajaran ke dalam tas.
Suasana hening kembali. “Besok akan ada tamu ke sekolah kita. Sengaja diundang oleh komite. Beliau ini donator terbesar sekolah kita. Seorang CEO muda dari Jakarta. Pemilik hotel Seruni yang ada di Tasik kota. Beliau akan menyapa di satu kelas tiap tingkat. Dan untuk kelas X diwakili oleh kelas kita. Tetap jaga kebersihan dan kekompakan kelas kita ya! Biar selalu jadi kelas teladan.” Jelasnya mengakhiri jam pelajarannya.
“Siap, Pak.” Sahut semua murid dengan kompak.
Pak Yaya keluar kelas lebih dulu. Marga berjalan dengan lunglai ke kursinya. Dan mendapat tertawaan teman sebangkunya.
“Ga, gimana rasanya senjata makan tuan?” Ledek Ami yang kemudian melambaikan tangan meninggalkan ruangan kelas, tidak menunggu jawaban Marga. Ia berjalan beriringan bersama Zaskia, teman sebangkunya.
“Kia, pulangnya bareng aku aja. Nanti dianterin sampe depan lampu merah ya.” Ami selalu menawarkan tumpangan untuk Kia yang tidak pernah jajan di kantin. Selalu membawa bekal. Itu karena uang sakunya hanya cukup untuk ongkos naik angkot pulang pergi.
“Nggak usah, Mi. Aku naik angkot aja.” Kia merasa tidak enak selalu menumpang di mobilnya Ami.
“Kamu mah nggak enakan bae. Ayo lah biar aku ada teman ngobrol di jalan.” Ami menarik tangan Kia menuju mobil yang sudah datang menjemputnya. Pilihannya sekolah di SMA Al Barkah di kota Tasikmalaya, mengharuskannya berangkat jam enam pagi dari Ciamis setiap harinya. Beruntung ibunya dan kakaknya yang di Jakarta, selalu mendukung keinginannya selama dalam hal positif.
“Mang Kirman, kemon!” Ami memanggil sopir keluarga yang setiap menjemput selalu menunggu di bangku di bawah pohon kersen yang teduh. Namun tiba-tiba ponsel di dalam tasnya berbunyi. Ia merogohnya. Nama ‘kak Anggara’ tampil di layar.
“Hallo, Kak Angga.” Ami menjawabnya sembari menuju mobil warna putih yang ia tahu dulunya dikirim kakak ipar dari Jakarta dengan BPKB dan STNK atas nama Sekar Sari, ibunya.
“Mi, udah pulang belum? Kak Angga di parkiran depan sekolah nih.” Sahut Anggara di ujung telepon.
“Ini baru mau pulang, Kak. Di parkiran dalam. Ada apa, kak?” Ami urung naik ke dalam mobil, menunggu sahutan.
“Oke. Tunggu di luar mobil ya. Kak Angga masuk.”
Panggilan pun terputus. Ami meminta sopir dan Kia menunggunya sebentar. Tak lama ia melihat seorang pria tegap berseragam coklat menuju ke arahnya dengan menenteng paper bag dan kantong kresek putih. Ia tersenyum tipis. Percaya diri akan mendapat bingkisan.
“Mi, nitip oleh-oleh Medan buat Teh Aul ya. Kak Angga gak bisa datang langsung ke rumah soalnya sekarang ada tugas Patwal ke Jakarta. Ini ada donat madu buat Ami, pas barusan lewat tokonya.” Ucap Anggara sambil menyerahkan dua tentengannya.
“Asiap. Makasih donatnya, Kak.” Ami tersenyum lebar.
“Sorry ya nggak bisa lama. Rekan nunggu di mobil. Bye, Ami.” Anggara melambaikan tangan dan segera berlalu pergi dengan langkah lebar.
“Bye, Kak. Yaelah cepet banget telat jalannya Pak Pol.” Ami bicara sendiri karena yang diajak bicara sudah menjauh dan menghilang di keluar gerbang. Dengan penasaran ia mengintip isi paper bag besar untuk kakaknya itu.
Nggak Kak Panji, nggak Kak Angga, ngasih hadiah buat Teh Aul nggak kaleng-kaleng. Lah aku, dari dulu dikasihnya donat madu. Mentang-mentang cemilan favorit aku. Kali-kali ada yang ngasih epon kek. Ini tabungan belum cukup juga buat beli si epon terbaru. Ya gimana mau nambah sih ya, tiap minggu digesek terus.
“Neng Ami, pulang sekarang?”
Suara Mang Kirman mengembalikan kesadaran Ami yang mengintip isi paper bag sambil melamun.
...🎀🎀🎀...
Assalamu'alaikum Bestie,
Terima kasih sudah bersabar menanti karya terbaru keenam aku di NT. Semoga cerita ringan ini menghibur ya.
Untuk pembaca baru, disarankan membaca dulu KALA CINTA MENGGODA (KCM) karena BAJC adalah sekuel dari KCM.
Gasss taburan kembang dan guyuran kopinya. Jangan lupa like dan vote nya.
Happy Reading!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Aira Azzahra Humaira
kangen aku ama ami selimut yg bikin senyum " pas lg bacanya
2024-11-10
0
Febriani mandasari123
udah pernah baca blm selesai kemarin² dah nyari tp g ketemu
2024-10-18
0
Ta..h
kangen ami selimut aku mau baca ulang ah
2024-10-15
0