Apa yang terjadi jika lelaki yang menjadi calon suami melarikan diri bersama sahabatmu sendiri tepat di hari pernikahan ?
Setelah terlambat satu setengah jam dari jadwal akad nikah, akhirnya seseorang menjemput Sabina dari kamar hotelnya untuk menemui lelaki yang baru saja membacakan ijab kabulnya.
Sabina terkejut luar biasa ketika yang berada disana bukanlah Andre yang menjadi kekasihnya selama ini. Melainkan Gibran yang merupakan sahabat dari calon suaminya dan juga kekasih Amanda sahabatnya. Bahkan Minggu lalu Sabina membantu Gibran untuk memilihkan cincin yang akan digunakan Gibran untuk melamar Amanda.
Tapi sekarang cincin pilihannya itu melingkar indah di jari manisnya sendiri, tak ada nama Gibran dalam lingkarannya. Mungkin memang sudah takdir ia terikat dengan lelaki yang tidak mencintainya.
Bagaimana nasib pernikahan yang tak diinginkan keduanya ini ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeeGorjes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Patah Hati
Happy reading ❤️
"Manda tunggu !!! Tunggu aku Manda !!!" Gumam Gibran dengan tak sabaran.
Mobil Amanda tengah berhenti untuk belok ke arah jalan raya dan mobil Gibran berada di belakangnya terhalang 2 mobil lainnya yang hendak keluar juga.
"Cepat, cepat !" Ujar Gibran dengan paniknya.
Mobil Amanda melesat dengan cepat setelah dapat keluar dari area parkir dan Gibran masih terus mengikuti.
Kali ini keberuntungan masih berpihak pada Amanda karena lampu lalu lintas masih berwarna hijau namun tidak pada Gibran. Lampu berubah merah ketika ia ia melewati jalan yang sama. Gibran pun kembali memaki dan banyak sumpah serapah yang ia ucapkan.
Gibran mendahului beberapa mobil yang berada di depannya dengan kecepatan tinggi, beberapa makian dan omelan dari pengemudi lain tak ia hiraukan. Sebisa mungkin Gibran terus mengejar mobil Amanda.
"Tunggu aku Manda !!" Ucap Gibran frustasi.
***
Waktu menunjukkan pukul tujuh lebih dua puluh menit malam. Sabina sudah mendudukkan tubuhnya di ruang tamu lebih dari 45 menit. Ia sudah bersiap dengan celana kulot dan blouse yang di lapisi cardigan bewarna senada. Merias dirinya dengan tampilan natural. Sabina ingin terlihat cantik di mata suaminya malam ini.
Sabina menanti dan tunggu dengan cemas, telah berlalu 30 menit dari waktu yang telah ditentukan tapi Gibran tak kunjung pulang.
Tak ada pikiran buruk dalam kepala Sabina, ia mengira Gibran masih sibuk dengan pasiennya. Ia juga tak berani menghubungi lagi suaminya itu karena takut mengganggu pekerjaannya.
Waktu terus berlalu, bahkan Sabina bisa mendengar dengan jelas suara detik jam yang terus mengalun menandakan waktu terus berjalan dan tak ada kabar apapun dari suaminya itu.
Telah satu jam terlewati begitu saja, masih tak ada kepastian dari Gibran. Sabina pun memutuskan untuk kembali naik ke lantai dua rumahnya dan menyalakan TV untuk membuang rasa jenuhnya karena menunggu.
Terlalu lama menunggu membuat Sabina tertidur begitu saja di atas kursi sedangkan Gibran kini entah berada di mana.
***
Telah cukup lama Gibran berputar-putar tak tentu arah mencari keberadaan Amanda. Pada akhirnya ia kehilangan jejak wanita yang sudah dengan tega meninggalkannya begitu saja.
Setiap tempat yang sering Amanda datangi telah Gibran periksa, namun Amanda tak ia temukan juga. Ini adalah tempat terakhir yang akan Gibran kunjungi. Sebuah klub malam ekslusif di pusat kota Jakarta. Gibran pernah beberapa kali menjemput Amanda di klub ini dengan alasan ada temannya Amanda yang mengadakan pesta ulangtahun di tempat ini. Gibran sendiri tak pernah ikut masuk ke dalam klub itu. Ia hanya sekedar menjemput saja.
Beberapa pasang mata melihat Gibran dengan penuh ledekan, bahkan ada beberapa orang yang saling berbisik sembari tertawa karena melihat penampilan Gibran saat ini.
Kemeja putih formal yang Gibran kenakan sudah terlihat sangat lusuh, celana kerja dan sepatu pantofel juga membuat tampilan Gibran sangat tidak cocok untuk tempat ini namun Gibran tak peduli.
Suara hingar-bingar musik saling bersahutan, gelapnya ruangan hanya diterangi spotlight lampu yang bergerak-gerak membuat Gibran kesulitan mencari keberadaan Amanda. Dengan susahnya Gibran berkeliling tempat itu untuk mencari. Bahkan ia harus mendekati beberapa wanita yang Gibran pikir mirip dengan Amanda namun setelah sekian lama ia mencari Amanda tak berhasil ditemukan juga.
Gibran yang merasa frustasi mendudukkan tubuhnya di atas kursi yang berhadapan dengan beberapa orang bartender. Ia memesan satu sloki minuman berwarna coklat pekat dan berbuih, meminumnya dengan sekali tenggakkan.
"Aaarrggghhhh," erang Gibran ketika minuman itu terasa membakar tenggorokannya.
"Satu lagi," ucap Gibran meminta minuman yang sama pada bartender dan kembali meminumnya dalam satu tenggakkan.
Gibran mengerjapkan matanya berkali-kali, efek dari minuman itu mulai terasa. Ini pertama kali bagi Gibran meminum minuman beralkohol sehingga membuat Gibran mulai kehilangan kesadaran dan setelah gelas ke tiga ia pun menelungkupkan tubuhnya di atas meja dengan terus menggumamkan nama Amanda berulang kali.
***
Sabina terbangun karena meras kedinginan, ia melihat jam di dinding telah menunjukkan pukul setengah satu malam. Sabina mengedarkan pandangannya dan seketika tersadar bahwa ia telah tertidur di ruang TV.
"Gibran," gumam Sabina.
Ia kembali mengingat lelaki yang telah Sabina tunggu selama beberapa jam. Dengan langkah gontai Sabina berjalan menuruni tangga dan tanpa takut ia membuka pintu rumahnya, berjalan ke arah mobil Gibran biasa terparkir namun tak ada juga.
Pikiran buruk mulai menghantuinya, Sabina takut Gibran mengalami kecelakaan atau yang lainnya. Segera saja Sabina mengeluarkan benda pipih dari saku celananya dan mulai menghubungi nomor suaminya.
Cukup lama Sabina menanti panggilan itu terhubung, dan tak sekali Sabina melakukan itu. Ia menghubungi Gibran berkali-kali karena tak juga ada jawaban. Sabina hampir merasa frustasi dan ketakutan namun setelah sekian kali akhirnya panggilan telepon itu terhubung juga.
"Ha...halo Gibran kamu di mana?" Tanya Sabina takut-takut.
Terdengar suara bising musik ketika hubungan telepon itu tersambung dan suara seseorang yang tak Sabina kenali menjawab panggilan itu.
"Mbak, saya Adrian yang bekerja di klub ini. Lelaki yang mbak hubungi tak sadarkan diri tepat di hadapan saya. Tolong jemput kemari karena saya tidak tahu harus kemana tujuannya bila memesankan taksi."
"Hah ?" Tanya Sabina. Suara bising musik membuatnya kesulitan untuk mendengarkan ucapan lelaki asing itu.
Lelaki bernama Adrian pun mengulangi ucapannya dengan suara keras dan perlahan dalam mengucapkannya.
"Oh oke, saya minta alamatnya." Jawab Sabina ketika ia mengerti.
Segera saja Sabina membangunkan sopir pribadinya karena ia tak berani untuk mendatangi tempat itu seorang diri.
***
Sabina telah sampai di sebuah klub malam ditemani pak Anwar supirnya. Bahkan ia harus membayar 2 tiket masuk dengan harga cukup mahal padahal mereka datang hanya untuk menjemput Gibran. Beberapa orang melihat Sabina sembari tertawa karena penampilan Sabina saat ini sangat tidak cocok untuk tempat yang ia datangi.
"Kalau mau pengajian bukan disini Mbak," sindir seorang wanita yang mengenakan pakaian minim bahan dengan tatapan mencemooh namun Sabina tak peduli.
"Jangan pedulikan mereka, ayo kita cari pak Gibran." Ujar pak Anwar mengingatkan dan Sabina menganggukkan kepalanya.
Sabina berjalan langsung menuju meja bar yang letaknya telah dijelaskan oleh Adrian sebelumnya dan benar saja ia mendapati Gibran menelungkupkan tubuhnya diatas meja dengan tak sadarkan diri. Gibran sempat menolak ketika pak Anwar memapah dirinya. Gibran terus meracau dengan kata-kata yang tak jelas.
Tubuh Gibran yang tinggi tegap membuat pak Anwar kesulitan memapah lelaki itu. Sabina pun terpaksa meminta bantuan Adrian untuk membantunya.
Dengan susah payah akhirnya Gibran dapat dipapah keluar klub itu dan kini sudah berada di dalam mobil Sabina. Mobil Gibran, Sabina tinggalkan dan ia titipkan pada lelaki bernama Adrian itu untuk di bawa esok pagi.
Meski takut Sabina menemani Gibran yang masih dalam kondisi mabuk berat di kursi belakang. Ini pertama kali Sabina berhadapan dengan seorang yang sedang mabuk. Aroma tajam khas minuman beralkohol tercium dengan jelas setiap kali Gibran meracau. Meskipun Sabina tak menyukainya namun ia tetap bersabar menjaga suaminya itu.
"Man... Manda tunggu aku," racau Gibran.
Deg !! Seketika membuat Sabina begitu terkejut. Tubuhnya terasa lemas ketika mendengar itu. Mendengar suaminya menyebutkan nama wanita lain yang merupakan mantan kekasihnya. Ada rasa sakit di hati Sabina ketika Gibran menyebutkan nama Amanda. Nama wanita yang telah menghancurkan hidupnya.
Jalanan ibukota begitu lenggang pada malam dini hari membuat perjalanan mereka tak membutuhkan waktu lama.
Gibran kembali dipapah oleh supir juga penjaga rumah Sabina ketika memasuki rumah. Untuk sementara Gibran yang sedang mabuk di tempatkan di kamar tamu yang berada di lantai satu.
"Tolong jangan bilang pada ayah apa yang terjadi malam ini," ucap Sabina penuh mohon pada semua pegawainya termasuk mbok Inah yang ikut terbangun.
"Tenang Bu, saya tak akan mengatakan apapun pada Ayah anda," jawab pak Anwar yang merupakan sopir pribadi juga orang kepercayaan ayahnya Sabina.
"Terimakasih Pak, saya sangat menghargainya." Jawab Sabina tulus.
Setelah Gibran terbaring dengan sempurna di atas tempat tidur, satu persatu meninggalkannya keluar kamar menyisakan Sabina yang kini duduk di samping suaminya.
"Beristirahatlah... Hari mu pasti berat." Ucap Sabina lirih. Ia yakin ada sesuatu yang terjadi dan menjadikan Gibran seperti ini. Sabina memperhatikan Gibran untuk sesaat dan kemudian berdiri untuk beranjak pergi.
Belum juga Sabina melangkah, tangan Gibran menahan lengannya menyebabkan Sabina terjatuh ke atas tempat tidur dan segera saja Gibran menindih tubuh istrinya itu.
Menatap nanar mata suaminya yang memerah karena mabuk, sedangkan Gibran memandangi wajah Sabina lamat-lamat.
"Kamu terlihat berbeda malam ini Manda," lirih Gibran tepat di wajah Sabina.
"Kamu terlihat sangat cantik," lirih Gibran dan kemudian menyatukan bibirnya dengan bibir Sabina dengan sempurna.
Sabina membulatkan matanya tak percaya, ini ciuman pertamanya dengan Gibran suaminya. Ciuman yang begitu menuntut. Bukan ciuman sekilas saja seperti yang pernah Sabina lakukan dengan kekasihnya yang dulu.
Gibran mengulum dan menyesap bibir Sabina dengan bergantian, bahkan lidahnya menyeruak masuk untuk saling membelit.
Nafas Sabina terengah-engah ketika ciuman panas itu terjadi. Entah apa yang ada di pikiran Sabina hingga ia memutuskan untuk membalas ciuman Gibran dengan susah payah.
"Kamu cantik sekali malam ini Manda," lirih Gibran diantara ciumannya.
Sabina pun menjatuhkan air bening di ujung matanya ketika Gibran kembali menyebutkan nama itu.
"Sudah ku katakan jangan jatuh cinta Sabina, jangan jatuh cinta lagi... Kamu akan patah hati seperti sekarang ini." Batin Sabina dalam hatinya. Ia membalas ciuman suaminya dengan hati menahan sakit dan air bening terus terjatuh dari ujung matanya.
To be continued alias bersambung.
Thank you for reading ❤️
Makasih yang sudah memberikan vote juga hadiah
Love u genks ❤️🥰
Andre g smp sentuhan fisik intim lho sm Bina
buat pengetahuan untuk diri sendiri banyak pelajaran dalam cerita ini..
tQ Thor idea yang bernas..semoga sentiasa sihat selalu.. tetap menyokong selalu sukses selalu ya Thor..
sebelah aku jg udah bc semua, aku tunggu karya terbarumu thor, semangat berkarya