Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
VERSI TERBARU
Semua melongo ketika Ayuna datang pagi itu. Tak biasanya gadis cantik itu datang mepet jam kerja. Apalagi dengan penampilan baru, rambut panjang hitam Ayuna sudah tidak ada lagi, berganti dengan model rambut seperti Tiffany SNSD dalam video clip Into the New World, Mushroom Style.
"Ay, kamu gak pa-pa?" Kak Jo sangat kaget.
"Bukannya kemarin meeting sama Pak Ibram, kok jadi begini?" sewot Arya.
"Kenapa jadi kayak gini?" giliran Mimi bertanya, sebagai sesama perempuan kalau cewek sampai membabat habis rambut panjangnya, fix sakitnya luar biasa.
Ayuna hanya tersenyum saja, melihat wajah kaget bercampur khawatir pada kakak seniornya itu. Lucu. Yah, Ayuna memutuskan untuk mengubah penampilan sebagai awal ia menjalani hidup dengan versi terbaru dari dirinya.
Pertemuan dengan Rajendra kemarin meyakinkan Ayuna bahwa orang terdekatlah yang bisa menyakiti dan menghancurkan dirinya, bahkan mereka hanya bisa minta maaf begitu saja meski kelakuan mereka lebih jahat dari setan. Yah memang kekecewaan tak bisa diganti dengan barang tertentu, hanya keikhlasan seiring berjalannya waktu untuk memaafkan dan melupakannya, so Ayuna sudah tidak mau bergantung dan menjadikan salah seorang sebagai belahan jiwanya.
Dari Rajendra juga, Ayuna sudah tidak mau pacaran lagi. Percuma menjaga hati, ujung-ujungnya dikhianati, mana mereka pacaran lumayan lama sama seperti kredit motor lagi. Buang-buang waktu.
Ayuna pun bersyukur, meskipun menjadikan Rajendra belahan jiwa, ia tak sampa kelewat batas. Dirinya masih bisa menjaga keperawanan, bahkan sekedar ciuman bibir saja tak pernah. Hufh, beruntung.
Semalam tadi ia berjanji untuk terakhir menangisi Rajendra, langsung mengajak Tya pergi ke mall, bahkan sampai pamit ke bu kos untuk pulang telat. Ayuna langsung menuju salon dan potong rambut dengan model rambut seperti ini. Nanti pulang kerja, ia juga berencana akan ke klinik kecantikan. Ayuna akan memanjakan dirinya, sebagai ucapan terimakasih karena sudah kuat hidup mandiri.
Ayuna pun mulai menyusun rencana pengembangan bisnis skincarenya, yah dia akan keliling kota buat antar orderan saat sabtu dan minggu. Ia tak mau terus terkungkung di kos saat weekend. Ia tak mau kesepian sehingga harus ada kegiatan di luar.
Ia pun sudah berencana beli mobil, second juga gak pa-pa deh, nanti mobil dipakai jualan, vibes skincare food truck begitu deh, dan manajemen selama di kantor ia akan belajar dari Bu Uci dan Pak Akmal serta belajar IT pada Jo, mumpung tanya mereka tidak bayar.
Ah, beginilah kalau perempuan sudah sakit hati. Dia akan bangkit dengan versi lebih baik, tekadnya cuma satu buat mantan menyesal meninggalkannya, menunjukkan kepada mantan bahwa ia bisa hidup lebih baik, lebih cantik, lebih kaya, dan lebih pintar tanpa dirinya.
"Pak Ibram habis ngapain kamu, Ay. Rambut panjangmu di mana?" itulah respon Bu Uci ketika melihat Ayuna, kaget setengah mati. Bocil cantik itu hanya tersenyum dan berlagak centil dengan pose ribbon heart ala Korea.
"Huh siap menyambut cinta baru nih," lanjut Akmal yang datang selanjutnya.
"Ck, makan hati ngapain kenal cinta!" sahut Ayuna sedikit sewot.
Kini Ibram datang, sedikit kaget dengan penampilan baru Ayuna, tapi ia jaga gengsi dong. Gak mungkin sok dekat pada gadis itu, ia pun satu-satunya orang yang tak berkomentar apapun akan penampilan baru Ayuna.
"Mbak, Mi. Menurut Mbak latihan mobil paling worth it di mana?" tanya Ayuna saat keduanya makan siang.
"Kamu mau beli mobil, Ay?" Ayuna mengangguk.
"Tapi gak tau kapan, aku gak mau tabungan dari jualanku berkurang."
"Terus? Kredit?"
Ayuna menggeleng, hebat. "Prinsip orang tuaku tidak mau berhutang, apalagi hanya untuk kendaraan. Kata ayah dulu, lebih baik menabung dulu baru sesuatu, itupun kalau mau beli harus disesuaikan dengan dompet. Orang yang berhutang atau kredit itu akan menjadi sebuah kebiasaan, bukankah orang kaya itu beli apapun cash ya!"
Mimi langsung berpose menusuk jantung. Berat dan tepat sih prinsip yang diajarkan oleh orang tua Ayuna. Meski beliau sangat cepat meninggalkan Ayuna, tapi pelajaran hidup yang beliau ajarkan pada putri semata wayangnya menancap sebagi prinsip hidup. Keren banget ayah Ayuna.
"Tapi aku berharap sih ada orang yang dengan suka rela memberi uang 100 juta secara cuma-cuma, nah aku bakal langsung beli mobil dah. Eh tapi ada yang mobil second 100 juta?"
Untuk kali ini Mimi tertawa ngakak, adik seperjuangannya ini kok lucu amat sih. Mana ada orang yang seroyal itu, kagak mungkin juga.
"Mobil second adalah yang harga under 100, Ay. Cuma ya gitu kamu harus paham mesin mobil, biar gak dapat barang rongsokan!" saran Mimi serius.
"Hem gitu ya, Mbak. Emang lebih baik punya skill mengemudi dulu baru beli ya."
"Betul, jadi kamu nanti pas test drive bisa tahu lah nyaman atau gak. Ah iya, yang paling penting. Pastikan kos kamu punya parkir mobil. Ya kali mobil kamu taruh samping jalan."
"Dih gak mau ya, itu mah gaya orang kaya baru, mobil elit parkiran sulit." Keduanya tertawa.
"Kos sih kayaknya gak puya parkir mobil, malah aku berpikir mau nebeng parkiran di kampus," Ayuna cekikikan dengan pemikirannya terlalu konyol.
"Hadeh. Ribet dong, Ay. Mending kamu kontrak rumah, di perumahan dekat perkampungan kayaknya banyak tuh dan masih masuk akal lah dengan dompet. Tapi gak terlalu mewah."
"Bisa dipikirkan deh kalau mobilnya udah ada. Lagian masih enak ngekos sih, Mbak. Rame, dekat dengan kampus. Mungkin kalau sudah lulus aku pindah ke kontrak."
"Kerja atau menikah, rencana kamu, Ay?"
Ayuna tertawa, "Ya Allah, Mbak. Umurku saat lulus nanti 21 tahun, masa' langsung menikah sih. Muda banget dong ya. Enggak deh kayaknya. Kerja kantoran mungkin, aku puas-puasin jadi wanita karier dan bisnis, nanti saat waktu itu tiba, menikah dan punya anak, aku sudah fokus sebagai ibu rumah tangga yang cantik."
Mimi tertawa, melihat ucapan Ayuna sepertinya ia sedang berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkan luka batinnya sendiri. Mimi pun mengakui Ayuna hebat sekali. Meski usianya baru menginjak 20 tahun, tapi pemikirannya sangat dewasa. Mungkin karena didewasakan oleh keadaan. Terpaksa tak melihatkan sisi manjanya sebagai perempuan dan anak tunggal.
"Gak mau S2, ke luar negeri misalnya?" tanya Mimi.
"Mau sih, Mbak mau rencana S2 ke LN juga?"
"InsyaAllah, Ay. Doakan, masih apply sih, bareng juga sama Jo!"
Ayuna memicingkan mata seketika. "Jangan bilang kalian cinlok?" todong Ayuna, dan benar saja Mimi gelagapan. Ayuna tertawa melihat ekpresi itu.
Mimi menoleh kanan dan kiri khawatir ada yang mendengar, tahu lah aturan kontrak di sini seperti apa. "Sst, jangan bilang siapa-siapa, Ay!"
"Beres. Kalian hebat sih, bisa menyembunyikan dan gak kelihatan bucin. Sejak kapan?"
"Baru minggu kemarin."
"Uluh-uluh masih kasmaran dong ya."
"Cih, apaan sih. Kita dekat juga karena kamu."
"Hah? Perasaan aku gak pernah comblangin kalian deh."
"Cerita kamu. Pernah kan saat itu aku menunggu teman di cafe, lama banget datangnya kurang ajar memang. Kayaknya weekend deh. Nah ternyata si Jo tuh pemilik cafe, lihat aku, ya kita ngobrol, terus menyinggung masalah kamu. Eh lanjut chat gitu!" cerita Mimi dengan bahagia, kadang ada tersipu malu. Ayuna tersenyum mendengarnya.
"Bahagia selalu deh, Mbak. Cuma ingat, sebaik-baiknya Kak Jo, jangan pernah kasih jatah sebelum menikah."
"Beres!"