NovelToon NovelToon
Pengantin Dunia Lain

Pengantin Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:752
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eksekusi Mencekam

​Penjahat berjubah hitam itu sedang menarik Alice yang terikat dan dibekap menuju jendela kamar. Gaun pengantin yang ia kenakan kini menjadi beban yang berat, tulle dan brokatnya menyeret di lantai.

​Tiba-tiba, Alice melihat kesempatan. Saat penjahat itu sedikit melonggarkan pegangannya untuk melewati ambang jendela, Alice mengumpulkan seluruh kekuatannya dan mengayunkan kakinya ke belakang, menendang keras tulang kering penjahat itu.

Penjahat mendesah tertahan, suaranya sedikit meninggi karena kesakitan. Alice mendengar desahannya, dia seorang pria.

"​Sial!" geram penjahat.

​Cengkeraman penjahat itu terlepas sesaat. Meskipun tangan dan mulutnya terikat, Alice tahu ini satu-satunya kesempatan. Ia berbalik dan, dengan kaki yang lincah, ia berlari sekencang-kencangnya keluar dari kamar, meninggalkan penjahat yang meringis kesakitan di lantai.

​Gaun pengantin yang panjang dan mewah itu adalah rintangan besar. Alice berlari dengan langkah-langkah pendek, berusaha mengangkat ujung gaunnya yang berat dengan bahunya yang terikat. Penjahat itu berhasil mengejar Alice sampai ruang tamu.

Alice berusaha melawan sebisanya, sampai suasana ruang tamu tadinya rapi menjadi agak berantakan. Alice menendang penjahat itu sampai tersungkur ke lantai dan kepalanya sedikit membentur lantai.

​Alice mencapai pintu depan. Dengan susah payah, ia memutar kunci pintu dan menariknya terbuka. Udara malam yang dingin menyambutnya.

​Alice dalam hati berkata panik,

"​Harus segera minta tolong!"

​Alice lari ke halaman. Ia mengabaikan jalanan sepi di depannya dan langsung menuju rumah terdekat, yaitu rumah Keluarga Hartono yang terletak 50 meter dari sebelah kiri kediamannya.

Rumah itu memiliki lampu teras temaram yang menyala, memberinya harapan.

​Alice berlari, berusaha mengeluarkan suara dari balik bekapan.

"​Nnngh! Toloo... Mmmpph!"

​Gaun pengantinnya yang putih terlihat kontras di bawah cahaya bulan, menjadikannya target yang mudah. Alice menggedor pintu rumah Hartono keras dengan sikunya yang terikat.

​Alice terus menggedor dan meronta.

"​TO-LONG! TO-LONG!"

​Di belakangnya, Penjahat berjubah hitam itu sudah pulih dan mengejar dengan kecepatan yang mengerikan. Keheningan malam membuat suara gedoran Alice terdengar nyaring, namun belum ada respons dari dalam rumah.

​Alice putus asa. Ia menggedor sekali lagi, lebih keras.

Penjahat berlari mendekat, suaranya mengandung kemarahan.

"​CUKUP!" ucap penjahat mengerikan itu .

​Tepat sebelum Alice sempat menggedor untuk ketiga kalinya, tangan Penjahat itu menyambar bahu Alice dengan kasar. Kekuatan tarikannya luar biasa. Alice terhuyung mundur.

​Penjahat itu tidak memberi kesempatan lagi. Ia membanting Alice ke tanah yang berumput, tubuh Alice terbanting keras, merusak gaunnya lebih jauh.

​Penjahat itu segera menindih tubuh Alice yang meronta, memastikan pergelangan tangan dan kaki Alice tidak bisa bergerak.

Penjahat mendesis, mencondongkan wajahnya yang bertopeng ke dekat telinga Alice.

"​Aku udah bilang, kamu ikut denganku. Kamu tidak bisa lari dariku, Alice."

​Di rumah Hartono, lampu di ruang tengah menyala. Tapi sudah terlambat. Penjahat itu dengan cepat mengangkat tubuh Alice yang terikat, membawanya menjauh dari pintu, dan menghilang ke dalam kegelapan kebun yang luas.

Malam yang sangat gelap. Hujan badai turun dengan deras. Vila tua kosong yang menyeramkan di atas bukit, terisolasi, dengan pepohonan tinggi di sekelilingnya.

​Suara angin menderu dan hujan lebat yang menghantam jendela kayu yang berderak memenuhi suasana. Kilat sesekali menyambar, menerangi sejenak interior vila yang dipenuhi debu dan furnitur tua yang ditutupi kain putih.

​Penjahat berjubah hitam itu berhasil membawa Alice ke sebuah ruangan besar di lantai atas vila. Alice masih mengenakan gaun pengantinnya yang kini basah kuyup, kotor, dan robek di mana-mana.

Ia diikat dan dilemparkan ke lantai kayu yang dingin.

​Alice matanya memancarkan ketakutan, ia terus meronta meskipun terikat dan terbungkam.

"​Mmmph! Mmmmph!"

​Penjahat itu berdiri tegak, jubahnya meneteskan air. Ia menyalakan sebuah lampu minyak tua, cahaya kuningnya yang redup menambah kesan angker pada ruangan itu.

Penjahat dengan suaranya yang serak dan dingin, bergema di ruangan kosong.

"​Kamu berusaha keras lari, Alice. Tapi tempat ini... tidak ada yang akan mendengar teriakanmu di sini."

​Penjahat itu berjalan mendekati Alice, mengambil gunting besar yang tergeletak di meja berdebu. Kilatan petir yang menyambar menerangi gunting tersebut, memantulkan bayangan mengancam.

​Alice semakin meronta, air mata mengalir deras dari matanya, bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. Ia tahu apa yang akan terjadi.

Penjahat berjongkok, menatap Alice yang ketakutan. Perlahan, ia membuka ikatan kain yang membekap mulut Alice.

"​Aku ingin kamu tahu kenapa." kata penjahat.

​Alice menarik napas dalam-dalam, terbatuk karena udara lembap dan rasa takut.

​Alice bergetar hebat.

"​Si... siapa kamu? Aku... Aku tidak punya musuh. Kenapa kamu melakukan ini padaku?"

Penjahat tertawa kecil, tawa yang kering dan mengerikan.

"​Kamu tidak punya musuh? Oh, Alice. Kamu punya segalanya. Kamu punya Dimas dan kamu akan mengambil kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik seseorang."

​​Di ruang villa yang gelap, hanya diterangi kilat sesekali, Alice terpojok di sudut, terengah-engah. Gaun pengantin yang seharusnya melambangkan kemurnian, kini hancur, basah kuyup, dan berlumur tanah cokelat.

​Penjahat bertopeng melangkah perlahan ke arahnya. Langkah kakinya yang tenang beradu dengan gemuruh guntur.

Ia mengeluarkan memegang sebilah pisau berbilah perak yang berkilat dingin.

​Alice terisak lirih,

"Kumohon... jangan... Kenapa kamu melakukan ini? Aku salah apa sih?"

​Sosok bertopeng dengan suara serak, terdistorsi, nyaris berbisik,

"Ini bukan tentang apa salahmu Alice. Ini adalah tentang kebahagiaan seseorang jika kamu berhasil aku lenyapkan malam ini."

​Kilat menyambar, menerangi ruangan, dan seketika memperlihatkan noda lumpur dan basahnya gaun Alice

bukti dari pelarian yang sia-sia di tengah badai basah.

​Alice mencoba lari lagi, tetapi lantai kayu yang licin membuatnya terjatuh. Sosok bertopeng dengan sigap mendekat. Tidak ada teriakan. Hanya suara napas Alice yang tercekat dan desing angin yang masuk dari jendela yang retak.

​Sosok penjahat bertopeng mengangkat pisau. Kilat petir berikutnya datang bersamaan dengan ayunan cepat.

Suara daging tertembus yang teredam oleh gemuruh guntur yang memekakkan telinga.

​Darah segar merembes cepat, menodai kain pengantin putih di area perut, bercampur dengan kotoran dan air hujan.

Mata Alice membelalak, ekspresinya membeku antara syok dan rasa sakit. Ia terhuyung sesaat, lalu roboh ke lantai yang dingin. Gaun pengantinnya yang basah kuyup kotor kini bertambah menyedihkan dengan warna merah darah.

​Sosok bertopeng berdiri di atas mayat Alice, menatap mayat itu sejenak tanpa emosi. Ia lalu menyarungkan pisaunya, kemudian menyeret tubuh Alice yang berat dan dingin keluar dari villa, menembus amukan badai.

​Hujan deras turun bagaikan air bah. Kilatan petir membelah langit, diikuti oleh dentuman yang membuat tanah bergetar.

​Sosok bertopeng telah mencapai tepi sebuah jurang dalam yang tersembunyi di belakang villa tua. Lumpur licin membuat pijakannya sulit. Ia melepaskan pegangannya.

​Mayat Alice yang terbungkus gaun pengantinnya yang kotor dan berlumur darah meluncur, berputar-putar tak berdaya menuruni jurang curam yang gelap.

Suara desingan kain dan tubuh yang bergesekan dengan batu dan lumpur, diikuti oleh suara 'dug' yang tumpul dan teredam saat mencapai dasar jurang.

​Sosok penjahat bertopeng berdiri di tepi jurang, membiarkan hujan membersihkan jubahnya. Gaun putih yang basah kuyup itu telah ditelan kegelapan jurang, dimakamkan dalam keheningan yang mematikan, di bawah sumpah darah yang tak terucapkan dan amukan badai yang menjadi saksi bisu.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!